The Loneliest 52 Hz Whale, Benarkah Paus Paling Kesepian di Dunia, Tak Punya Kawanan hingga Pasangan Hidup?
Kini, paus 52 Hz bukan sekadar nama paus kesepian. Tetapi juga telah menjadi frasa simbol yang menggambarkan kesepian.
Saking kesepiannya, paus ini disebut-sebut kerap berenang ke pelbagai belahan dunia untuk mencari teman hidupnya.
The Loneliest 52 Hz Whale, Benarkah Paus Paling Kesepian di Dunia, Tak Punya Kawanan hingga Pasangan Hidup?
Di dalam lautan yang begitu luasnya, ternyata ada cerita tentang seekor paus yang kesepian. Saking kesepiannya, paus ini disebut-sebut kerap berenang ke pelbagai belahan dunia untuk mencari teman hidupnya.
Paus ini secara khusus menyuarakan posisinya dengan frekuensi unik, yakni 52Hz. Namun, yang menjadi misteri bagi para ilmuwan adalah paus tersebut belum pernah terlihat, jenisnya pun belum teridentifikasi.
- Ikut Mancing di Sungai dengan Ayahnya, Bocah 8 Tahun Temukan Tulang Mammoth Berusia 100.000 Tahun
- Mantan Panglima TNI Sering Ziarah ke Makam Mbah Angling Setiap Pulang Kampung, Sosok Disebut Legenda Desa
- Niat Bercanda 'Pinjam Dulu Seratus', Pemuda di Balikpapan Ini Langsung Dikasih Oleh Wali Kotanya
- Pesut Mahakam, Satwa Lumba-Lumba Asli Indonesia yang hidup di Perairan Air Tawar
Berdasarkan informasi yang dirangkum dari berbagai sumber, suara misterius ini pertama kali terdeteksi oleh Angkatan Laut Amerika Serikat pada tahun 1989, saat meredanya Perang Dingin.
Kala itu, militer Amerika tengah menggunakan hidrofon untuk memantau kapal selam musuh.
Mereka kemudian mendengar suara mirip erangan sedih yang begitu kuat. Setelah penyelidikan lebih lanjut, rupanya suara tersebut merupakan suara paus.
Meski panggilan paus merupakan hal biasa, frekuensi suara yang dikeluarkan paus 52 Hz tergolong tidak biasa. Atas penemuan itulah, paus tersebut kemudian dikenal dengan nama 'Paus 52 Hz'.
Frekuensi Suara yang Tidak Biasa
Suara 52 Hertz yang dikeluarkan paus itu dinilai jauh melampaui frekuensi komunikasi paus pada umumnya yang berkisar antara 12 hingga 25 Hertz.
Bahkan, suara itu hanya bisa dideteksi radio sonar kapal laut dan kapal selam. Sehingga paus lain tak ada yang mampu meresponsnya.
Menilai dari suara panggilan itu, ilmuwan berhasil mendapatkan gambaran pola migrasi paus ini, yakni menyerupai paus biru. Namun, musim pergerakannya lebih mirip paus sirip.
Bersemayam di Samudra Pasifik
Disebut-sebut, paus 52 Hz tidak pernah meninggalkan Samudra Pasifik. Mereka selalu bersuara dari bulan Agustus hingga Desember setiap tahunnya.
Meski panggilannya sudah menjadi familiar, paus 52 Hz terus menghindari para ilmuwan.
Selain karena frekuensi suaranya yang tak bisa ditangkap paus lain. Pada masa lalu, pemburu paus cenderung memfokuskan perhatian pada paus biru, sehingga paus langka ini diduga kesulitan menemukan pasangan.
Menurut Whales Online, hibrida paus biru dan sirip pertama kali ditemukan pada tahun 1990-an. Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah paus biru yang relatif lebih sedikit dibandingkan paus sirip.
Beberapa ahli menduga bahwa karakteristik unik paus 52 Hz ini disebabkan oleh deformitas atau tuli. Namun, hal tersebut belum bisa dikonfirmasi sebab keberadaan paus yang sulit ditemukan.
Upaya Penelitian
Pada tahun 2015, ada upaya terbaru untuk mengurangi kesendirian paus ini.
Para peneliti merencanakan penggunaan mesin yang dapat mengeluarkan suara pada frekuensi 52 Hz, kemudian menerjemahkannya ke frekuensi 12-25 Hz agar paus ini dapat berkomunikasi dengan sesama jenisnya.
Reaksi simpati terhadap keberadaan The Loneliest 52 Hz Whale atau Whalien 52 tidak hanya terbatas pada kalangan peneliti, tetapi juga merambah ke kalangan publik. Banyak orang di berbagai belahan dunia yang merasa terenyuh oleh kisah pilu paus ini yang hidup sendiri dan sepi.
Salah satunya, pada tahun 2014, Majalah Atavist menerbitkan artikel yang mengungkap bagaimana kisah Whalien 52 berhasil memotivasi para musisi dan artis untuk menciptakan karya seni yang terinspirasi dari kehidupannya.
Kini, paus 52 Hz bukan sekadar nama paus kesepian. Tetapi juga telah menjadi frasa simbol yang menggambarkan kesepian.
Kisahnya tidak hanya menciptakan gelombang empati di kalangan ilmuwan, tetapi juga mendorong kreativitas seniman hingga musisi yang terinspirasi oleh perjuangan paus tersebut melawan kesendirian di lautan yang luas.