PKS Kritik Rencana Menag Jadikan KUA Tempat Pernikahan Semua Agama: Ahistoris dan Bisa Picu Disharmoni
HNW menjelaskan, rencana tersebut tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia.
HNW menyebutkan rencana tersebut bisa menimbulkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non Muslim serta bisa menimbulkan inefisiensi prosedural.
- Pengertian Nikah Menurut Islam Hingga Syarat dan Maharnya yang Perlu Diketahui
- Syarat Terpenuhi, Komjen Purn Dharma Pongrekun jadi Satu-Satunya yang Maju Pilkada DKI Jalur Independen
- Hormati Keputusan KPU, PKS Beri Catatan dan Kritisi Proses Pemilu
- Resepsi Pernikahan Bareng Pelantikan KPPS, Wanita Ini Pakai Busana Pengantin Adat ke Balai Desa Banyuwangi
PKS Kritik Rencana Menag Jadikan KUA Tempat Pernikahan Semua Agama: Ahistoris dan Bisa Picu Disharmoni
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, mengkritik rencana Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang ingin menjadikan pencatatan nikah seluruh agama terpusat di Kantor Urusan Agama (KUA).
HNW sapaan akrabnya menjelaskan, rencana tersebut tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia dan aturan yang berlaku termasuk amanat UUD 1945.
Bahkan bisa menimbulkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non Muslim serta bisa menimbulkan inefisiensi prosedural.
"Usulan Menag itu jadi ahistoris dan bisa memicu disharmoni ketika pihak calon pengantin non Muslim diharuskan pencatatan nikahnya di KUA yang identik dengan Islam,” kata HNW dalam keterangannya, Selasa (27/2).
“Faktor sejarah terkait pembagian pencatatan pernikahan itu harusnya dirujuk, agar niat baik Menag tidak malah offside atau melampaui batas. Apalagi soal menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah bagi semua agama yang berdampak luas dan melibatkan semua umat beragama belum pernah dibahas dengan Komisi VIII DPR-RI,”
sambungnya.
merdeka.com
Anggota DPR RI Fraksi PKS ini menjelaskan, asal muasal KUA adalah institusionalisasi dari jabatan penghulu yang jauh sebelum kemerdekaan Indonesia sudah bertugas mencatatkan pernikahan dan urusan keagamaan lainnya bagi warga Muslim.
Adapun bagi non Muslim, lanjutnya, dicatatkan langsung kepada Pemerintah melalui dinas Pencatatan Sipil (Capil), dalam rangka toleransi dan menghargai keragaman umat beragama, dan juga untuk memudahkan mereka baik secara psikologis maupun sosial.
“Secara mendasar, hal itu sesuai ketentuan Pasal 29 UUD NRI 1945 yang jelas mengamanatkan Negara untuk menjamin agar tiap penduduk dapat beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing,” kata dia.
HNW menjabarkan, berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 34 Tahun 2016, Kantor Urusan Agama Kecamatan merupakan unit pelaksana Teknis pada Kementerian Agama, berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
Dia merasa heran lantaran usulan Menteri Agama agar KUA juga mengurusi pencatatan nikah semua agama, disampaikan juga pada Raker Ditjen Bimas Islam.
"Sangat disayangkan di Forum Raker dengan Bimas Islam yang harusnya mengutamakan pembahasan peningkatan layanan untuk masyarakat Islam, justru digunakan untuk membahas yang bukan lingkup tugas dan tanggung jawab Bimbingan Masyarakat Islam”
ujar HNW.
merdeka.com
Politikus senior PKS itu menilai, KUA identik dengan Umat Islam, sehingga akan menimbulkan beban psikologis serta ideologis bagi Non Muslim jika harus mengurus pernikahan ke KUA.
"Di tengah fenomena banyaknya perzinahan dan kasus penyimpangan seksual lainnya, Pemerintah harusnya memudahkan pernikahan sesuai UU Pernikahan, baik melalui peningkatan layanan, perampingan syarat administratif, pemenuhan hak KUA dan sebagainya, bukan justru mengubah aturan yang tidak hanya mempersulit kinerja KUA,“ kata dia.
“Saya dan Fraksi PKS mendesak agar Menag lebih fokus pada maksimalisasi peran dari Bimas Islam khususnya KUA,” pungkasnya.