Sepak terjang Dewie Limpo raup untung dari kekuasaan
Bukan cuma kasus suap proyek listrik di Papua, keterangan saksi Dewie begitu mahir mengakali anggaran suatu proyek.
Mimpi Dewie Yasin Limpo menjadi politikus terkabul pada periode ini. Kader Partai Hanura ini duduk di Komisi VII DPR yang bermitra dengan energi dan BUMN.
Sayang, jerih payah menjadi orang berkedudukan tak dimanfaatkannya dengan bijak. Baru saja karir menanjak, sudah tersandung kasus korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dewie begitu dia disapa menjadi tersangka kasus dugaan suap proyek pengembangan pembangkit listrik mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua. Dia ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta pada Oktober 2015 silam.
Kasus ini bermula ketika Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Deiyai, Papua, Irenius Adii, coba memperjuangkan aliran listrik di Deiyai karena selama ini warga hidup dalam kegelapan. Singkat cerita, lewat seseorang dia akhirnya bertemu dengan Dewie Yasin.
Dalam pertemuan itu, menurut pengakuan Irenius, Dewie meminta uang agar proyek bisa dimuluskan ke pemerintah. Tak punya dana, Irenius meminta bantuan pihak swasta kemudian saat uang senilai SGD 177,700 akan diserahkan, di situlah aksi suap terendus KPK dan mereka ditangkap di tempat terpisah.
Tak cuma untuk kasus Deiyai, sejumlah kesaksian juga menyebut Dewie tampak begitu mahir mengakali anggaran suatu proyek. Parahnya lagi, uang tersebut digunakannya untuk kepentingan pribadi.
Berikut ini pengakuan sejumlah saksi soal sepak terjang Dewie Yasin setelah berkuasa di DPR:
-
Apa yang disita KPK dari Syahrul Yasin Limpo? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan terhadap aset milik terdakwa Syahrul Yasin Limpo (SYL) selaku mantan Menteri Pertanian (Mentan) yang terjerat kasus dugaan korupsi dan tengah menjalani persidangan. Adapun barang yang diamankan adalah sebuah mobil jenis minibus, yang ditemukan di daerah Sulawesi Selatan.
-
Siapa yang ditangkap KPK dalam kasus suap proyek di Labuhanbatu? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
-
Bagaimana KPK mengembangkan kasus suap dana hibah Pemprov Jatim? Pengembangan itu pun juga telah masuk dalam tahap penyidikan oleh sebab itu penyidik melakukan upaya penggeledahan. "Penggeledahan kan salah satu giat di penyidikan untuk melengkapi alat Bukti," ujar Alex.
-
Kenapa Syahrul Yasin Limpo disangkakan TPPU? Dalam perkara ini, SYL juga telah ditetapkan menjadi tersangka TPPU lantaran diduga menikmati hasil uang haram yang didapat SYL dari 'malak' ke bawahannya di Kementerian Pertanian (Kementan)."Ya sangat sangat dimungkinkan ketika terpenuhi unsur kesengajaan. Turut menikmati dari hasil kejahatan yang itu nanti terbukti terlebih dahulu kejahatan korupsinya," ungkap Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (2/5).
-
Kapan Bupati Labuhanbatu ditangkap KPK? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Kapan KPK menahan Bupati Labuhanbatu? Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan sejumlah uang hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (12/1/2024).
Pernah pakai uang suap untuk bayar undangan pernikahan anak
Asisten pribadi Dewie Yasin Limpo, Rinelda Bandaso mengungkapkan, bosnya juga pernah menerima fee dari dari dua Kabupaten di Papua. Fee tersebut diduga untuk memuluskan proyek infrastruktur.
Hal itu disampaikan dirinya dalam sidang pemeriksaan saksi dengan terdakwa Dewie Yasin Limpo dalam kasus suap untuk memuluskan proyek pembangunan infrastruktur energi baru dan terbarukan (PLTMH) tahun anggaran 2016 Kabupaten Deiyai, Papua.
"Bu Dewie juga pernah terima fee di Paniai dan Nduga," ucapnya di ruang sidang Pengadilan Tipikpor, Kemayoran, Jakarta, Senin (7/3).
Rinelda pun mengakui, dirinya menerima pengajuan proposal proyek yang disertai dengan pemberian uang suap untuk bosnya dari dua Kabupaten tersebut. fee tersebut menurutnya digunakan Dewiee untuk membayar undangan pernikahan anaknya.
"Itu (perintahnya) dari Pak Bambang, jadi itu (rencananya untuk) proyek infrastruktur, tapi sampai saat ini tidak ada (proyeknya). (Fee) sudah terima, (uangnya) untuk bayar undangan pernikahan anak bu Dewie," tandasnya.
Minta fee untuk proyek nihil
Asisten pribadi Dewie Yasin Limpo, Rinelda Bandaso mengakui bahwa sebelum kasus Dewie terungkap, Dewie pernah meminta fee untuk memuluskan proyek di Papua yaitu Kabupaten Nduga dan Paniai. Fee yang diterima bosnya itu sebesar 7 persen dari biaya proyek Rp 10 miliar dari Kabupaten Nduga dan Kabupaten Paniai Rp 15 miliar.
Fee tersebut menurutnya diberikan oleh kakaknya kepada Dewie. Hal itu dikatakannya usai jadi saksi dengan terdakwa Dewie Yasin Limpo dan Staf Ahlinya, Bambang Wahyu Hadi dalam kasus suap Dewie Yasin Limpo untuk memuluskan proyek pembangunan infrastruktur energi baru dan terbarukan (PLTMH) tahun anggaran 2016 Kab Deiyai, Papua Kabupaten Deyai.
"Fee tersebut diberikan dari kakak saya tapi proyek itu enggak ada, kakak saya ditipu," ucapnya di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta, Senin (7/3).
"Waktu itu bilang rencananya mau dikerjakan tapi sampai sekarang tidak dikerjakan," ucapnya.
Dewie Pinter bermulut manis pastikan proyek lolos
Dalam kesaksiannya, Aspri Dewie, Rinelda mengatakan, mulanya Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Deiyai, Irenius Adii, mengeluhkan soal penerangan di daerahnya yang belum dialiri listrik kepada adiknya Ruth alias Menawa. Tahu soal curhatan Irenius pada Ruth, Rinelda langsung menyampaikan kepada bosnya yang kebetulan duduk di bangku DPR RI.
"Kata Ibu Dewie 'saya siap membantu'. Waktu itu katanya ada RDP (rapat dengar pendapat). Langsung ketemu itu, tanggal 30 Maret 2015, ketemu pertama kali di DPR, di ruangan Bu Dewie, saya, adik saya, Irenius menghadap," ucapnya di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta, Senin (7/3).
Menurutnya, pertemuan antara Irenius dan Dewi Yasin Limpo bertepatan dengan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Menteri ESDM, Sudirman Said beserta jajarannya. Dewie langsung mempertemukan Irenius dan Sudirman beserta Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana. Saat pertemuan itu, Irenius langsung menyerahkan proposal.
"Setelah bertemu dan menyerahkan proposal pembangunan pembangkit listrik itu, Ibu Dewie mengatakan kepada Irenius untuk menyiapkan dana," bebernya.
Menurut Rinelda, uang yang dimaksud Dewie merupakan dana pengawalan anggaran pembangunan pembangkit listrik itu masuk di APBN 2016.
"Setelah ketemu Pak Menteri, saya dengar Bu Dewie bilang ke Irenius, 'kau siapkan dananya, karena di dalam itu tak ada yang gratis," tandasnya.
Dewie membantah semua tuduhan dan menganggap dirinya korban
Dewie Yasin Limpo, salah satu terdakwa kasus suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Kabupaten Deiyai, Papua, ngotot menjadi korban suap. Dewie mengatakan, semua keterangan yang dibeberkan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Deiyai, Irenius Adii dalam ruang sidang adalah bohong.
"Bahwa keterangan hampir semuanya tidak benar, kalau dia bilang sebagai korban. Kalau dia (Irenius) jadi korban, demi Deiyai saya di penjara," ucapnya Dewie dengan tatapan nanar kepada saksi Irenius di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta, Senin (7/3).
"Anda tidak lihat saya. Demi untuk Papua. Kasihan anak saya. Apa yang saya dapat tidak ada," tambahnya Dewie dengan suara meninggi sambil menunjuk Irenius.
Berlinang air mata dan menunjukkan tangan ke atas Irenius, Dewie curhat bagaimana penantiannya selama 20 tahun menjadi anggota DPR. Saat periode ini terpilih, dia malah tersandung kasus hukum.
"Jabatan saya? Baru kali ini saya duduk di DPR. Makannya apa yang diinginkan masyarakat Deiyai saya perjuangkan," bebernya sambil terisak menangis.
Dirinya merasa disudutkan lantaran telah berjuang di Kabupaten Deiyai tetapi malah terseret meja hijau. "Saya berjuang untuk Deiyai dan baru sekarang saya disudutkan begini, apa yang saya minta? Saya tidak mengenal dana pengawalan," katanya lagi sambil tersedu-sedu.
"Saya takut dipecat gara-gara kasus ini," tutupnya kader Partai Hanura ini.