Tolak kekerasan seksual, aktivis perempuan Medan menari di jalan
Mereka mendesak aparat penegak hukum proaktif dan membuat terobosan hukum dalam penyidikan kasus kekerasan seksual.
Para aktivis yang peduli pada perempuan dan anak melakukan aksi unjuk rasa memperingati hari antikekerasan seksual di Medan, Sabtu (14/2) sore. Selain berorasi, mereka juga menari di jalan.
Puluhan aktivis yang turut serta dalam demo ini merupakan gabungan dari berbagai kelompok, seperti Pesada, KPI Sumut, Perempuan Mahardika, Gemma, KPAID Sumut, PSGPA Unimed, PKPA, Cangkang Querr, dan FJPI. Mereka menyatakan diri sebagai bagian dari gerakan One Billion Rising (OBR), aksi global untuk penghentian perkosaan dan kekerasan seksual terhadap perempuan.
-
Bagaimana pelaku melakukan pelecehan seksual? Korban penyandang disabilitas tidak bisa berteriak atau menolak. Dia merasa takut dan ketergantungan," katanya.
-
Siapa yang diduga melakukan pelecehan seksual? Video itu berisikan pengakuan dan permintaan maaf seorang pria atas pelecehan seksual yang dilakukannya.
-
Mengapa para pemijat difabel netra di Yogyakarta rentan terhadap pelecehan seksual? Arya sendiri tidak tinggal di losmen, melainkan di asrama sekolah dengan biaya yang cukup murah. Rawan terkena pelecehan Di tahun yang sama, Arya pertama kali memperoleh pengalaman tak menyenangkan dilecehkan oleh salah seorang pasiennya. Hari sudah hampir malam ketika ia sedang bersiap memulai kerja lepasnya sebagai pemijat di losmen itu. Tak lama kemudian, datanglah seorang pasien. Dari suaranya, Arya menduga kalau ia adalah seorang lelaki paruh baya.
-
Apa bentuk pelecehan seksual yang dilakukan oleh mahasiswa filsafat UGM? Dalam video itu, si pria mengaku ada delapan orang korbannya. Pria itu juga meminta maaf atas kekerasan seksual baik secara fisik maupun verbal yang telah dilakukannya.
-
Dimana kekerasan seksual itu terjadi? Tersangka melakukan kekerasan seksual di sekitar rumah dan di kebun.
-
Kapan pelecehan seksual terhadap korban terjadi? Menurutnya, korban mengalami pelecehan seksual oleh pelaku selama kurun waktu enam bulan.
Para aktivis membawa spanduk dan payung yang isinya mengampanyekan penghentian kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain melakukan long march, mereka juga menari bersama di Jalan Pulau Pinang, setelah bergerak dari Lapangan Merdeka. Gerakan ini berangkat dari keprihatinan atas maraknya kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak di Sumut.
"Banyak perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Ini juga menandakan lemahnya perlindungan hukum terhadap perempuan," kata Sumiati, koordinator aksi.
Mereka mencatat tidak kurang dari 111 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak sepanjang 2012. Jumlah sebenarnya diyakini jauh lebih besar, karena masih banyak kasus yang tidak dilaporkan.
Para aktivis ini mendesak aparat penegak hukum proaktif dan membuat terobosan hukum dalam penyidikan kasus kekerasan seksual. Dengan begitu, pelaku dapat dihukum berat sesuai perundangan. Hukuman setimpal itu diharapkan memberi efek jera sehingga kasus serupa tidak terulang.
"Polisi harus dapat memberikan jaminan rasa aman bagi perempuan dan anak di arena mana pun," sambung Sumiati.
Pengunjuk rasa juga menuntut agar penegak hukum tidak pilih kasih dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Institusi penegak hukum harus menindak oknum yang menerima suap dan melegalkan praktik kekerasan dalam bentuk apa pun.
"Masyarakat juga harus lebih waspada dan mampu mengenali segala jenis kekerasan terhadap perempuan dan anak," pungkasnya.