Peras Kadisdik, wartawan 'Amunisi Jakarta' dikenakan pasal korupsi
Peras Kadisdik, wartawan 'Amunisi Jakarta' dikenakan pasal korupsi. Pengenaan pasal korupsi terhadap pelaku jaksa gadungan itu baru pertama kali terjadi dalam kasus pemerasan.
Erpansyah Nurdiana yang mengaku wartawan media Amunisi Jakarta merekayasa kasus dengan membuat surat panggilan palsu dugaan korupsi kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Dia ditangkap dan dikenakan pasal 23 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi. Padahal Erpansyah membuat surat panggilan palsu kepada Kadisdik Kabupaten Sumedang dengan tujuan memeras.
"Dikenakan Pasal 23 UU RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Warih Sadono di Jakarta, seperti dilansir Antara, Jumat (24/3).
-
Siapa yang menemukan pendatang yang menjadi pemulung di Jakarta? "Ada juga yang beberapa waktu lalu ketemu ya kita pemulung segala macam. Kita kembalikan,"
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Di mana letak permukiman terbengkalai di Jakarta yang diulas dalam video? Baru-baru ini sebuah kawasan di wilayah Jakarta Timur yang terbengkalai terungkap, dengan deretan rumah yang ditinggalkan oleh penghuninya.
-
Kapan Putri Gading meninggal? Kerangka ini ditemukan di Sevilla, Spanyol. Kerangka manusia berusia 5.000 tahun ditemukan di Sevilla, Spanyol.
-
Kapan pengumuman calon wakil presiden Ganjar Pranowo? PDI Perjuangan bersama partai koalisi secara resmi mengumumkan nama bakal calon wakil presiden Mahfud MD untuk mendampingi Capres Ganjar Pranowo, Rabu, 18 Oktober 2023.
Pengenaan pasal korupsi terhadap pelaku jaksa gadungan itu baru pertama kali terjadi dalam kasus pemerasan. Pasal tersebut menyebutkan dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 241, Pasal 422, Pasal 429 atau Pasal 430 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama enam tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 300 juta.
Pasal 220 KUHP menyatakan 'Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.'
Kejaksaan Agung mengeksekusi jaksa gadungan, Erpansyah Nurdiana yang membuat surat panggilan palsu kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Tujuan jadi jaksa gadungan itu untuk memeras.
"Sudah dieksekusi ke Lapas Sukamiskin, Bandung. Putusan sudah berkekuatan hukum tetap dengan kurungan satu tahun enam bulan," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Warih Sadono di Jakarta, seperti dilansir Antara, Kamis (23/3)
Erpansyah Nurdiana yang mengaku sebagai wartawan media Amunisi Jakarta, ditangkap di warung bakso H Yatmin, Kompleks Pertokoan Mitra Bekasi, Jalan Ir H Juanda, Bekasi Timur pada 1 Desember 2016 dengan barang bukti uang Rp 5 juta yang merupakan uang pemerasan.
Semula Erpansyah meminta kepada Kadisdik Sumedang itu senilai Rp 50 juta dengan janji tidak akan melanjutkan pemberkasan dugaan korupsi yang 'dikarang', yakni, pengadaan buku di Dinas Pendidikan Sumedang.
"Sesaat setelah menerima uang tersebut, yang bersangkutan ditangkap oleh tim penyidik dari Satgasus P3TPK pada JAM Pidsus serta menyita uang Rp 5 juta," katanya.
Modus yang dilakukannya membuat surat palsu dengan tanda tangan Gery Yasin, Direktur Penyidikan (Dirdik) Kejagung, surat itu berisikan meminta kepala dinas untuk hadir dimintai keterangan dalam kasus pengadaan buku. "Padahal sebenarnya Direktur Penyidikan saat itu adalah Fadil Zumhana dan penanganan perkara itu juga tidak ada," tandasnya.
(mdk/noe)