Terpidana mati penghuni Lapas Makassar manfaatkan ibu pesan 987 ekstasi asal Belanda
Peredaran narkoba jenis ekstasi dikendalikan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Makassar, terungkap dua hari lalu, Sabtu (18/11). Pelaku utamanya atas nama Amir Aco, terpidana mati kasus narkoba.
Peredaran narkoba jenis ekstasi dikendalikan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Makassar, terungkap dua hari lalu, Sabtu (18/11). Pelaku utamanya atas nama Amir Aco, terpidana mati kasus narkoba.
Dia memesan 987 butir ekstasi asal Belanda melalui terpidana narkoba di Lapas Nusakambangan atas nama Bos. Ternyata selama ini Amir Aco bertransaksi narkoba dengan memanfaatkan jasa ibunya bernama Sufiati Daeng Kanang, (73), yang sehari-harinya membuka warung di seberang Lapas Kelas I Makassar di Jl Alauddin.
"Pesanan ekstasi ini adalah kali ketiga Amir Aco menggunakan jasa ibunya, Sufiati Daeng Kanang. Yang pemesanan narkoba dua kali sebelumnya akan kita dalami juga," kata Direktur Direktorat Narkoba Polda Sulsel, Kombes Polisi Eka Yudha saat memberikan keterangan kepada wartawan di Mapolda Sulsel, Senin, (20/11).
Lebih jauh dijelaskan, Amir Aco memesan ekstasy ke seorang pria bernama Ardy dengan bantuan komunikasi melalui Sufiati. Paket ekstasi yang dikemas dalam kotak karaoke itu dikirim melalui jasa PT Pos Indonesia dengan alamat yang dituju adalah kediaman pasangan suami istri, Suriansyah dan Andi Sandra Dewi di Jl Rappokalling, Makassar.
"Yang bertugas jemput paket ekstasi di rumah pasutri ini adalah Thamrin atas suruhan Amir Aco melalui Sufiati," kata Eka Yudha.
Paket ekstasi ini awalnya diketahui oleh petugas Bea Cukai yang berada di kantor pos. Saat melintasi alat X Ray, tampak mencurigakan sehingga berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Akhirnya dilakukan control delivery dan diketahui paket itu tiba di kediaman Suriansyah dan Andi Sandra Puspa Dewi.
"Berawal dari pasangan suami istri ini kita kembangkan akhirnya diamankan empat orang lainnya komplotan Amir Aco yakni Sufiati ibu Amir Aco, Thamrin, Arsal dan Amira. Adapun Ardi yang berkomunikasi dengan terpidana narkoba di Lapas Nusakambangan untuk pesan ekstasi asal Belanda saat ini masih buron. Gara-gara Sufiati saat hendak ditangkap sempat menelepon Ardi. Ardi pun kabur dan dalam pengejaran kita," kata Kombes Pol Eka Yudha.
Soal mengapa ekstasi ini lolos dari cargo bandara menuju PT Pos Indonesia dan di sana baru terdeteksi alat X Ray, Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani mengaku pihaknya tak mengetahuinya.
"Yah kita juga tidak tahu kenapa bisa lolos di cargo bandara. Mungkin ada teknik khusus sampai lolos. Kalau itu pertanyaannya maka kita juga bisa bertanya, di negara Eropa seperti Belanda itu punya alat canggih tapi kenapa bisa lolos ekstasi itu masuk ke Indonesia," katanya.