Sungai Cikijing tercemar, diduga berasal dari limbah PT Kahatex
PT Kahatex lewat kuasa hukumnya membantah tudingan pencemaran lingkungan.
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar dan Kepala BPLHD Jabar Anang menuding pencemaran lingkungan di Sungai Cikijing, Jawa Barat dilakukan PT Kahatex. Industri terbesar di Sumedang itu justru membantah tudingan tersebut.
Tuduhan itu di arahkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyusul putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung yang menunda pemberlakuan surat keputusan izin pembuangan limbah cair Bupati Sumedang, terhadap tiga perusahaan tekstil di Rancaekek, Sumedang.
Menanggapi hal tersebut, PT Kahatex lewat kuasa hukumnya membantah tudingan pencemaran lingkungan. Pihaknya tegas mengatakan proses pengelolaan limbah sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Baku mutu limbah PT Kahatex yang dibuang ke sungai selalu diuji di Laboratorium Balai Besar Pulp dan Kertas (BBPK) milik Kementerian Perindustrian dan Laboratorium Sucofindo secara berkala dan itu selalu dilaporkan kepada para buyer di Eropa," kata Kuasa Hukum PT Kahatex, Andy Nababan, saat menggelar jumpa pers di Pabrik Kahatex, Sumedang, Jumat (1/7) sebagaimana dikutip dari Antara.
Lebih lanjut Andy menjelaskan Sungai Cikijing kondisinya memprihatinkan karena menanggung beban limbah 30 industri. Tak hanya itu, sungai tersebut juga telah mengalami sedimentasi yang mengakibatkan sungai lebih tinggi dari permukaan tanah sekitarnya.
"Posisi sungai lebih tinggi dari area pesawahan, maka ketika hujan, air sungai meluap dan menerpa sawah serta tambak milik penduduk yang kemudian dikatakan tercemari limbah industri," katanya.
Andy menerangkan kawasan Sumedang sudah ditetapkan jadi kawasan industri sejak puluhan tahun lalu. Sementara di seberang perbatasan kota yakni Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung masih memiliki tata ruang kawasan pertanian. Dua daerah itu, kata dia, tidak sinkron karena kawasan industri membuang limbah ke daerah pertanian di Rancaekek, sementara pemerintah kurang memperhatikan kondisi pengairan kawasan tersebut.
"Sungai Cikijing juga tak pernah direvitalisasi, secara tidak langsung telah mengendapkan limbah-limbah industri ini sejak bertahun-tahun," kata Andy.
Andy menegaskan PT Kahatex selalu memperhatikan pengelolaan limbah industri. Misalnya dengan membangun tiga Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang luasnya tiga hektare. Selama ini, PT Kahatex selalu membuang limbah setelah melalui proses pengolahan di IPAL yang diawasi secara ketat, karena Kahatex sudah menjalin kerja sama dengan pemegang merk internasional.
"Untuk menyuplai barang-barang ke Eropa, PT Kahatex harus memenuhi 1.306 item klausul ramah lingkungan yang menjadi standardisasi industri Eropa," katanya.
Dirinya mengklaim standardisasi itu lebih ketat dibandingkan standar indusri di Jawa Barat, maupun Indonesia. Bahkan perusahaan dari Eropa langsung datang meninjau ke kawasan industri Kahatex untuk melihat standardisasi IPAL.
"Itu bukti mereka sangat peduli dengan hal itu, jadi aneh kalau produk kami di Eropa dapat diterima, tapi di sini dinyatakan mencemari lingkungan," tutupnya.