Perbudakan modern di Jalan Daendels
Perbudakan itu dilakukan di Tangerang, salah satu wilayah yang dihubungkan oleh Jalan Raya Pos buatan Daendels.
Jalan Raya Pos, yang terbentang dari Anyer hingga Panarukan, adalah saksi bisu perbudakan paling kejam di negeri ini. Dibangun pada 1808 dan selesai hanya dalam waktu setahun, jalan 1.000 km lebih itu dibayar dengan sekitar 12.000 nyawa.
Dengan kata lain, setiap pembangunan 1 km jalan ada 12 nyawa budak melayang. Adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels, yang tangannya berlumur darah.
-
Siapa penemu burjo? Ide jualan burjo pertama kali datang dari seorang pria asal Kuningan, Jawa Barat, yang dikenal dengan nama Salim.
-
Kapan Tangkuban Perahu buka? TWA Gunung Tangkuban Parahu, dibuka setiap hari. TWA Gunung Tangkuban Perahu buka mulai pukul 07.00 pagi hingga 17.00 sore, dengan jam terakhir masuk pukul 16.00.
-
Kapan Buah Lahung berbuah? Faktanya, pohon buah Lahung hanya akan berbuah ketika musim panas datang, maka dari itu buah ini sangat langka dan jarang dijumpai di pasaran.
-
Apa yang dilakukan Burhan untuk para bayi terlantar? Di rumah dua lantai itu, Burhan membesarkan bayi-bayi yang berasal dari sejumlah kota di Tanah Air yang seluruhnya lahir di luar pernikahan yang sah oleh pasangan yang masih muda. Bahkan, salah satu bayi prematur yang kini sudah tumbuh normal, dilahirkan dari seorang anak perempuan berusia 12 tahun dari Jawa Tengah. Dengan dibantu lima orang pengasuh, mereka sabar merawat bayi tersebut, layaknya anak atau keluarga sendiri.
-
Bagaimana Buleng dilakukan? Buleng diawali dengan memperkenalkan judul cerita, dilanjutkan dengan menyebutkan silsilah raja, menggambarkan sekilas keadaan kerajaan, menggambarkan konflik-konflik yang terdapat dalam cerita, lalu diakhiri dengan penjelasan pesan moral yang terkandung dalam cerita.
-
Kapan Curug Bibijilan buka? Curug Bibijilan buka setiap hari mulai pukul 08.00 – 16.00 WIB.
Untuk menembus medan Cadas Pangeran, Sumedang saja, 5.000 orang harus mati di bawah siksaan tentara Daendels. Cambuk dan pukulan siap menghujam ke tubuh para budak pribumi yang memetak pegunungan hanya dengan kapak. Kisah berdarah itu pernah dituliskan Pramoedya Ananta Toer lewat buku 'Jalan Raya Pos, Jalan Daendels' (2005).
Dua abad berlalu dan makin majunya peradaban manusia, ternyata tak juga bisa membuat negeri ini lepas dari perbudakan. Tidak sekejam Daendels memang. Namun, kisah 25 buruh pabrik kuali yang disekap, disiksa dan tidak digaji selama berbulan-bulan di Kabupaten Tangerang, Banten, cukup untuk menyebut tindakan itu sebagai perbudakan.
Ya, perbudakan itu dilakukan di Tangerang, salah satu wilayah yang dihubungkan oleh Jalan Raya Pos buatan Daendels.
"Kami mandi jarang, kalau mandi juga pakai sabun krim cuci piring (sabun colek), kerjanya nggak enak, kaya budak. Saya dikasari, dipukul, tidak dikasih makan. Saya tidak akan kerja di sana lagi," kata Andi asal Lampung Utara, buruh yang lolos, dari penyekapan.
Memang tidak ada buruh yang tewas dalam perbudakan di Tangerang itu. Namun, masih munculnya perbudakan di tengah dunia yang katanya sudah modern ini, seakan sama tragisnya dengan kisah nyawa yang memang gampang melayang di zaman penjajahan dulu.
Meski perbudakan sudah terungkap dari penuturan sejumlah buruh yang lolos, keluarga pemilik pabrik, Yuki Irawan, tetap membantah adanya kekerasan tersebut.
"Enggak ada itu namanya penyekapan, orang semua baik-baik saja. Masalah handphone disita, itu agar para karyawan fokus bekerja," ujar kuasa hukum Yuki, Tety Machyawaty kemarin.
Apapun sangkalannya, kini pemilik pabrik harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Perbuatan perbudakan yang tentu tidak mungkin dia lakukan, kalau bisa merasakan bagaimana pahitnya diperbudak.
Ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden AS ini, barangkali penting dicamkan oleh sang pemilik pabrik kuali: "As I would not be a slave, so I would not be a master."
(mdk/ren)