Penanganan Pengungsi Rohingya di Aceh Disorot karena Tak Ada SOP, Apa Dampaknya?

Harus Ada Penanganan Terpadu

Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh mengungkapkan hingga saat ini penanganan pengungsi Rohingya di Aceh belum ada panduan atau standar operasional prosedur (SOP) yang jelas.

Padahal menurut Plh Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh, Lilik Sujandi, permasalahan Rohingya di Aceh membutuhkan penanganan terpadu dari awal hinggal akhir secara terintegrasi dan komprehensif, melibatkan semua pihak sesuai dengan tugas dan fungsi dari masing-masing lembaga.

Bahkan dua lembaga yang konsen mengurus pengungsi Rohingya di Aceh, yakni UNCHR dan IOM, terkesan tak membangun komunikasi yang efektif dengan pemerintah daerah.

"Saat ini kita menyadari belum ada panduan atau SOP yang jelas dalam penanganan pengungsi Rohingya," kata Lilik Sujandi saat rapat koordinasi Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) di Banda Aceh.

Lilik menyebut, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian mengatur Timpora untuk melakukan pengawasan orang asing termasuk pengungsi Rohingya.


Menurutnya, regulasi ini belum cukup untuk menyelesaikan permasalahan Rohingya secara utuh. Walaupun dengan hadirnya Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

Jika tak ada solusi, ditakutkan muncul masalah baru. Misalnya, perkawinan dengan warga lokal. 

"Tentunya ini akan menjadi permasalahan baru baik secara hukum, adat, sosial, hingga politik," ujar Lilik Sujandi.

Lilik berharap lewat rapat koordinasi Timpora tersebut, dapat melahirkan sebuah rekomendasi baru dalam penanganan pengungsi Rohingya yang baik sesuai dengan kemanusiaan, kearifan lokal dan tidak bertentangan dengan hukum.

"Semoga kegiatan ini tidak hanya berhenti pada diskusi namun dapat melahirkan output dengan penyusunan rencana SOP penanganan pengungsi yang integratif. Dan saya berharap agar anggota Timpora berkontribusi dalam penanganan pengungsi sebagaimana mestinya," kata Lilik Sujandi.