Pengamat sebut perang tagar bentuk ekspresi simbolik yang meningkatkan partisipasi
Namun demikian, Gun Gun mengingatkan, media sosial juga selalu berwajah janus. Media sosial bisa menjadi alat kampanye, alat publisitas, alat propaganda. Di sisi lain juga black propaganda, black campaign.
Analis Komunikasi Politik UIN Jakarta, Gun Gun Heryanto memberikan tanggapan terkait perang tagar di media sosial.
Diketahui saat ini ada beberapa tagar yang ramai di jejaring sosial. Beberapa diantaranya #2019Ganti Presiden dan #2019TetapJokowi.
-
Apa yang diunggah Jokowi di akun Instagramnya? Ditemukan sebuah unggahan dengan caption yang sama pada akun resmi Jokowi. Postingan tersebut diunggah pada 5 Oktober 2023.
-
Kata-kata lucu apa yang dibagikan di media sosial? Kata-Kata lucu yang dibagikan di medsos bisa menjadi hiburan bagi orang lain.
-
Kapan Jokowi mengunggah postingan tersebut? Postingan tersebut diunggah pada 5 Oktober 2023.
-
Kata-kata apa yang sering ditemukan di media sosial? "Kata-kata hari ini adalah kalimat yang sering diucapkan di medsos. Biasanya orang yang mendapatkan pertanyaan ini akan mengungkapkan sebuah kalimat inspiratif yang memotivasi orang."
-
Mengapa tumpukan sampah di Kota Jogja viral di media sosial? Viral Tumpukan Sampah Sepanjang 50 Meter di Kota Baru Jogja, Begini Kondisinya Sekarang Penanganan sampah yang lambat dari pihak terkait mendapat kritikan dari warganet
-
Kapan Jokowi mencoblos? Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melakukan pencoblosan surat suara Pemilu 2024 di TPS 10 RW 02 Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/2).
Gun Gun menilai, fenomena ini sebagai perubahan konteks sosial politik yang semakin dinamis. Terutama ketika ada keterbukaan yang sangat erat antara demokrasi di dunia nyata dengan cyber demokrasi.
"Cyber demokrasi ini memang salah satu penandanya adalah ekspresi kebebasan berpendapat kemudian. Tentu juga kebebasan untuk punya pilihan-pilihan politik sesuai dengan preferensi pilihan masing-masing yang enggan di ekspresi di dunia digital, seperti misalnya di sosmed atau di web dan lain sebagainya," ujar dia dalam diskusi Polemik MNC Trijaya, 'Politik Tagar, Bikin Gempar' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (4/5).
Gun Gun mengatakan, tagar di jejaring sosial Twitter merupakan salah satunya. Dia melihat ekspresi simbolik dari referensi pilihan yang ada di masing-masing orang.
"Seperti misalnya ada orang yang tertarik untuk 2019 ganti presiden, ada yang 2019 tetap melanjutkan incunbent dalam konteks ini yaitu pemerintahan Jokowi," ujar dia.
Dia menjelaskan, fenomena ini dapat berdampak positif dalam meningkatkan partisipasi politik. Internet user di Indonesia, kata Gun Gun ada 132 jutaan dari 185 juta pemilihan di Pemilu 2019.
"Ini sebenarnya bisa menjadi corong yang sangat potensial dari jumlah 250 juta penduduk Indonesia. Global avarage pengguna internet di Indonesia rata-rata 52 persen antara internet user dengan total populasi. Jadi ini menurut saya sebuah berkah kontestasi electoral yang terfasilitasi bukan hanya di media mainstream, bukan hanya di face to face informal akan betemu kemudian berjaring dengan kelompok tetapi bisa menyapa orang yang berbeda lewat sosial media antara lain lewat hastag," papar dia.
Namun demikian, Gun Gun mengingatkan, media sosial juga selalu berwajah janus. Media sosial bisa menjadi alat kampanye, alat publisitas, alat propaganda. Di sisi lain juga black propaganda, black campaign.
"Itu yang perlu di antisipasi. Akibat ekses dari pelimpahan komunikasi yang terjadi," kata Gun Gun.
Reporter:Ady Anugrahadi
Sumber: Liputan6
Baca juga:
Cara menghapus akun Facebook secara permanen di PC atau Android, meski lupa password
Kominfo: Obat-obatan dilarang dijual secara online di media sosial
Jokowi sebut sudah difitnah selama 4 tahun di media sosial
Di negara ini, bermain sosial media ada pajaknya!
MUI minta warga selalu tabayyun saat menerima informasi di medsos
Adu kuat tagar pemilihan presiden
Viral razia spanduk '2019 Ganti Presiden', Polri pastikan hoaks