Sederet Pasal PP Kesehatan Tuai Pro Kontra, Perlukah Direvisi?
PP Kesehatan dinilai menimbulkan pro dan kontra, salah satunya terkait penggabungan banyak klaster di dalam satu PP.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 sebagai aturan pelaksana Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Terbitnya PP ini dinilai menimbulkan pro dan kontra, salah satunya terkait penggabungan banyak klaster di dalam satu PP.
"Dengan menggabungkan seluruh klaster di dalam satu PP akan menimbulkan kesulitan ke depan jika terdapat substansi yang harus direvisi. Mengingat peraturan turunan dapat bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, maka revisi atau perbaikan merupakan keniscayaan, karena ini bertujuan untuk mempertahankan supremasi hukum," kata Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) dr. Mahesa Pranadipa dikutip Jumat (2/8).
- Pengusaha Periklanan Menjerit Terancam Gulung Tikar, Minta PP Kesehatan Direvisi
- Terkait PP Kesehatan, Pemprov Jabar Bagikan Kondom untuk Pelajar yang Sudah Nikah
- PP Kesehatan Atur Penyediaan Kondom Buat Pelajar, Disdik Jakarta Bakal Sosialisasikan Dulu ke Siswa
- Bukan Hanya Kendaraan, Petugas Juga Bakal Tes Kesehatan Sopir Jelang Mudik
Mahesa menjelaskan, UU No. 17 Tahun 2023 mencakup sekitar 100 isu yang harus diatur dalam PP. Umumnya, PP turunan dari sebuah UU dibuat berdasarkan klaster isu dan melibatkan berbagai pihak terkait.
Namun, dalam kasus PP No. 28 Tahun 2024, penggabungan berbagai macam pembahasan terkait kesehatan hanya diatur dalam satu aturan.
Pendekatan ini dinilai bisa menimbulkan kesulitan di masa mendatang jika nantinya diperlukan revisi pada substansi peraturan.
Selain itu, Mahesa juga menyoroti masalah lain yang berpotensi muncul akibat minimnya keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses perumusan aturan kesehatan.
Sebab, dia menilai pemangku kepentingan akan menjadi pihak yang paling terdampak dari disahkannya sebuah aturan. Dia memandang hal ini akan berpotensi menimbulkan polemik di masyarakat.
"Hal lain juga, dengan minimnya keterlibatan stakeholder dalam penyusunan PP, akan berpotensi menimbulkan polemik," kata Mahesa.
Beberapa pasal dalam PP 28/2024 mendapat sorotan tajam dari masyarakat, terutama terkait pengetatan aturan yang akan membawa dampak masif bagi masyarakat dan industri. Persoalan lain mengenai susu formula, donor ASI, hingga dokter asing juga turut mendapat respons pro-kontra dari masyarakat.
Lebih lanjut, dr. Mahesa menjelaskan masih membutuhkan waktu untuk mengkaji secara menyeluruh isi peraturan baru ini apakah sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau tidak. Meskipun demikian, dia menyoroti munculnya perdebatan di beberapa pasal yang menjadi fokus perhatian banyak pihak.
"Terbukti banyak uji materi terhadap produk regulasi yang diuji di Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Agung. Banyak jurisprudensi regulasi yang direvisi atau dibatalkan. Jika banyak polemik maka perlu perbaikan" jelasnya.
Mahesa menegaskan setiap regulasi, baik dalam bentuk UU maupun turunannya, tidak ada yang sempurna. Dia menegaskan perlunya perbaikan sebuah aturan apabila aturan tersebut justru menjadi permasalahan di masyarakat.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pengesahan PP No. 28 Tahun 2024 ini akan menjadi aturan pelaksana yang mengatur sistem kesehatan di Indonesia.
Untuk itu, diperlukan perhatian mengenai implementasi aturan ini ke depan dengan memastikan tidak ada pihak yang justru dirugikan.
“Dengan penerbitan PP ini, ada 26 (dua puluh enam) Peraturan Pemerintah dan 5 (lima) Peraturan Presiden yang tidak lagi berlaku,” tegasnya.