Tim Hukum AMIN Tuding Apa yang Disampaikan Menteri di Sidang MK Tak Sesuai Kenyataan
Menurut Ketua THN Timnas AMIN yang jadi permasalahan adalah anggaran negara digunakan untuk meningkatkan elektabilitas calon tertentu
Apa yang disampaikan para menteri tersebut, dianggap tidak sesuai dengan apa yang terjadi di masyarakat.
- Tim Hukum Andika-Hendi Laporkan Kasus Ratusan Kades Tak Netral dalam Pilgub Jateng
- Timnas AMIN Harap MK Terima Permohonan: Kalau Dalil Kuat, Haram Hukumnya Tidak Dikabulkan
- Penampakan Tim Hukum AMIN Bawa Setumpuk Berkas Gugatan Sengketa Pilpres ke MK
- Tim Hukum AMIN Sebut Penghentian Penghitungan Suara di Kecamatan Masuk Pidana Pemilu
Tim Hukum AMIN Tuding Apa yang Disampaikan Menteri di Sidang MK Tak Sesuai Kenyataan
Tim Hukum Nasional (THN) Timnas Anies-Muhaimin (AMIN) membantah pernyataan para menteri di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, apa yang disampaikan para menteri tersebut, dianggap tidak sesuai dengan apa yang terjadi di masyarakat.
Ketua THN Timnas AMIN Ari Yusuf Amir mengatakan, pihaknya sama sekali tidak mempermasalahkan pemberian perlindungan sosial seperti yang disampaikan.
Namun, yang menjadi permasalahan menurutnya adalah anggaran negara yang sebagian besar berasal dari pajak yang dibayarkan masyarakat dan digunakan untuk meningkatkan elektabilitas calon tertentu.
"Kami punya beberapa buktinya dan sudah kami sampaikan kepada majelis hakim," kata Ari Yusuf, Jumat (5/4).
Ari menyebut, beberapa indikasi dari adanya penggunaan uang pajak masyarakat untuk meningkatkan perolehan suara salah satu calon seperti saat presiden berkunjung 30 kali selama periode 22 Oktober 2023-1 Februari 2024.
"50 persen di antaranya dilakukan di Jawa Tengah. Jika memang daerah yang dikunjungi adalah daerah yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, cukup banyak daerah yang kemiskinannya tinggi tapi tidak dikunjungi seperti Aceh," sebutnya.
Kemudian, penjelasan Menkeu yang menjadikan kenaikan subsidi energi menurutnya sebagai alasan yang dianggapnya tentu tidak tepat. Karena, kenaikan belanja bansos bisa dilihat setelah subsidi energi dikesampingkan.
Dari data APBN Kinerja dan Fakta, yang diterbitkan secara bulanan oleh Kemenkeu, terlihat realisasi Bansos (Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar, Program Bantuan Iuran JKN) tahun 2023 adalah Rp156 Triliun, atau hampir 13 Triliun lebih tinggi dari jumlah yang dianggarkan yaitu Rp143.52 triliun.
"Jika targetnya adalah masyarakat miskin, sementara jumlah masyarakat miskin justru turun (9.57 persen pada tahun 2022 menjadi 9.36 persen pada tahun 2023)," ucapnya.
“Kenaikan ini menjadi pertanyaan. Apalagi jika dibandingkan dengan realisasi bulan Januari 2022, 2023, 2024. Pada tahun 2022, Realisasi Bansos pada bulan Januari adalah Rp 2.47 Triliun. Sementara pada tahun 2023 mencapai Rp 3.88 triliun. Angka tersebut melonjak menjadi Rp 12.45 Triliun pada tahun 2024. Apa yang menyebabkan kenaikan realisasi bansos sebesar 220 persen ini secara spesifik di bulan Januari 2024?” tanyanya.
Ia mengungkapkan, jika kenaikan harga beras ada yang aneh karena jumlah impor beras lebih tinggi dari pada penurunan produksi beras. Pada tahun 2023, produksi beras turun 0.6 juta ton dibandingkan 2022.
Sementara untuk impor beras, naik 2.63 juta ton dibandingkan dengan 2022. Logikanya, dengan kenaikan import yang jauh lebih besar dari penurunan produksi, harga akan stabil.
"Jika kita lihat subsidi non energi, jumlah pupuk bersubsidi yang disalurkan turun 17 persen, tapi realisasi anggarannya naik 41 persen. Jumlah orang yang mendapatkan subsidi KUR juga turun 39 persen, tapi subsidi kredit program-yang sebagian besarnya adalah KUR-justru meningkat 60 persen," terangnya.
Ia mengingatkan, penerima bansos adalah masyarakat miskin dan bansos efektif untuk meningkatkan perolehan suara petahana atau kandidat yang didukung petahana. Oleh karena itu, setidaknya ada dua potensi implikasi negatif penggunaan bansos untuk meningkatan perolehan suara.
"Pertama yakni upaya pengentasan kemiskinan tidak akan maksimal karena dampak dari bansos terhadap probabilitas kemenangan tergantung dari jumlah orang miskin. Kedua, tidak terciptanya persaingan elektoral yang sehat karena kandidat petahana/yang didukung petahana mendapatkan keuntungan akibat dukungan kebijakan bansos oportunistik," paparnya.
"Dalam kondisi terburuk, kandidat yang tidak kompeten namun didukung oleh petahana akan memiliki kemungkinan terpilih lebih tinggi dibandingkan dengan kandidat lainnya yang jauh lebih competent. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi Indonesia di masa yang akan datang jika hal ini terjadi," pungkas Ari Yusuf Amir.