Pintu masuk TNI ikut perangi terorisme semakin terbuka lebar
Pintu masuk TNI ikut perangi terorisme semakin terbuka lebar. Keterlibatan TNI dalam memberantas tindak pidana terorisme akan dirinci dalam Peraturan Presiden (Perpres), bukan dalam revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.
Pro kontra keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pemberantasan tindak pidana terorisme hampir memasuki babak akhir. Pemerintah dan DPR memberi sinyal kuat untuk menyiapkan jalan bagi TNI turun tangan melawan segala bentuk terorisme.
Keterlibatan TNI dalam memberantas tindak pidana terorisme akan dirinci dalam Peraturan Presiden (Perpres), bukan dalam revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Kapan TNI dibentuk secara resmi? Sehingga pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
-
Dimana serangan teroris terjadi? Serangan tersebut terjadi di gedung teater Crocus City Hall yang berlokasi di Krasnogorsk, sebuah kota yang terletak di barat ibu kota Rusia, Moskow.
-
Bagaimana cara mencegah tindakan terorisme? Cara mencegah terorisme yang pertama adalah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengetahuan tentang ilmu yang baik dan benar ini harus ditekankan kepada siapa saja, terutama generasi muda.
-
Kenapa prajurit TNI mengamankan 'penyusup' tersebut? Salah satu tugas prajurit TNI adalah menjaga segala macam bentuk ancaman demi kedaulatan dan keselamatan bangsa Indonesia.
-
Di mana ledakan gudang amunisi TNI terjadi? Lokasi ledakan Gudang Amunisi Daerah (Gudmurad) Desa Ciangsana, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (30/3) lalu menyisakan pertanyaan.
"Kita tidak merinci (keterlibatan TNI) di dalam UU pemberantasan terorisme ini melainkan kita memberikan aturan yang jelas tentang pelibatannya," kata Ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Muhammad Syafi'i di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (15/9).
Keterlibatan detil TNI dalam memerangi terorisme sengaja tidak dirinci dalam revisi UU Terorisme karena khawatir terjadi tumpang tindih aturan. Sebab, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia di pasal 7 ayat 1 dan 2 sudah mengatur keterlibatan TNI dalam memberantas teroris.
"Kita tadi sepakat dengan Pak Menteri (Wiranto) agar amanat dari Pasal 7 ayat 2 itu, pemerintah segera mengeluarkan Perpres untuk merinci bagaimana dan kapan operasi pelibatan TNI dalam penanggulangan teroris," ucapnya.
Keterlibatan TNI ini didasari karena Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Polri tidak bisa bekerja sendirian. Sehingga diperlukan sinergisitas dengan bantuan TNI.
Di bawah Kemenko Polhukam, BNPT sebagai leading sector didorong secara cepat bersinergi dan memberi porsi kepada kementerian/lembaga terkait masalah melawan terorisme. Termasuk pada TNI.
"Karena melawan terorisme enggak bisa hanya oleh satu lembaga atau institusi. BNPT sendiri enggak bisa, karena yang kita hadapi adalah suatu aksi yang bersifat total maka yang kita kerahkan harus sama," ujar Menko Polhukam Wiranto.
Mantan Panglima ABRI ini menambahkan, revisi UU Terorisme memberikan ruang cukup luas kepada TNI dan Polri untuk bermanuver memberantas terorisme. Namun Wiranto mengingatkan agar penindakan terorisme tetap memperhatikan prosedur.
"Yang penting jangan langkahi prosedur. Yang penting tugas pokok dapat dilaksanakan karena melawan terorisme dia enggak pakai aturan," tegasnya.
Revisi UU ini sudah memasuki tahap finalisasi. Syafi'i mengklaim konten draft revisi UU tersebut sudah selesai dibahas. Namun, draft revisi UU tersebut belum bisa didorong ke sidang Paripurna DPR.
"Kalau konten sudah 100 persen tapi penyusunan konstruksi pasalnya itu 90 persen," jelas Syafi'i.
Dia memprediksi, konstruksi pasal dalam revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme rampung pada awal Desember 2017. Setelah rampung, Panja langsung menyodorkan draft itu ke Paripurna DPR. "Jadi awal Desember ini sudah diparipurnakan," ucapnya.
Dorongan peran militer turut langsung melawan terorisme disampaikan langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selain Kepala Negara, sejumlah pihak juga mendukung dilibatkannya TNI memerangi terorisme. Asal, peran TNI dan Polri dalam pemberantasan terorisme tidak tumpang tindih.
Dalam revisi UU Terorisme tersebut, Jokowi meminta TNI dimasukkan dalam payung hukum. Sehingga nantinya TNI dapat ikut menanggulangi aksi terorisme.
"Berikan kewenangan TNI untuk masuk di dalam RUU ini. Tentu saja dengan alasan-alasan yang saya kira Menkopolhukam udah siapkan untuk ini," kata Jokowi, Juni 2017.
Kolaborasi TNI dan Polri mencegah praktik terorisme dipandang sangat penting. Pimpinan DPR setuju usulan pemerintah melibatkan tentara dalam pencegahan terorisme.
"Karena TNI dan Polri ini memang (dibutuhkan untuk mencegah dan memberangus pelaku terorisme), kita sama-sama, betul-betul (tahu) masalah terorisme merupakan ancaman bersama dan harus kita tumpaskan," kata Ketua DPR Setya Novanto.
(mdk/noe)