Petani Sawit di Jambi Kecewa Divonis Bui Buntut Gajah Mati di Pagar Listrik: Saya Seolah Penjahat Padahal SOP Tak Ada
Petani tersebut merasa dizalimi. Sebab kebun sawit itu sangat penting dia jaga karena menjadi mata pencariannya untuk menafkahi keluarga.
Pengadilan Negeri Tebo memvonis terdakwa Nazori satu tahun empat bulan atas pembunuhan satwa yang dilindungi gajah Sumatera bernama Umi di Desa Bukit Pemuatan, Kecamatan Serai Serumpun, Kabupaten Tebo, Jambi. Gajah itu tewas usai tersengat pagar aliran listrik di perkebunan milik Nazori.
Ketua Majelis Hakim, Andi Barkan Mardianto menyatakan terdakwa terbukti dan meyakinkan secara sah bersalah telah dengan sengaja membunuh seekor satwa gajah.
- Dua Pelaku Penganiayaan Santri di Kediri hingga Tewas Divonis 15 Tahun Penjara
- Dipicu Dendam, Seorang Santri di Palangka Raya Bunuh Ustazah
- Pilu Petani di Subang Dapati 200 Hektare Sawahnya Mati Mengering, Ternyata Hama Ini Penyebabnya
- Pastikan Pupuk Subsidi Aman, Mentan Amran Dorong Petani Konawe Wujudkan Swasembada
Dia dijerat dengan Pasal 21 Ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 ayat (2) UU RI Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nazori berupa pidana penjara selama 1 tahun tahun dan 4 bulan penjara dan pidana denda sebesar Rp 50 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana penjara selama satu bulan," kata hakim, Selasa (10/12).
Atas vonis tersebut, Nazori masih pikir-pikir akan mengajukan banding atau tidak.
"Kita pikir-pikir, kita akan melakukan berembuk bersama keluarga," katanya saat diwawancarai di Pengadilan Negeri Tebo.
Semata-mata Ingin Melindungi Diri dan Kebunnya dari Ancaman Gajah Liar
Dia pribadi merasa keberatan atas vonis tersebut. Dia menilai hakim hanya menerapkan pasal berkaitan dengan unsur kesengajaan, padahal katanya, kejadian itu tidak disengaja.
"Saya dinilai seolah-olah penjahat, tapi saya untuk membela diri dan membela kebun saya, karena jalan satu-satunya, untuk mengatasi satwa gajah saja. Sehingga dengan cara memasang kawat listrik dan mayoritas warga di dalam itu memasang kawat listrik, kalau pakai pagar kayu tidak bisa," ujarnya menjelaskan.
Dia menambahkan, warga juga tak mendapatkan sosialisasi perihal boleh tidaknya pemasangan kabel listrik di kebun.
"SOP-nya tidak ada, di situ saya merasa saya dizolimi. Tidak ada BKSDA sosialisasi," ujarnya.
Di satu sisi, dia menyebut kebun sawit itu sangat penting dia jaga karena menjadi mata pencariannya untuk menafkahi keluarga.
"Jadi kami berharap kepada pihak terkait untuk mencari solusi terhadap konflik gajah dan manusia agar tak terulang lagi," tutupnya.