Salah Tangkap, ABG Dibebaskan Usai Dianiaya dan Diberi Rp2 Juta Buat Pengobatan
MF sempat menginap dua hari di Mapolsek Bontoala. Kondisinya sudah memar dan matanya bengkak. Selanjutnya dilepaskan dan didatangi di rumah, diperiksa oleh anggota Propam.
Anak baru gede 13 tahun yang baru saja duduk di kelas 1 SMP, warga Kecamatan Bontoala, Makassar berinisial MF berurusan dengan polisi, bahkan diperiksa Dit Propam Polda Sulsel. Sulung dari empat bersaudara ini baru saja ditahan polisi dari Polsek Bontoala kemudian dilepaskan. Diduga korban salah tangkap dan sempat mengalami penganiayaan.
Rahmi, (29), tante dari MF yang dikonfirmasi mengatakan, keponakannya ditangkap polisi di tengah kejadian tawuran, Kamis malam lalu (20/8). MF sempat menginap dua hari di Mapolsek Bontoala. Kondisinya sudah memar dan matanya bengkak. Selanjutnya dilepaskan dan didatangi di rumah, diperiksa oleh anggota Propam.
-
Kapan Polri mengatur pangkat polisi? Hal itu sesuai dengan peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2016 tentang Administrasi Kepangkatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
-
Apa yang dimaksud dengan pangkat polisi? Mengutip dari laman polisi.com, tanda kepangkatan Polri adalah daftar tanda pangkat yang dipakai oleh Kepolisian Negara Indonesia.
-
Kenapa pangkat polisi penting? Selain itu pangkat juga merupakan syarat mutlak yang perlu dimiliki oleh anggota Polri jika hendak mendapatkan amanat untuk mengemban jabatan tertentu.
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
-
Apa yang dilakukan penerus para jenderal polisi? Penerus Sang Jenderal Putra para Jenderal Polisi ini mengikuti jejak sang ayah.
-
Bagaimana polisi menangani kasus pencabulan ini? Adapun barang bukti yang berhasil diamankan oleh polisi antara lain hasil "visum et repertum", satu helai celana panjang jenis kargo warna hitam, dan satu buah jepit berwarna pink. Akibat perbuatan tersebut, pelaku dijerat Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Juncto Pasal 76 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara dan atau Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Kekerasan Seksual dengan ancaman maksimal pidana penjara paling lama 12 tahun.
Lebih jauh dijelaskan, pengakuan dari MF bahwa malam itu dia duduk-duduk di pinggir lorong. Tiba-tiba ada orang kejar-kejaran dan dia juga dibawa ke Mapolsek Bontoala.
"Kerah baju keponakan saya ditarik, mukanya dua kali ditinju dan kepalanya dipukul. Kakinya juga diinjak pakai motor. Di kantor polisi, dia dipaksa mengaku juga ikut tawuran. Karena baru akan dilepas kalau mengaku, keponakan saya akhirnya mengaku biar bisa lepas," tutur Rahmi, Kamis (27/8).
MF kerap ke tempat pelelangan ikan Paotere saat subuh hari. Jadi buruh angkat barang penjual ikan atau belanjaan pengunjung pasar. Jadi saat tidak di rumah malam itu, MF dikira sedang di tempat pelelangan. Tetapi keesokan harinya, dapat informasi dari tetangga kalau MF ditangkap polisi.
Ibu dari MF lalu mendatangi Mapolsek Bontoala tetapi tidak dipertemukan dengan anaknya dengan berbagai alasan. Besoknya datang lagi, MF tetap belum bisa ditemui. Akhirnya, di hari ketiga, MF baru ketemu ibunya dan dilepas.
"Tetapi MF dilepas setelah dipaksa mengaku ikut tawuran itu. Ibu dari MF sempat dikasih uang sebesar Rp2 juta untuk pengobatan. Polisi bilang, kalau tidak cukup, bisa datang lagi minta. Tadi pagi, kakak saya, ibu dari MF dipanggil ke Polsek Bontoala. Disuruh tandatangan bahwa anaknya bersalah dan minta maaf. Tetapi kakak saya menolak dan dia sempat foto itu surat yang diminta untuk ditandatangani. Ada polisi bilang, jangan difoto karena bisa dipenjarakan. Kakak saya tetap tidak mau tandatangan dan bilang, penjarakan saja, anak saya tidak salah," Rahmi.
Diperiksa Propam
Saat didatangi anggota Propam Polda di rumah, kata Rahmi, keponakannya ditanya banyak hal mengenai kronologi kejadian.
"Keponakan saya tetap membantah kalau dia ikut tawuran. Dia hanya duduk-duduk di pinggir lorong karena memang sekitar rumah selalu ramai hingga larut malam. Tiba-tiba diambil saat ada kejar-kejaran lalu dianiaya dan dipaksa pengaku. Selanjutnya keponakan saya dibawa ke Mapolsek Bontoala untuk menunjuk polisi yang menganiayanya. Lalu ditunjuklah polisi itu tapi yang ditunjuk itu mengelak dan menunjuk temannya. Tetapi keponakan saya tetap menunjuk polisi yang menganiaya," kata Rahmi.
Kapolsek Bontoala, Kompol Andriany Lilikay yang dikonfirmasi, tidak merespons. Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Polisi Ibrahim Tompo yang dikonfirmasi, membantah soal dugaan salah tangkap itu.
"Jadi bukan salah tangkap. Saat polisi tiba di lokasi kejadian, massa langsung membubarkan massa dan dilakukan penyisiran dan didapati tiga orang anak remaja ikut juga melarikan diri, sehingga diduga kuat ikut melakukan perang kelompok. Begitu pula isu ditabrak, itu tidak ditemukan keterangan terkait hal tersebut," ungkap Ibrahim Tompo.
Saat diamankan, kata Ibrahim Tompo, salah satu anak tersebut memberontak dan melepaskan diri dari pegangan petugas. Dan secara spontan petugas tersebut berusaha menangkap lagi dengan mengayunkan tangan untuk memegang kerah bajunya namun secara tidak sengaja membentur bagian muka dari korban," jelasnya.
Namun demikian, tambahnya, Propam Polda Sulsel sudah melakukan pemeriksaan secara detail terkait kejadian tersebut, untuk mengetahui apakah pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh anggota Polsek Bontoala ini sudah sesuai prosedur atau tidak.