Soal putusan sidang, MK berkukuh sudah final meski panen protes
Sebanyak 8 kabupaten dan kota memprotes putusan MK soal sengketa pilkada.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat. Hal itu terus ditegaskan meski gelombang protes dan kritik terhadap MK terus berdatangan. Suara miring tentang MK mulai santer terdengar sejak ditangkapnya Ketua MK non-aktif Akil Mochtar oleh KPK.
Meski begitu Hakim MK Harjono mengatakan, putusan MK tetap bersifat final kepada penggugat dari 8 Kabupaten/Kota yang kalah dalam sengketa pilkada. Mereka mendatangi gedung MK pada Kamis (24/10).
Delapan Kabupaten/Kota yang memprotes atas kekalahan berasal dari Kota Palembang, Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Banyuasin, Kota Kediri, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Maluku Tenggara, Kabupaten Paniai, Kota Waringin Barat.
Usai menemui penggugat, Harjono mengatakan, para penggugat menerangkan yang menurut mereka tidak masuk akal dalam proses persidangan. Mulai dari kesaksian palsu hingga adanya indikasi suap.
"Variasi laporannya macam-macam, ada karena saksi palsu, ada yang merasa janggal dengan putusan tidak sesuai dengan persidangan. Yang terjadi sebetulnya tidak seperti itu. Dalam pertemuan itu saya dengarkan alasannya masing-masing," kata Harjono di Gedung MK, Kamis (24/10).
Meski semua keluhan putusan sudah disampaikan oleh delapan penggugat itu. Dia melanjutkan, MK tidak mungkin melakukan peninjauan putusan. Jika putusan MK terkait dengan saksi palsu dan suap tidak sesuai diharapkan, mestinya dilanjutkan ke ranah pidana.
"Satu hal yang sudah pasti, kalau MK kemudian melakukan peninjauan putusan, itu tidak mungkin. Tidak ada jalan untuk ke sana, karena putusan MK bersifat final dan mengikat," ujar Harjono.
Bila ada kepala daerah yang terpilih karena suap dan terbukti, menurut Harjono, hal itu juga bukan masuk wewenang MK. Dalam pandangan Harjono, ada mekanisme lain yang harus ditempuh untuk hal itu.
"Bukan kewenangan MK itu semua, tapi kewenangan yang lain. Kalau terbukti melakukan suap tentu ada mekanismenya. Kalau dia dilantik kemudian harus turun, itu ada mekanismenya juga," ujar Harjono.
Menurut dia, apapun alasan yang digunakan penggugat soal kecurangan yang signifikan sekalipun, dan berakibat pada putusan MK, maka tidak akan melakukan tinjauan ulang. Harjono beralasan, jika MK melakukan peninjauan putusan untuk pilkada, justru akan menyebabkan ketidak pastian hukum.
"Tidak bisa, MK itu final. Falsafahnya kenapa putusan MK final dalam pemilu, kalau ditinjau ulang akan terjadi ketidakpastian hukum. Tapi kepastiannya bukan sembarang kepastian. Kepastian pilkada sengketa sudah di mulai sejak awal di TPS ada saksi, kalau keberatan, silakan laporkan di sana untuk dihitung ulang PPS, PPK, dan Panwas," kata Harjono.