8 Tahun Terapkan Teknologi Nyamuk Ber-Wolbachia, Kini Kota Yogyakarta Catat Rekor Kasus DBD Terendah Sepanjang Sejarah
Teknologi ini efektif mengurangi 77 persen kasus Dengue dan 86 persen rawat inap karena Dengue.
Teknologi ini efektif mengurangi 77 persen kasus Dengue dan 86 persen rawat inap karena Dengue.
8 Tahun Terapkan Teknologi Nyamuk Ber-Wolbachia, Kini Kota Yogyakarta Catat Rekor Kasus DBD Terendah Sepanjang Sejarah
Kota Yogyakarta menjadi kota pertama di Indonesia yang menerapkan program teknologi nyamuk ber-Wolbachia dalam pengendalian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Sejak program itu dimulai pada tahun 2016 lalu, angka kasus DBD di Kota Yogyakarta terus menurun.
Pada tahun 2023 ini, angka kasus tersebut mencatatkan rekor terendahnya yaitu 67 kasus. Padahal pada tahun 2016, angka kasusnya masih terhitung tinggi yaitu 1.700 kasus.
-
Mengapa nyamuk wolbachia digunakan? Nyamuk wolbachia dilepaskan ke alam untuk kawin dengan nyamuk demam berdarah yang ada di sekitarnya, sehingga menurunkan kemampuan nyamuk untuk menularkan penyakit.
-
Bagaimana cara program Wolbachia mengatasi DBD? Sebuah strategi biologis pengendalian vektor utama ini adalah menginfeksinya dengan bakteri Wolbachia, yang dapat menghambat replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk.
-
Apa kekurangan nyamuk wolbachia? Meski terlihat cukup mendukung kesehatan dan kesejahteraan, masih ada beberapa kekurangan dari penggunaan nyamuk wolbachia ini, seperti: Meningkatnya resistensi insektisida. Nyamuk wolbachia dapat mengurangi penularan virus demam berdarah, tetapi tidak dapat mengurangi jumlah nyamuk secara keseluruhan.
-
Bagaimana nyamuk wolbachia bekerja? Bakteri wolbachia diekstraksi dari lalat buah dan dimasukkan ke dalam telur nyamuk Aedes aegypti di laboratorium. Wolbachia akan berkompetisi berebut makanan dengan virus demam berdarah di dalam tubuh nyamuk, sehingga virus tidak memiliki energi yang cukup untuk bereplikasi. Dengan menekan replikasi virus, wolbachia akan mengeliminasi virus demam berdarah di dalam tubuh nyamuk, sehingga nyamuk tidak dapat menularkan penyakit ke manusia.
-
Apa saja dampak positif jika nyamuk punah? Kabar baiknya, kualitas hidup negara-negara yang menjadi korban penyakit yang ditularkan oleh nyamuk akan menjadi lebih baik. Anak-anak akan menjadi lebih sehat dan beban sistem kesehatan akan berkurang.
-
Berapa jumlah nyamuk di dunia? Dalam buku The Mosquito: A Human History of Our Deadliest Predator yang ditulis Timothy C. Winegard memperkirakan bahwa ada sekitar 110 triliun nyamuk di seluruh dunia.
“Selain cara-cara yang sudah kita kenal seperti pemberantasan nyamuk dengan 3M dan jumantik, penurunan kasus ini tidak lepas dari intervensi program nyamuk ber-Wolbachia yang dilakukan sejak tahun 2016 hingga saat ini,” kata Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dr. Lana Unwanah dikutip dari Ugm.ac.id pada Rabu (22/11).
Apresiasi terhadap program teknologi nyamuk ber-Wolbachia juga datang dari kalangan tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat Kelurahan Cokrodiningratan, Totok Pratopo, mengatakan bahwa sebelum penerapan program tersebut, kondisi penyebaran DBD di kampungnya sungguh memprihatinkan.
Kasus baru selalu muncul menjelang akhir tahun bahkan hingga menyebabkan kematian.
“Kampung di pinggir Kali Code sebenarnya memiliki potensi yang tinggi karena tingkat kebersihan lebih rendah dan banyak genangan. Bersyukur teknologi ini ditemukan. Hari ini kampung saya Jetisharjo nol kasus. Tidak ada yang sampai rumah sakit lalu meninggal. Ini sungguh melegakan bagi kami masyarakat,”
Kata Totok terkait dampak yang dirasakan warga terkait program teknologi nyamuk ber-Wolbachia.
Menurut Totok, teknologi nyamuk ber-Wolbachia memang sulit untuk dipahami masyarakat awam. Hal inilah yang membuat sejumlah orang sempat meragukan efektivitas program yang diterapkan.
“Selama ini kita diajarkan untuk memberantas nyamuk, sekarang justru mau menyebarkan nyamuk,” kata Totok.
Sejarah Pengembangan Teknologi Nyamuk ber-Wolbachia
Pengembangan program ini dimulai pada tahun 2014 lalu. Saat itu dilakukan pelepasan perdana telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia pada empat padukuhan kecil di Kabupaten Sleman.
Program ini telah berakhir pada tahun 2022 lalu. Hasilnya teknologi ini efektif mengurangi 77 persen kasus Dengue dan 86 persen rawat inap karena Dengue.
Berbekal data ini, World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta berhasil memperoleh rekomendasi dari organisasi kesehatan dunia WHO serta Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan selanjutnya akan diimplementasikan di kota-kota lain di Indonesia.
Setelah berakhirnya program ini, pemantauan terhadap jumlah kasus dan pengamatan nyamuk terus dilakukan oleh Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM. Direktur Pusat Kedokteran Tropis, dr. Riris Andono Ahmad menerangkan bahwa teknologi nyamuk ber-Wolbachia ini merupakan teknologi berkelanjutan. Selain itu juga lebih ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan.
“Sifatnya bisa diturunkan ke nyamuk berikutnya. Hanya perlu satu kali melepaskan, kemudian kita tinggal menikmati hasilnya. Populasi Wolbachia di Yogyakarta sampai saat ini masih sangat tinggi sehingga memberikan proteksi yang berkelanjutan,” kata Riris dikutip dari Ugm.ac.id.