IDI Harap RPP Kesehatan Tidak Buru-Buru Disahkan, Ini Alasannya
IDI mengimbau Kemenkes tidak terburu-buru mengesahkan RPP Kesehatan
IDI Harap RPP Kesehatan Tidak Buru-Buru Disahkan, Ini Alasannya
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berharap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk tidak terburu-buru mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.
Hal ini dikarenakan payung hukum dari RPP Kesehatan tersebut, yakni Undang-Undang (UU) Kesehatan, masih dalam proses gugatan atau judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga berpotensi terjadi ketidaksesuaian regulasi.
"Sebaiknya (pengesahan RPP Kesehatan) secara bijak menunggu putusan MK terkait uji formil. Toh, juga di dalam pasal peralihan Undang-Undang menyebutkan selama belum ada peraturan baru, maka peraturan lama dari turunan UU yang lama masih dinyatakan berlaku," kata Wakil Ketua Umum II Pengurus Besar IDI Mahesa Pranadipa Maikel, Jakarta, Selasa (26/12).
Mahesa yang juga selaku Koordinator Judicial Review UU Kesehatan ini menyampaikan, saat ini proses gugatan UU Kesehatan sedang berjalan di MK dan akan memasuki sidang kelima.
Sidang sebelumnya, yaitu sidang keempat, agendanya menghadirkan DPR dan pemerintah. Namun, DPR berhalangan hadir sehingga akan diagendakan pada sidang berikutnya.
Meski begitu, tegasnya, dengan situasi seperti saat ini, maka percepatan tersebut hanya mengesankan ketergesaan pemerintah tanpa pertimbangan yang matang.
Mahesa melanjutkan pihaknya menilai Kemenkes seolah sedang dikejar target karena ingin segera mengesahkan RPP Kesehatan.
Melihat pengalaman sebelumnya, terdapat potensi besar untuk terjadi ketidaksesuaian antara peraturan turunan dengan peraturan induknya, terlebih jika gugatan dikabulkan oleh MK, baik itu seluruhnya maupun sebagian.
"Jangan memaksakan dengan menerbitkan surat edaran yang tidak diamanahkan oleh UU, yang mengubah aturan, sedangkan RPP belum tuntas dibahas. Kementerian (Kesehatan) jangan menimbulkan kekisruhan dalam sistem kesehatan yang selama ini telah terbangun," dia mengingatkan.
Sejauh ini, memang tidak ada perintah dari MK untuk menunda pembahasan RPP Kesehatan selagi judicial review UU Kesehatan sedang berjalan. Namun, jika uji formil dikabulkan, maka RPP dapat dibatalkan.
"Jika uji formil dikabulkan dengan keputusan membatalkan UU Kesehatan, tentu PP-nya ikut batal demi hukum. Jika putusannya sebagaimana UU Ciptaker (perbaikan teknis, prosedur, dan tata cara penyusunan UU), maka akan banyak isi RPP yang tidak sejalan dengan revisi UU," tegasnya.
Sebelumnya, Pemerintah telah mengesahkan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Salah satu substansinya terkait dengan zat adiktif berupa Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) terpisah.
Saat ini Kementerian Kesehatan tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan dalam bentuk omnibus yang juga akan mengatur mengenai Pengamanan Zat Adiktif di dalamnya.
Namun demikian, berbagai pihak menilai pengaturan produk tembakau seharusnya terpisah secara mandiri dan tidak digabung dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang sedang disusun Kemenkes, sebagai aturan turunan dari Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.