Ramai-Ramai Tolak RUU Kesehatan
Nyaris semua organisasi profesi kesehatan menolak RUU Kesehatan Omnibus Law.
DPR memasukkan rancangan undang-undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law ke program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2023. Keputusan ini ditentang banyak pihak.
Nyaris semua organisasi profesi kesehatan menolak. Mereka kompak mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menolak melanjutkan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law.
-
Kapan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) resmi terbentuk? Tepat pada 24 Oktober 1950, IDI secara resmi mendapatkan legalitas hukum di depan notaris.
-
Apa tujuan utama dibentuknya Ikatan Dokter Indonesia (IDI)? Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat profesi dokter.
-
Dimana konsentrasi dokter spesialis di Indonesia? Dia mengatakan 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa. "Rata-rata semuanya dokter spesialis pada di Jawa dan di kota. 59 persen dokter spesialis itu terkonsentrasi di Pulau Jawa, 59 persen," ujarnya.
-
Apa yang disuarakan oleh Anggota BKSAP DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin di Forum Kerja Sama di Wilayah Asia-Pasifik di Bidang Kesehatan Universal? “Tidak mungkin kita bicara soal krisis kesehatan tanpa melihat situasi yang terjadi di Palestina. Kita tahu bahwa serangan militer telah menewaskan lebih dari 13.000 warga Palestina, termasuk perempuan, anak-anak, lansia, dan difabel. Bahkan, serangan ini juga menargetkan 4 (empat) rumah sakit besar di Gaza, tak terkecuali rumah sakit Indonesia. Hal ini kemudian memicu lebih dari 50.000 pasien yang tak bisa tertangani secara maksimal, ” tegas Puteri dalam Forum Kerja Sama di Wilayah Asia-Pasifik di Bidang Kesehatan Universal, Jumat (25/11).
-
Apa jabatan Purwanto di DPRD DKI Jakarta? Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Purwanto meninggal dunia pada Selasa (5/12) pukul 20.05 WIB.
-
Bagaimana cara dokter menjaga kesehatan? "Saya seorang dokter dan berikut adalah lima hal yang tidak saya lakukan, atau tidak lagi saya lakukan, demi kesehatan saya. Yang pertama adalah mengonsumsi alkohol. Tidak ada jumlah alkohol yang aman untuk kesehatan kita," katanya dalam unggahan video.
"Mohon kepada Bapak Presiden untuk mempertimbangkan pembahasan RUU ini antara pemerintah dengan DPR RI," kata lima organisasi profesi kesehatan dalam suratnya dikutip Senin (28/11).
Surat penolakan terhadap RUU Kesehatan Omnibus Law ini dikirim ke Presiden Jokowi pada 24 November 2022, dengan tembusan Ketua DPR RI, Ketum Parpol, dan Arsip. Lima pimpinan organisasi profesi kesehatan membubuhkan tanda tangan dalam surat tersebut.
Mereka adalah ketua umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut menandatangani surat itu.
Dalam surat tersebut, ada empat alasan organisasi profesi kesehatan menolak RUU Kesehatan Omnibus Law. Di antaranya, pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law sangat tidak transparan dan tak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, RUU Kesehatan Omnibus Law dianggap sarat kepentingan atas liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan yang akan mengorbankan hak kesehatan rakyat selaku konsumen kesehatan.
Minta DPR Cabut RUU Kesehatan dari Prolegnas 2023
Tiga hari setelah lima organisasi profesi kesehatan mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi untuk menolak RUU Kesehatan Omnibus Law, Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) bersuara. Mereka mendesak DPR mengeluarkan RUU Kesehatan dari Prolegnas prioritas 2023.
"RUU Omnibus Law Kesehatan memiliki berbagai masalah, baik secara formal dari proses pembuatannya maupun secara materialnya dari segi substansi dan dampak yang dapat ditimbulkan," kata Sekretaris Jenderal ISMKI, Mohammad Alief Iqra, Senin (28/11).
Alief menilai, DPR tidak melibatkan organisasi profesi kesehatan dalam penyusunan RUU Kesehatan. Padahal, organisasi profesi merupakan representasi dari tenaga-tenaga kesehatan yang ada di Indonesia.
Dia menegaskan, organisasi-organisasi profesi inilah yang terlibat secara langsung untuk menangani permasalahan kesehatan yang ada di Indonesia.
"Dalam proses pembuatan kebijakan kesehatan yang inklusif, terdapat tripartit yang harus dilibatkan, yaitu Pemerintah, penyedia layanan kesehatan (dalam hal ini tenaga kesehatan dan rumah sakit), serta masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan (Paranadipa, 2022)," ujarnya.
"Oleh karena itu, sudah seharusnya representasi tenaga kesehatan dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan," tegasnya.
Alief mengatakan, ISMKI telah menyampaikan pernyataan sikap atas RUU Kesehatan kepada DPR. Pernyataan sikap ini mewakili 25 universitas yang ada di Indonesia dan tergabung dalam ISMKI.
IDI Protes
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) telah menyampaikan langsung penolakan RUU Kesehatan Omnibus Law masuk Prolegnas 2023 kepada DPR. Menurut IDI, yang dibutuhkan saat ini UU Sistem Kesehatan Nasional.
"Intinya, IDI akan membantu negara untuk menyusun sistem kesehatan nasional yang kompleks, yang komprehensif, tapi bukan dalam bentuk Omnibus Law dengan mencabut UU Praktik Kedokteran," kata Ketua PB IDI Terpilih, Slamet Budiarto saat rapat dengan Baleg DPR, Senin (3/10).
Slamet mengatakan, bila ingin memperbaiki sistem kesehatan nasional, DPR bisa merevisi peraturan pelaksana dari UU Praktik Kedokteran.
"Semoga Pak Baleg berkenan pada pendapat kami dan saya yakin perjuangan kami selama dua tahun kepada negara ini dalam pandemi dihargai," ucapnya.
Respons DPR
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas langsung menanggapi pernyataan IDI. Menurut Supratman, RUU Kesehatan Omnibus Law seharusnya tidak perlu dipersoalkan.
"Soal RUU sektoran ataupun menggunakan metode Omnibus Law itu hanya soal metode saja. Jangan kita perdebatkan soal Omnibus Law atau bukan Omnibus Law. Yang kita butuhkan adalah substansinya, itu yang paling penting," ujarnya.
Supratman mengungkap alasan DPR menggunakan metode Omnibus Law dalam RUU Kesehatan. Menurutnya, karena Omnibus Law sedang menjadi tren di lingkungan masyarakat. Selain itu, regulasi kesehatan saat ini terlampau banyak.
"Dan menurut kami di Badan Legislasi, karena kita over regulated, saya sendiri saja sudah bingung dengan perubahan pertama, perubahan kedua, perubahan ketiga. Bahkan ada satu UU itu perubahan keempat. Jadi membaca saja itu terpisah-pisah. Nah yang jadi kebutuhan kita menyangkut substansi," jelasnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris membantah bahwa sudah ada draf RUU Kesehatan. Dia menegaskan, Baleg DPR RI masih dalam tahapan penyusunan Naskah Akademik.
DPR sebagai pengusul RUU Kesehatan Omnibus Law ini akan menyusun draf dari Naskah Akademik tersebut. "Jadi prosesnya masih RDPU untuk menyusun Naskah Akademik. Dan belum ada draf RUU. Proses menuju draf masih lama," jelas Nurdin.
Prosesnya saat ini Baleg DPR telah mengundang 28 pemangku kebijakan untuk didengarkan aspirasinya terkait Naskah Akademik Omnibus Law Bidang Kesehatan.
"Kita dengar masukan dalam RDPU selalu terbuka, karena kalau tertutup nanti salah sangka. Bahkan kami mendengar masukan secara online dari tenaga kesehatan di berbagai daerah, bahkan dari Papua," ujar Nurdin.
Tanggapan Menkes
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, RUU Kesehatan Omnibus Law merupakan inisiatif DPR. Bukan usulan pemerintah.
"Itu Omnibus Law Kesehatan kan kayaknya akan jadi inisiatif DPR," kata Budi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (28/11).
Dia menyebut, draf RUU Kesehatan belum ada. Bila draf sudah ada, pemerintah dan DPR akan membahas lebih lanjut.
"Nanti kalau sudah keluar bisa diskusi dengan DPR dan pemerintah. Ini juga belm jelas isinya apa," ucapnya.
Budi mengatakan, pemerintah akan mendorong peningkatan kualitas dan layanan kesehatan kepada masyarakat dalam RUU Kesehatan Omnibus Law. Guna meningkatkan kualitas layanan tersebut, penyusunan RUU Kesehatan akan melibatkan banyak pihak. Mulai dari organisasi profesi, kolegium, industri farmasi, rumah sakit, hingga konglomerat.
"Jadi kalau nanti dalam diskusi, ternyata idenya yang baik untuk masyarakat dari DPR, diambil dari DPR, jika dari IDI diambil dari IDI, atau dari kolegium, KKI, ya kita ambil, yang penting kita diskusi, mana yang paling baik untuk masyarakat," ujarnya.
(mdk/tin)