Tokoh Muda Aceh Ingatkan Pelanggaran HAM Soeharto di Serambi Mekkah
Luka akibat kejahatan HAM tersebut masih sangat dirasakan rakyat Aceh hingga sekarang.
Kalangan aktivis Aceh menyampaikan protes atas adanya upaya politik mengharumkan nama mantan Presiden Soeharto di musim kampanye Pemilu 2019. Rakyat Aceh belum lupa kejahatan rezim Soeharto yang telah melakukan kejahatan HAM selama penetapan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) pada 1989-1998.
Menurut Tokoh muda Aceh yang juga mantan Aktivis Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR), Thamren Ananda, mengatakan orang Aceh belum lupa. Bahkan ada yang menyebut apa yang dilakukan Soeharto di Bumi Serambi Mekkah sebagai upaya genosida.
-
Siapa yang berencana meracuni Soeharto? Rupanya tamu wanita yang tidak kami undang itu berencana meracuni kami sekaluarga," kata Soeharto.
-
Kapan Soeharto hampir diracun? Di Blitar Selatan, TNI juga menggelar Operasi Trisula. Saat Itulah, Soeharto Mengaku Sempat Mau Dibunuh Dengan Racun Tikus
-
Bagaimana Soeharto menghadapi serangan hoaks? Soeharto menganggap, pemberitaan hoaks yang menyerang dirinya dan keluarganya sebagai ujian. "Tapi tidak apa-apa, ini saya gunakan sebagai suatu ujian sampai di mana menghadapi semua isu-isu yang negatif tersebut. Sampai suatu isu tersebut sebetulnya sudah merupakan penfitnahan," ungkap Soeharto. Meski sering diserang hoaks, Presiden Soeharto memilih berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ditambah dengan senyum dan canda tawa.
-
Kenapa Soeharto memilih menjadi tentara KNIL? Bagi para pemuda pribumi miskin, menjadi serdadu kolonial adalah pilihan untuk lepas dari kemelaratan hidup di desa. Minimal mereka mendapatkan gaji tetap, asrama dan pensiun (jika sudah menyelesaikan masa tugas).
-
Kenapa Kunarto membawa pengawal ke hadapan Soeharto? “Saya pun membawanya ke depan Pak Harto, agar dia bilang sendiri,” kata perwira menengah Polri itu.
-
Apa yang Soeharto katakan tentang berita hoaks yang mengarah ke Tapos? Memberitakan dengan tujuan negatif, karena mereka tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dari Tapos ini," jelas Soeharto dikutip dari akun Instagram @jejaksoeharto. Karena memikirkan ini peternakan dari Presiden, padahal bukan peternakan Presiden, ini sebenarnya punya anak-anak saya yang saya mbonceng untuk mengadakan riset dan penelitian," kata Soeharto menambahkan.
"Pelanggaran HAM di Aceh semasa rezim Soeharto lebih kejam dibanding kejahatan Abu Lahab dan Abu Jahal di zaman jahiliyah, karena mereka juga membantai wanita dan anak-anak yang tak bersalah," tegas Thamren dalam keterangannya, Selasa (11/12).
Dia mengingatkan bahwa Komnas HAM sudah pernah melakukan penyelidikan. Selama kurang lebih 4 bulan, dan sekitar 65 orang saksi dimintai keterangan.
Hasilnya, kata Thamren, ditemukan adanya perkosaan atau bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penyiksaan, pembunuhan, penghilangan orang secara paksa dan perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik secara sewenang-wenang, dalam peristiwa tersebut.
"Beberapa bagian bentuk kejahatan itu, ada kemiripan dengan modus operandi penculikan aktivis prodemokrasi di Jakarta yang mengakibatkan Prabowo Subianto berhenti dari jabatannya di TNI, lanjut Thamren.
Lebih jauh, dia menekankan bahwa masyarakat Aceh masih merasakan benar luka akibat kejahatan HAM tersebut. Sebagian peristiwa penyiksaan tragis dilakukan aparat militer. Misalnya ada wanita yang diperkosa secara bergiliran kemudian dicambuk dengan kabel. Bahkan ada pula yang diperkosa di depan anaknya.
"Tidak ada kata yang tepat untuk melukiskan penderitaan rakyat di Aceh kecuali kata: biadab," tegasnya.
Menurut Thamren, rezim Soeharto ini kualitasnya hampir sama dengan yang dilakukan Pol Pot di 'the killing field' Kamboja. "Kalau di Kamboja dikenal dengan istilah 'the killing field', maka di Aceh realitas ladang pembantaian itu adalah 'Bukit Tengkorak' yang jumlahnya sekitar 35 tempat, suatu jumlah yang melebihi jumlah ladang pembantaian di Kamboja," ujarnya.
Oleh karena itu, Thamren mengatakan, pelanggaran HAM di Aceh harus diusut tuntas. Para pelaku dan aktor intelektualnya harus segera dimintai pertanggungjawabannya.
"Dengan pengusutan secara transparan dan tuntas pelanggaran hukum dan HAM di daerah Aceh, hal ini tidak akan menimbulkan spekulasi yang dapat merugikan pihak ABRI dan/atau tidak akan ada upaya balas dendam dari generasi yang akan datang," ujarnya.
Dengan pengusutan tuntas, lanjutnya, dunia internasional pun akan lebih percaya terhadap negara Indonesia. Yakni sebagai negara yang selalu memperhatikan penegakan hukum dan HAM, ujar aktivis mahasiswa 1998 itu.
Soal Orde Baru Soeharto memang kini muncul kembali dengan adanya Partai Berkarya yang digawangi Hutomo Mandala Putra, alias Tommy, dan Siti Hediyati 'Titiek', putra bungsu dan putri Soeharto. Mereka mendukung Prabowo Subianto, mantan menantu Soeharto dan mantan suami Titiek.
(mdk/rhm)