Tom Lembong Segera Ajukan Praperadilan di Kasus Korupsi Impor Gula
Tom Lembong menyiapkan upaya hukum praperadilan atas status tersangka kasus korupsi komoditas gula yang disematkan Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadapnya.
Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menyiapkan upaya hukum praperadilan atas status tersangka kasus korupsi komoditas gula yang disematkan Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadapnya.
“Semua persiapan sudah selesai,” tutur kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir saat dikonfirmasi, Senin (4/11).
- Kejagung Beberkan 4 Alat Bukti untuk Tetapkan Tom Lembong Tersangka Korupsi Impor Gula
- Kubu Tom Lembong Minta Kejagung Tak Tebang Pilih, Desak Periksa Mendag Lain Terkait Korupsi Impor Gula
- Lawan Kejagung, Ini Pertimbangan Tom Lembong Ajukan Praperadilan usai jadi Tersangka Korupsi
- Tom Lembong Jadi Tersangka Korupsi Impor Gula, Ini Rekam Jejaknya Saat Jadi Mendag-Kepala BKPM
Ari belum mengulas lebih jauh upaya praperadilan Tom Lembong. Hanya saja, langkah hukum itu disebutnya akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Sesegera mungkin,” kata dia.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mendalami aliran dana yang masuk ke kantong tersangka Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong terkait kasus korupsi komoditas gula.
Soal penetapan tersangka, berdasarkan penerapan Pasal 2 Pasal 3 UU Tipikor pun jelas disebutkan memperkaya orang lain atau pun korporasi masuk dalam ranah korupsi.
“Ya inilah yang sedang kita dalami, karena untuk menetapkan sebagai tersangka ini kan tidak harus seseorang itu mendapat aliran dana,” tutur Dirdik Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (31/10).
Dia menyatakan, penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 sendiri telah merinci, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang merugikan keuangan negara, maka diancam pidana maksimal 20 tahun.
“Begitu juga Pasal 3, di sana hampir setiap orang yang menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana, jabatan yang ada padanya, yang dapat merugikan keuangan negara, diancam pidana dan seterusnya,” jelas dia.
“Artinya di dalam dua Pasal ini, seseorang tidak harus mendapatkan keuntungan. ketika memenuhi unsur bahwa dia salah satunya menguntungkan orang lain atau korporasi, akibat perbuatan melawan hukum, akibat perbuatan menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya, karena jabatannya, dia bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” sambung Qohar.
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) agar tidak hanya sekadar menjelaskan konteks perkara secara umum dalam penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong di kasus korupsi komoditas gula. Hal itu demi menghindari anggapan penegakan hukum bersifat politis.
“Namun juga masuk lebih jauh mengenai keterpenuhan unsur pasal di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Seperti diketahui, dua tersangka sejauh ini disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 atau korupsi dengan kategori kerugian keuangan negara,” tutur Peneliti Divisi Hukum ICW Diky Anandya dalam keterangannya, Kamis (31/10).
Di sini, sambungnya, penting bagi Kejaksaan Agung untuk mengurai dan mengaitkan unsur Pasal dengan kesalahan yang disangkakan terhadap Tom Lembong dan juga tersangka lainnya yakni Charles Sitorus (CS) selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
“Dua hal yang harus dipahami jika melihat korupsi kategori kerugian keuangan negara, yakni setiap perbuatan melawan hukum harus diikuti dengan niat jahat atau mens rea, dan tidak semua kerugian negara dikategorikan sebagai kejahatan korupsi,” jelas dia.
“Ini penting disampaikan agar langkah aparat penegak hukum tidak distigma negatif atau dianggap politisasi hukum oleh masyarakat,” lanjutnya.
Selain itu, ICW mendesak agar penyidik melakukan pengembangan kasus, khususnya demi menemukan aktor lainnya yang diduga terlibat dalam kasus korupsi komoditas gula. Sebab, kebijakan impor gula kristal mentah tidak hanya dilakukan sepanjang tahun 2015-2016, namun juga berlanjut ke tahun-tahun berikutnya.
“Dalam konteks perkara yang terjadi di Kementerian Perdagangan, penyidik juga harus mengurai potensi keterlibatan kementerian lain yang menyangkut kebijakan impor tersebut,” Diky menandaskan.