Peliknya ungkap dalang pembakar hutan hingga libatkan agen rahasia
Ada tudingan kebakaran hutan sengaja dibuat supaya uang negara terus mengalir.
Kebakaran hutan di Indonesia saban tahun terus terjadi. Berbagai cara ditempuh, tetapi kejadian itu selalu berulang.
Saking peliknya permasalahan ini, pemerintah sampai rela menggelontorkan duit dalam jumlah besar. Berbagai cara ditempuh. Namun hasilnya seolah nihil.
Bahkan ide terbaru dilontarkan Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Raffles Brotestes Panjaitan. Dia menyatakan akan menggandeng Badan Intelijen Negara (BIN) dalam mengatasi kebakaran hutan.
Menurut Raffles, agen telik sandi dibutuhkan guna mengungkap dalang di balik kebakaran hutan terjadi di beberapa daerah di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan.
"Kita sudah melakukan komunikasi dengan BIN. Walaupun di daerah-daerah itu seharusnya ada intelijennya. BIN akan lakukan investigasi di sana," kata Raffles di Jakarta kemarin.
Menurut Raffles, dalam kasus kebakaran hutan ini sudah seharusnya pihak berwajib mengejar siapa dalang di balik peristiwa ini. Sehingga, lanjut dia, aparat tidak terkesan hanya getol mengejar siapa yang melakukan pembakaran.
"Banyak pelaku pembakar ditangkap, tapi dalangnya belum terungkap," ujar Raffles.
Sampai saat ini, lahan terbakar totalnya mencapai 180 ribu hektare. Terdiri dari 3 ribu hektare di Sumatera Utara, 20 ribu hektare di Jambi, dan 68 ribu hektare di Sumatera Selatan. Pihak pemerintah pun telah menetapkan sepuluh nama perusahaan sebagai tersangka pembakar hutan, yaitu PT PMH, PT RPP, PT RBS, PT LIH, PT MBA, PT GAP, PT ASP, PT KAL, PT RJP dan PT SKM.
Analisa lain datang dari Anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Riau, Intsiawati Ayus. Dia curiga besarnya anggaran dikucurkan pemerintah dalam menangani asap akibat kebakaran lahan dan hutan, dijadikan proyek bagi instansi terkait. Kecurigaan itu lantaran kebakaran kerap terjadi saban tahun.
"Saya melihat indikasi ke sana," kata Intsiawati dalam acara dialog Kamis lalu.
Intsiawati mengatakan, Badan Nasional Penanggulang Bencana (BNPB) saban tahun menghabiskan anggaran hingga Rp 1 triliun hanya buat pemadaman api. Jumlah itu sepertiga anggaran BNPB setahun bagi penanggulangan banjir dan longsor.
"BNPB sendiri pernah merilis biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi asap, biaya pemadaman api di Riau per tahun menghabiskan sepertiga anggaran atau Rp 1 triliun," ujar Intsiawati.
Di Riau, lanjut Intsiawati, kebakaran telah berlangsung sejak 17 tahun terakhir. Menurutnya, pemimpin daerah, mulai dari gubernur, bupati dan walikota tidak menganggap kebakaran ini sebagai bencana.
"Kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di Riau ini sudah terpelihara selama 17 tahun. Sepi penegakan hukum dan sepi penanggulangan," ucap Intsiawati.
Intsiawati menambahkan, penegakan hukum bagi pelaku kebakaran lahan dan hutan di Pulau Sumatera dan Kalimantan tidak maksimal. Hal tersebut bisa dilihat dari terus terulangnya kebakaran tiap tahun dan dianggap seperti agenda tahunan.
Intsiawati mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera mengeluarkan sanksi administrasi. Dia menyebut kebakaran hutan dan lahan di Riau sebagai kejahatan kemanusiaan.
"Keputusan sanksi administrasi tidak menunggu keputusan pidana dan perdata," lanjut Intsiawati.
Intsiawati menyampaikan, terkait penanganan dan penanggulangan kebakaran lahan dan hutan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, keduanya seakan saling lempar tanggung jawab. Pemerintah daerah menyebut hal itu kewenangan pusat yang telah membagi-bagi wilayah Riau bagi industri.
"Tinggal masyarakat Riau yang mendapat remah-remah," tutup Intsiawati.