Puspom TNI dan KPK Sita 2 Boks dan 1 Koper dari Kantor Basarnas, Ini Isinya
Puspom TNI dan KPK menggeledah kantor Basarnas selama tujuh jam.
Ada dua boks dan satu koper diangkut penyidik Puspom TNI dan KPK dari kantor Basarnas.
Puspom TNI dan KPK Sita 2 Boks dan 1 Koper dari Kantor Basarnas, Ini Isinya
Penyidik Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI dan KPK mengangkut dan menyita dua boks dan satu koper berisi barang bukti setelah menggeledah Kantor Badan Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) selama tujuh jam. Barang bukti tersebut disita untuk keperluan penyidikan kasus suap terhadap Kepala Basarnas Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm. Afri Budi Cahyanto serta tiga warga sipil. Mereka diduga terlibat suap pengadaan alat pendekteksi korban reruntuhan di Basarnas.
- Puspom TNI Serahkan Pejabat Basarnas ke Oditur Militer Terkait Kasus Suap Kabasarnas
- Potret KPK-TNI Akur, 7 Jam Geledah Kantor Basarnas Bareng-Bareng Bawa 2 Boks & 1 Koper
- Berjam-jam Puspom TNI dan KPK Geledak Kantor Basarnas
- Kepala Basarnas Menyerahkan Diri ke Puspom TNI: Saya akan Bertanggung Jawab
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono menjelaskan, barang bukti yang disita dua tim penyidik itu berupa bukti transaksi pencairan cek.
Kemudian, laporan keuangan pengadaan pendeteksian korban reruntuhan, surat-surat penting lainnya tentang pengadaan barang dan jasa Basarnas Tahun 2023.
Selain barang bukti tersebut, penyidik juga menyita rekaman CCTV di Basarnas terkait penanganan kasus suap yang melibatkan HA.
Penyidik Puspom TNI dan KPK menggeledah Kantor Basarnas pada Jumat (4/8) sejak pukul 10.00 WIB dan rampung pada pukul 17.00 WIB.
Sebanyak 22 penyidik Puspom TNI dan delapan penyidik KPK memeriksa dan menggeledah semua ruangan di Kantor Basarnas yang diyakini terkait dengan kasus suap HA.
“Selesai penggeledahan, kedua tim penyidik dari Puspom TNI dan KPK tersebut membawa 2 boks dan 1 koper barang bukti yang selanjutnya dibawa ke masing-masing kantor penyidik baik ke Puspom TNI maupun ke KPK setelah dibuatkan berita acara penyitaannya,”
kata Julius, dilansir dari Antara, Sabtu (5/8).
merdeka.com
Menurut Julius, penggeledahan bersama-sama oleh Puspom TNI dan KPK itu menunjukkan sinergitas dua lembaga dalam mengungkap kasus suap di Basarnas yang saat ini telah memiliki 5 orang tersangka, yaitu dua prajurit TNI sebagai penerima suap dan tiga warga sipil sebagai pemberi suap. Puspom TNI pada akhir bulan lalu (31/7) menetapkan HA dan ABC sebagai tersangka kasus suap pengadaan alat-alat di Basarnas. Komandan Puspom TNI Marsekal Muda TNI Agung Handoko menjelaskan penetapan tersangka dua perwira aktif TNI itu berdasarkan hasil pemeriksaan kepada mereka dan para saksi dari pemberi suap.
“Penyidik Puspom TNI meningkatkan tahap penyelidikan kasus ini ke tingkat penyidikan dan menetapkan kedua personel TNI tersebut atas nama HA dan ABC sebagai tersangka,”
kata Danpuspom TNI yang memberi keterangan kepada media bersama Ketua KPK Firli Bahuri.
merdeka.com
HA dan ABC pada hari yang sama saat mereka ditetapkan sebagai tersangka langsung ditahan di Instalasi Tahanan Militer milik Puspom TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Hasil pemeriksaan terhadap ABC, Puspom TNI menemukan pemberi suap, MR atau Marilya alias Bu Meri menyerahkan uang hampir Rp1 miliar, tepatnya Rp999.710.400 kepada ABC pada 25 Juli 2023 di parkiran Bank BRI Mabes TNI AL, Jakarta. “Sepengakuan ABC, uang tersebut adalah profit sharing atau pembagian keuntungan dari pekerjaan pengadaan alat pencarian korban reruntuhan yang telah selesai dikerjakan oleh PT Intertekno Grafika Sejati,” kata Marsda Agung. PT Intertekno Grafika Sejati merupakan pemenang tender pengadaan alat dari Basarnas. MR dalam kasus itu merupakan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati.
Menurut Danpuspom, profit sharing hanya istilah dari pribadi ABC untuk memperhalus bahasa suap.
“ABC menerima uang sejumlah Rp999.710.400 dari Sdri. Marilya atas perintah Kabasarnas atas nama HA. Perintah itu ABC terima pada 20 Juli 2023 dan disampaikan secara langsung,” kata dia.
Marsda Agung melanjutkan dua prajurit TNI itu diyakini melanggar Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.