Peringatan 19 Tahun Bom Bali, Ini Harapan Para Korban
Peristiwa Bom Bali di Legian, Kuta, Badung, Bali kembali diperingati, Selasa (12/10). Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Boy Rafli Amar hadir langsung dalam peringatan 19 tahun aksi teror itu.
Peristiwa Bom Bali di Legian, Kuta, Badung, Bali kembali diperingati, Selasa (12/10). Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Boy Rafli Amar hadir langsung dalam peringatan 19 tahun aksi teror itu.
Sejumlah pejabat hadir di Monumen Bom Bali di Jalanan Legian sejak sore. Warga dan korban peristiwa itu pun datang ke sana.
-
BRImo apa? Melihat perubahan kebiasaan ini, Bank Rakyat Indonesia (BRI) pun berinovasi dengan memperkenalkan layanan perbankan digital BRImo yang diluncurkan pada 2019 lalu.
-
Kapan Angga pindah ke Boyolali? Pindah dari Jakarta ke Boyolali pada tahun 2004, Angga mengaku sekeluarga tinggal di bekas kandang kambing milik kakeknya.
-
Apa ciri khas Sego Tempong Boyolali? Di Boyolali, makanan Sego Tempong sudah diadaptasi sesuai dengan lidah warga Jateng. Uniknya lagi, lauk sego tempong di salah satu warung makan di Boyolali itu adalah iga sapi yang pedas.
-
Kapan BPS dibentuk? Sejarah BPS dimulai pada tahun 1960, ketika Biro Pusat Statistik didirikan.
-
Kapan Ki Joko Bodo meninggal? Pada 22 November 2022, ia tutup usia di usia 58 tahun.
-
Kapan BBNKB dikenakan? BBNKB berlaku bila seseorang melakukan transaksi jual beli mobil bekas dan akan dikenakan biaya balik nama sehingga kendaraan tersebut memiliki nama sesuai dengan pemilik atau pembelinya.
Boy Rafli menyampaikan, saat tragedi Bom Bali 19 tahun silam sebanyak 200 lebih korban meninggal dunia dan ada ratusan yang mengalami luka berat dan ringan.
"Intinya momen yang kita hadiri untuk mengingatkan kepada kita semua bahwa kejahatan terorisme sebagai kejahatan kepada nilai-nilai kemanusiaan adalah sebuah peristiwa yang tentu kita harapkan tidak terulang kembali di massa yang akan datang," kata Boy.
"Oleh karenanya, narasi-narasi yang kita bangun bagaimana kita sama-sama bergandengan tangan, bersama-sama bekerja, berkolaborasi, segala potensi ancaman yang ada berkaitan benih-benih lahirnya kejahatan terorisme harus kita upayakan agar dapat kita antisipasi," imbuhnya.
Ia juga menyatakan, ada program mitigasi yang perlu dilakukan bersama-sama antarunsur kementerian, lembaga dengan masyarakat, serta dengan para tokoh. Peristiwa kekerasan berdarah di masa lalu ini dapat dijadikan modal bagi semuanya untuk membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik.
"Jauh dari segala kekerasan, jauh dari segala ingin untuk menyakiti satu sama lainnya. Karena bagaimanapun kekerasan apakah itu disengaja atau tidak disengaja, yang jelas adalah membawa bencana terhadap kemanusiaan,"
"Oleh karena itu, semangat hari ini adalah bagaimana kita terus berkolaborasi dan bersinergi mengantisipasi sekecil apa pun potensi ancaman kejahatan terorisme. Harus kita bersama-sama untuk mengeliminasi segala potensi yang mungkin timbul dalam masyarakat," ungkapnya.
Menurutnya, seluruh elemen masyarakat terus melakukan update identifikasi segala bentuk potensi ancaman terorisme. Tentunya, juga memerlukan dukungan dari masyarakat dan semua pihak bahwa kejahatan seperti ini bisa menimpa kepada siapa saja.
"Bisa mengakibatkan siapa saja turut serta menjadi pelaku tanpa disadari. Oleh karena dalam membangun kesadaran, membangun kewaspadaan, membangun kepedulian masyarakat peringatan-peringatan seperti ini harus dijadikan modal untuk mewujudkan kekuatan itu. Sehingga, negara, pemerintah dan masyarakat tidak boleh kalah dengan kejahatan terorisme yang mengedepankan cara-cara kekerasan itu," ujar Boy.
Sementara, Suyanto salah satu korban saat tragedi mengerikan itu menyampaikan bahwa dirinya saat peristiwa Bom Bali 1 saat itu sedang bekerja di Sari Club.
"Dan yang cedera bagian gendang telinga saya pecah dan saya mendapat pertolongan untuk dioperasi hingga ke rumah sakit di Australia," ujarnya.
Ia juga menyampaikan, pada momen ini mewakili teman-teman korban lainnya menyampaikan beberapa harapan dan rasa terima kasihnya.
Pertama, para korban langsung Bom Bali mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Bapak Presiden Joko Widodo, yang sudah memberikan hak kompensasi.
"Kami sebagai warga negara Indonesia yang menjadi korban terorisme pada bulan Desember tahun 2020 yang lalu. Walau dengan penantian yang panjang hingga 18 tahun akhirnya kami sebagai korban terorisme masa lampu bisa menerima hak kompensasi," ungkapnya.
"Kami juga mengucapkan terima kasih kepada tim Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai satu lembaga negara yang sudah membantu kami korban terorisme masa lampau untuk mendapatkan bantuan dari negara Indonesia," jelasnya.
Selain itu, ia juga menyampaikan, harapan dirinya dan dari korban langsung untuk LPSK dan BNPT, kiranya tetap memberikan bantuan layanan kesehatan kepada para korban Bom Bali.
"Hingga sampai hari ini masih tetap memerlukan bantuan layanan kesehatan untuk secara kontinu melakukan check up terhadap bagian organ tubuh kami yang terluka pada saat itu. Hingga hari ini, walaupun 19 tahun sudah berlalu kami masih tetap melakukan control organ tubuh yang cedera pada waktu itu, mengingat luka yang sangat dalam. Kami tidak tahu sampai kapan bagian tubuh kami yang diberi transplantasi bisa kami pakai, untuk itu kami mohon dapat diberikan hingga batas usia kami kelak," ujarnya.
Selain itu, dirinya juga meminta kepada Gubernur Bali atau Pemerintah Provinsi Bali dan jajarannya untuk tetap dapat memberikan bantuan atau layanan.
"Kami juga berharap, kiranya BNPT dan LPSK dapat membantu menyelesaikan persoalan psikologi untuk anak-anak kami yang dahulu masih kecil dan sekarang sudah menjadi dewasa untuk dapat diberikan bantuan konsultasi bersama-sama sehingga mereka juga bisa hidup dengan mental yang lebih baik. Demikian harapan dan ungkapan terima kasih kami dari para korban langsung Bom Bali. Terima kasih," ujar Suyanto.
Densus 88 Antiteror
Pada kesempatan itu, Boy Rafli juga merespons pernyataan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon yang ingin Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror dibubarkan. Dia menyatakan, bahwa pasukan ini tetap dibutuhkan.
"Iya, tentunya dalam sistem penanggulangan terorisme, penegak hukumnya harus dilaksanakan oleh densus. Densus kan harus tetap dibutuhkan dalam konteks penegakan hukum kejahatan terorisme. Nanti, kalau dibubarkan yang melaksanakan penegakan hukumnya siapa," kata Boy.
Boy berharap Densus 88 tetap eksis untuk mencegah terorisme. "Iya, sebaiknya tetap berjalan, karena sistemnya mengatur dalam Undang-undang kita seperti itu. Seperti kami, di BNPT, kita banyak fokus di bidang pencegahan, kerja sama, koordinasi dalam konteks penanggulangan yang berbasis penuh kepada pembangunan kesejahteraan, membangun kesadaran masyarakat agar waspada. Yang menyidik kejahatan terorisme tetap Densus 88," ujarnya.
Sementara, Suyanto yang pernah menjadi korban tindak pidana terorisme menyatakan sangat tidak setuju dengan pembubaran Densus 88."Saya juga mewakili korban sangat tidak setuju. Bahkan kalau bisa otoritas Densus 88 itu diberi kewenangan lebih daripada sekarang," sebutnya.
Baca juga:
12 Oktober: Peringatan 19 Tahun Pasca Peristiwa Bom Bali 1, Ini Kisahnya
Mas Jack, Dulu Perakit Bom Anak Buah Dr Azhari Sekarang Penjual Soto
Dulunya Perakit Bom Bali, Pria Sukoharjo Ini Kini Jualan Soto
36 Korban Bom Bali I dan II Terima Kompensasi Total Rp7,8 Miliar
Hari Pertama Pemerintahan Joe Biden, AS Dakwa Hambali Atas Kasus Bom Bali
Terduga Teroris Bom Bali I Ditangkap Setelah 18 Tahun Buron