Revisi UU Terorisme, pemerintah diminta lindungi hak korban & saksi
Mengenai pembiayaan korban juga seharusnya dibebankan kepada negara yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Aksi Polri menumpas teror bom di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin pada awal tahun 2016 menimbulkan apresiasi dari negara-negara luar. Indonesia mendapat predikat baik dan masuk dalam kategori negara paling andal dalam mengatasi aksi terorisme.
Buntut dari kasus yang menewaskan delapan orang dengan 27 luka-luka ini bermuara pada direvisinya undang-undang tindak pidana Terorisme dengan penambahan beberapa poin. Revisi tersebut sudah diserahkan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera ditindaklanjuti.
Ketua Tim Penyusun RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, Suhariyono mengatakan revisi undang-undang Terorisme selalu mengedepankan penegakan hukum serta proses peradilan terhadap pelaku. Namun hingga saat ini pemerintah tidak pernah menengok bagaimana nasib para korban dari tindakan terorisme.
"Sebagai renungan, kelemahan kita semua pada saat kita mengatur suatu RUU terutama terkait penegakan hukum, proses peradilan. Selalu kita lupa atau sering mengesampingkan kedudukan saksi dan korban," ujar Suhariyono dalam diskusi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang membahas rencana Perpu Terorisme di Hotel Morissey Jalan Wahid Hasyim, Jakarta, Selasa (8/3).
Dia menceritakan, perlindungan terhadap saksi dan korban bisa ditelisik dari terjadinya bom JW Marriot, bom Bali 1 dan 2 dan aksi terorisme lain di nusantara. Hal tersebut selalu terbentur dengan undang-undang jika nasib saksi dan korban ingin diperjuangkan dalam hal ini persoalan pemulihan kesehatan atau pembiayaan hidup keluarga yang ditinggalkan korban.
"Kita lupa tidak memberikan penghargaan untuk posisi-posisi penting yang sebetulnya diderita korban atau saksi," sambung dia.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar, negara harus bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup warganya. Berlandaskan pedoman inilah pemerintah mulai mengangkat hak korban dan saksi dalam kasus tindak pidana terorisme.
"Dalam pasal 36 tentang kompensasi, restitusi dan rehabilitasi setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi atau restitusi," terangnya.
Selain itu, mengenai pembiayaan korban juga seharusnya dibebankan kepada negara yang dilaksanakan oleh pemerintah. Kompensasi atau restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.
"Tapi ini juga pengalaman, betapa sulitnya kita minta menteri Keuangan untuk menjalankannya," tandas Suhariyono.
Baca juga:
Imparsial: Draf revisi UU Terorisme rentan pelanggaran HAM
DPR nilai revisi UU Terorisme soal proses deradikalisasi tak jelas
Selain UU, pemerintah diminta lakukan pendekatan cegah aksi teror
Tak adil bila pemerintah merevisi UU Terorisme karena kasus Thamrin
Komisi I tak jamin permintaan BIN bisa masuk dalam RUU Terorisme
Sutiyoso sebut Komisi I DPR setuju kewenangan BIN ditambah
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Kapan trem di Jakarta dihentikan? Operasional trem kemudian dihentikan pada 1959.
-
Kapan Kota Tua Jakarta didirikan? Sejarah Kota Tua Jakarta berawal pada 1526, ketika Fatahillah, seorang komandan dari Kesultanan Demak, menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa yang merupakan milik dari Kerajaan Pajajaran.
-
Di mana banjir terjadi di Jakarta? Data itu dihimpun hingga Jumat 15 Maret 2024 pada pukul 04:00 WIB. "Kenaikan status Bendung Katulampa dan Pos Pantau Depok menjadi Siaga 3 (Waspada) dari sore hingga malam hari serta menyebabkan genangan di wilayah DKI Jakarta," kata Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3).
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Kenapa trem di Jakarta dihentikan? Pada 1962, trem benar-benar dipensiunkan di Jakarta. Gerbong-gerbongnya dibiarkan terbengkalai. Demi menghemat anggaran, dan mengalokasikannya untuk bus impor dari Autralia, rel-rel baja dibiarkan dan hanya diuruk menggunakan tanah lalu diaspal. 100 unit awal bus didatangkan pada tahun itu, dan terus ditambah unit-unitnya.