Polisi Beberkan Kendala Kasus Tewasnya Mahasiswa UI Akseyna, Begini Reaksi Keluarga
Polisi Beberkan Kendala Kasus Tewasnya Mahasiswa UI Akseyna, Begini Reaksi Keluarga
Kakak Akseyna Ahad Dori alias Ace (19), Arfilla Ahad Dori buka suara soal kendala yang dialami Polres Metro Depok
- Selain Belasan Polisi, 10 Warga Sipil Diperiksa terkait Kasus 7 Mayat Remaja di Kali Bekasi
- 9 Tahun Masih Jadi Misteri, Ini Fakta Terbaru Temuan Polisi Terkait Kematian Akseyna Ahad Dori di Danau UI
- Pengakuan Polisi, Ini Penyebab Kasus Kematian Akseyna Mahasiswa UI Masih Misteri Selama 9 Tahun
- Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Dipanggil Polisi Besok: Saya Yakin Ini Orderan!
Polisi Beberkan Kendala Kasus Tewasnya Mahasiswa UI Akseyna, Begini Reaksi Keluarga
Polisi mengakui ada kendala dalam mengungkap kasus meninggalnya Akseyna Ahad Dori mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Indonesia (UI) delapan tahun silam di Danau Kenanga, UI, Depok, Jawa Barat.
Kakak Akseyna Ahad Dori alias Ace (19), Arfilla Ahad Dori buka suara soal kendala yang dialami Polres Metro Depok yang menjadi tantangan untuk memburu pelaku pembunuhan adiknya.
"Kalau terkait gap penemuan jenazah, kami juga menyadari ada fakta tersebut yang akhirnya menyulitkan penyelidikan. Itu juga jadi hal yang sangat kami sayangkan dan kami kecewa,” kata Arfilla saat dihubungi merdeka.com, dikutip Sabtu (29/6)
Namun demikian, menurut Arfilla, kendala itu seharusnya bisa dicegah dengan beberapa tindakan. Pertama, pihak kampus yang seharusnya segera melaporkan ke keluarga ketika menyadari Akseyna sudah tidak masuk kuliah.
"Artinya, UI tahu bahwa ada anak didiknya yang hilang, tapi tidak melakukan tindakan apapun. Tidak menghubungi keluarga, tidak melaporkan pada polisi. Padahal kampus punya nomor kontak keluarga dari mahasiswa mereka,"
ujarnya.
merdeka.com
"Akhirnya keluarga pun cari info tentang Akseyna dengan inisiatif dan usaha sendiri, dari Jogja ke Depok didorong feeling ayah sebagai orang tua. Jadi bisa disimpulkan, ada kelalaian dari pihak UI di sini," tambah Arfilla.
Padahal, Arfilla menyebut seandainya pihak kampus bergerak cepat melaporkan ada mahasiswa yang hilang kontak. Dia menyebut, proses identifikasi jenazah akan jauh lebih cepat karena jeda waktu yang relatif lebih singkat.
"Ketika jenazah ditemukan sampai teridentifikasi, ada jeda kurang lebih 4 hari. Polisi juga sempat mengatakan ada penanganan prosedur yang tidak tepat. Waktu ditemukan, sudah banyak orang di lokasi jenazah ditemukan (sterilisasi TKP kurang)," tuturnya.
Selain itu, Arfilla mengkritik terkait keseriusan pada awal penyelidikan kepolisian yang sempat menyebut adiknya korban bunuh diri. Padahal, kondisi jenazah Akseyna lengkap seluruh bagian tubuh.
"Bahkan yang mengidentifikasi jenazah Akseyna pertama kali adalah ayah sendiri setelah datang sendiri ke RS Polri dan Polsek Beji. Kalau Ayah tidak ke sana, mungkin sampai sekarang juga tidak akan teridentifikasi," ucap dia.
"Dosen UI dan polisi di awal kasus juga malah secara gegabah menyebut kasus ini ke bunuh diri, padahal data dan fakta lapangan tidak demikian. Jelas-jelas banyak kejanggalan. Simpang siur ini kan juga berdampak ke penanganan kasus di awal," tambah dia.
Oleh sebab itu, Arfilla mengamini kendala jeda waktu penemuan jenazah dan identifikasi. Namun semua itu tidak terlepas dari kelalaian pihak kampus dan kepolisian yang saling berkaitan dalam penanganan kasus ini.
“Semestinya UI dan polisi melakukan usaha yang lebih ekstra lagi untuk menutup 'kelalaian' penanganan kasus Akseyna di awal-awal. Nggak bisa hanya berlindung di balik kalimat 'kasusnya sulit karena ada jeda penemuan jenazah dan identifikasi’,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Arfilla mendesak agar pihak kepolisian bisa mengungkap kasus ini dengan benar. Sebagai hutang negara untuk keluarga Akseyna yang sampai saat ini masih mencari keadilan untuk pembunuhan korban.
Kapolres Metro Depok, Kombes Pol Arya Perdana membeberkan kendala yang dihadapi penyidik untuk mengejar siapa pelaku dibalik kasus kematian Akseyna yang masih menyimpan tanda tanya.
“Penanganan awalnya terkendala pada pengenalan korban. Korban ditemukan sudah mulai membusuk di danau. artinya kurang lebih meninggalnya dua hari sebelumnya,” kata Arya saat dihubungi Kamis (27/6).
Menurut Arya, dalam perjalanan kasus selama proses penyelidikan sejak Kamis (26/3/2015) silam. Petugas sempat kesulitan untuk mengetahui identitas dari jenazah Akseyna akibat dari pembusukan.
“Karena sidik jari tidak dapat menunjukkan identitasnya (perubahan karena membesarnya seluruh organ tubuh yang sudah mulai membusuk)
Di sisi lain tidak ada pembanding sidik jari saat korban ditemukan,” ujarnya.
Baru setelah empat hari sejak jasad Akseyna ditemukan, orang tua korban mengenali jasadnya. Maka sekira butuh enam hari bagi petugas untuk mencari tahu identitas resmi dari korban
“Jadi 6 hari sejak kematian korban sampai dikenali nya korban ini menjadi obstacle yang membuat kerja penyidik menjadi sulit untuk mengungkap kejadian dari TKP yang ada,” tuturnya.
Tidak cuma soal kondisi jasad yang membuat lama proses identifikasi, tetapi ada juga faktor kondisi tempat kejadian perkara (TKP) yang selama enam hari itu telah berubah dan tidak adanya CCTV di lokasi.
“Dalam waktu 6 hari sudah asa perubahan TKP Sudah banyak barang bukti yang tidak ada posisi TKP juga sudah pasti tidak sama sesuai dengan posisi awal,” jelasnya.
“Di sisi lain kita tidak bisa menemukan CCTV di UI yang menunjukkan korban dibunuh di wilayah danau atau di bawa ke arah danau,” tambah Arya.