Reaksi Harvey Moeis Usai Didakwa Rugikan Negara Rp300 Triliun di Kasus Timah
Harvey juga didakwa telah melakukan pencucian uang dari penerimaan uang Rp420 miliar hasil tindak pidana korupsi.
Harvey Moeis didakwa merugikan negara Rp300 triliun atas kasus korupsi komoditas timah. Dia juga didakwa telah melakukan pencucian uang dari penerimaan uang Rp420 miliar hasil tindak pidana korupsi.
Usai pembacaan dakwaan, Harvey Moeis buka suara. Dia mengaku tidak akan mengajukan pembelaan. Keputusan itu diambil Harvey Moeis setelah berdiskusi singkat dengan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat.
- Rugikan Negara Rp 300 Triliun, Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar
- Ada Hal yang Meringankan, Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Penjara dan Ganti Rugi Rp210 Miliar dalam Kasus Korupsi Timah
- Korupsi Timah Harvey Moeis: Potensi Kerugian Negara Rp271 Triliun Setara 3,5 Kali Lipat Anggaran Bansos Pemerintah
- Harvey Moeis Terseret Korupsi Rugikan Negara Rp271 Triliun, Bos PT Timah Ungkap Rugi Rp450 Miliar di 2023
"Saya mengerti dakwaannya, dan saya mohon izin untuk lanjutkan ke hal selanjutnya dengan tidak mengajukan eksepsi," ujar Harvey Moeis saat persidangan, Rabu (14/8).
Setelah mendengar pernyataan Harvey Moeis, hakim menyampaikan agenda sidang akan dilanjutkan pada Kamis (22/8) mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi.
"Sidang ditunda sampai 22 Agustus 2024, dengan agenda saksi dari penuntut umum," tutup Hakim Ketua.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Harvey Moeis yang merupakan perwakilan dari PT Refined Bangka Tin merugikan negara sebesar Rp300 triliun atas perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Hal itu diungkapkan Jaksa dalam sidang perdana Harvey Moeis di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (14/8).
“Merugikan keuangan negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI)," kata jaksa membacakan surat dakwaannya.
Dalam dakwaan, Harvey bersama-sama dengan Direktur Utama Refined Bangka Tin, Suparta meminta pembayaran kepada tiga perusahaan sebagai biaya pengamanan sebesar USD500 sampai dengan USD750 per ton.
“Seolah-olah dicatat sebagai Coorporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola oleh Terdakwa Harvey Moeis atas nama PT Refined Bangka Tin," ucap Jaksa.
Harvey sendiri yang menginisiasi untuk mengadakan kerja sama sewa alat procesing untuk pengelolaan timah smelter swasta yang tidak memiliki Competent Person (CP) antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa dengan PT Timah, Tbk. Bahkan dia berperan melakukan kepanjangan lima perusahaan tersebut kepada PT Timah Tbk.
"Melakukan negosiasi dengan PT Timah Tbk terkait dengan sewa menyewa smelter swasta hingga menyepakati harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan (Feasibility Study) atau kajian yang memadai/mendalam," jelas Jaksa.
Setelah kesepakatan dengan PT Timah Tbk, kelima perusahaan itu bisa menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah. Dengan diterbitkannya surat tersebut, kelima perusahaan tersebut bisa melegalkan pembelian biji timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah, Tbk.
Selain itu, dia juga memperkaya diri sendiri dari uang panas tersebut sebesar Rp420 miliar. Beberapa uang mengalir ke istrinya, Sandra Dewi untuk mengoleksi barang mewah. Di antaranya 88 tas mewah merk Hermes, Channel, Dior, Gucci, Celline, Balenciaga, Louis Vuitton. Lalu ada juga perhiasan yang pernah dibeli sebanyak 141.
Karena itu, Harvey didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.