Teknologi biodrying dianggap solusi masalah sampah Jakarta
Teknologi itu dikembangkan oleh Indocement. Awalnya buat mengganti batu bara dalam pengolahan semen.
Sebuah teknologi pengelolaan sampah, Biodrying, saat ini sedang diuji coba produsen Semen Tiga Roda, PT Indocement Tunggal Prakasa (ITP) Tbk, Citeureup, Kabupaten Bogor, di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Nambo. Jika berhasil, tempat itu dinilai mampu mengatasi permasalahan sampah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
Teknologi Biodrying bakal digunakan Pemprov Jawa Barat dan Pemkab Bogor dalam mengolah sampah dari Kota/Kabupaten Bogor, Depok dan Tangerang. Sampah akan diubah menjadi energi di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Nambo, Klapanunggal, Kabupaten Bogor. Bahkan saat ini, operator berbentuk konsorsium bakal mengelola TPST itu sedang dalam proses lelang. Diharapkan tempat itu beroperasi pada 2017 mendatang.
Menurut Direktur Bidang Sumber Daya Manusia dan Corporate Social Responsibility (CSR) PT ITP, Kuky Permana, teknologi itu tidak terlalu mahal dan diprediksi sanggup mengatasi pembuangan sampah selama ini dilakukan di seluruh Indonesia.
Kuky mengaku sudah mengembangkan dan menggunakan sistem pengolahan sampah dengan konsep biodrying sejak 2011. Teknik itu terus disempurnakan selama dua tahun terakhir di kawasan pertambangan bahan baku pembuatan semen di Citeureup, Kabupaten Bogor.
"Pengolahan sampah dengan metode pengeringan sampah menggunakan bakteri mikrobiologi ini dapat menghasilkan energi yang bisa digunakan untuk proses pembuatan semen. Selama ini bahan bakar utama untuk mengolah semen adalah batu bara," kata Kuky, Jumat (27/11).
Kuky berharap proses lelang saat ini dilakukan Pemprov Jawa Barat cepat selesai, dan sudah diketahui nama perusahaan konsorsium pengelola TPST Nambo. "Informasi terakhir proses lelang oleh Jawa Barat, perusahaan konsorsium mana yang akan melakukan pengolahan sampah di TPST Nambo, sehingga dapat digunakan untuk bahan bakar pabrik kami," ujar Kuky.
Menurut Kuky, metode pengolahan sampah dengan cara dibakar atau landfill sudah usang. Menurut dia, teknik biodrying sangat ramah lingkungan dan tidak mengotori lingkungan.
"Metode landfill yang diterapkan saat ini sudah tak efektif dan sangat membutuhkan lahan yang luas dan dampak sosialnya cukup banyak, seperti yang terjadi saat ini. Asap yang dihasilkan dari pembakaran dapat dikendalikan selama 24 jam sehingga tidak mencemari lingkungan," ucap Kuky.
Sementara itu, Corporate Secretary Division Manager PT ITP, Sahat Panggabean mengatakan, pengelolaan sampah dengan menggunakan metode biodrying dapat mengurangi kadar air sekitar 60 persen, dari 1500 ton sampah diolah. Dia menambahkan, mekanisme memaksimalkan dan mempercepat pengeringan sampah ini, dari bawah sampah disuplai oksigen sehingga mikroba ini bisa bekerja dengan maksimal. Sementara di atasnya ditutup menggunakan terpal khusus.
"Nah mungkin yang menjadi mahal teknologi Biodrying ini adalah penutup atau terpal khusus ini, yang masih harus didatangkan dari Jerman," kata Sahat.
Menurut Sahat, metode ini masih terus dikembangkan, dengan harapan dapat dilakukan dengan jumlah sampah yang lebih banyak, sehingga dapat ikut berperan dalam penanganan permasalahan sampah di Jakarta dan Bogor. "Kami masih mencari formulasi berapa banyak sampah dan berapa banyak mikroba yang akan digunakan agar sampah ini bisa cepat mengering," ujar Sahat.