Ramai Kasus Pasien Anak Cuci Darah, Ini Beda Sukrosa dan Laktosa di Minuman Kemasan
Puluhan pasien anak menjalani proses cuci darah atau hemodialisis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Puluhan pasien anak menjalani proses cuci darah atau hemodialisis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Banyak yang menyebut kasus ini terjadi akibat anak-anak mengonsumsi minuman kemasan dengan kadar sukrosa dan laktosa yang tinggi.
- Kasus Dugaan Bayi Tertukar di RS Cempaka Putih, Dinkes DKI Janji Tindak Tegas Tenaga Medis Jika Terbukti Lalai
- 20 Anak Cuci Darah di RSHS Bandung, Sebagain Pasien Dirujuk ke Rumah Sakit Daerah
- IDAI Jelaskan Bahwa Tidak Ada Lonjakan Kasus Gagal Ginjal Anak
- Ibunda Dirawat di Rumah Sakit, Aksi Pria Beri Kejutan Datang Menjenguk dari Bekasi-Cirebon Ini Bikin Haru
Hemodialisis merupakan proses untuk menyaring limbah dan air dari darah. Prosedur pencucian darah menggunakan mesin khusus ini dilakukan pada pasien yang mengalami gagal ginjal.
RSCM mengungkapkan, anak-anak yang menjalani cuci darah tersebut merupakan pasien gagal ginjal rujukan dari luar Jawa.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso menyebut, sekitar 1 dari 5 anak Indonesia berusia 12-18 tahun berpotensi mengalami kerusakan ginjal. Kondisi ini disebabkan gaya hidup kurang sehat.
Melihat data tersebut, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mendorong pengawasan ketat terhadap makanan dan minuman yang beredar di masyarakat.
Menurut dia, banyaknya anak-anak yang mengonsumsi makanan dan minuman dengan kandungan gula, garam, dan lemak berlebih menjadi salah satu penyebab gangguan ginjal pada anak.
"Penting segera ada sosialisasi gejala sebelum terganggu ginjalnya dan cuci darah, kemudian konsumsi air putih yang perlu diperhatikan, mengurangi konsumsi zat berpemanis buatan, garam dan lemak," kata Jasra Putra, pada Jumat (26/7) lalu.
Sukrosa dan Laktosa
Sukrosa dan laktosa masih terdengar asing di telinga masyarakat Indonesia. Namun, jika kita melihat pada kemasan makanan dan minuman, sukrosa dan laktosa selalu muncul.
Dihimpun dari berbagai sumber, sukrosa dan laktosa memiliki perbedaan. Sukrosa merupakan gula pasir yang terdiri dari glukosa dan fruktosa. Glukosa disimpan tubuh untuk diubah menjadi energi, sedangkan fruktosa akan diubah menjadi lemak.
Sukrosa dapat ditemukan pada berbagai buah, sayuran, dan biji-bijian. Sukrosa juga ditambahkan pada berbagai makanan seperti permen, es krim, sereal, makanan kaleng, serta soda, dan minuman manis.
Sementara, laktosa adalah salah satu jenis karbohidrat utama yang secara alami ditemukan di dalam ASI. Laktosa berfungsi sebagai sumber energi untuk otak. Rasa manis gula laktosa lebih rendah dibandingkan sukrosa.
Laktosa bisa ditemukan pada susu dan produk olahannya, seperti yoghurt, keju, dan es krim. Sama seperti sukrosa, laktosa juga merupakan disakarida.
Mana yang Lebih Baik untuk Anak?
Gula jenis laktosa dinilai lebih baik dibandingkan sukrosa. Sebab, laktosa merupakan jenis karbohidrat utama. Pada pertumbuhannya, anak membutuhkan asupan karbohidrat yang cukup sejak kecil.
Bahaya Sukrosa
Ada sejumlah bahaya yang bisa dialami jika mengonsumsi sukrosa secara berlebihan. Di antaranya, obesitas, kekurangan gizi, gangguan tumbuh kembang, hingga gigi mudah berlubang.
Sementara untuk laktosa dikenal dengan intoleransi laktosa. Kondisi ini menunjukkan tubuh seseorang tidak mampu mencerna gula alami dalam susu sapi dan produk olahannya.
Intoleransi laktosa dinilai tidak berbahaya. Hanya jika memaksa minum susu atau makan keju, berisiko menderita malnutrisi.