Tom Lembong Baru Jadi Tersangka Padahal Kasus Terjadi di Tahun 2015, Begini Analisis Pengamat
Dia menilai, lamanya penanganan kasus korupsi impor gula oleh Tom Lembong masih dalam batas wajar selama belum kedaluwarsa.
Pengamat Hukum Pidana Profesor Hibnu Nugroho menanggapi kasus korupsi impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong. Dia diduga memberikan izin kepada perusahaan swasta, PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah ketika dirinya menjabat sebagai Menteri Perdagangan tahun 2015-2016.
Dia menilai, lamanya penanganan kasus korupsi impor gula oleh Tom Lembong masih dalam batas wajar selama belum kedaluwarsa.
"Itu masih dalam batas wajar, karena kasusnya mungkin tahun 2015 tapi kan dilaporkannya di tahun 2016. Selama belum kedaluwarsa, masih bisa ditangani. Itu diatur dalam 78 KUHP. Pengurusan kasus itu bisa memakan waktu lama, bisa sampai satu tahun. Apalagi kasus korupsi di Indonesia penangannya masih 20 persen, karena marak korupsi di sini," kata Hibnu kepada merdeka.com, Rabu (30/10).
Hibnu menilai perlu adanya perombakan integritas dan Sumber Daya Manusia (SDM) mengenai pejabat politik mengingat maraknya kasus korupsi di Indonesia.
"Kita lihat sekarang penanganan kasus korupsi di Indonesia ini masih 20 persen. Hukum di Indonesia kan sudah tahu ya. Makanya itu perlu ada perombakan, perubahan integritas dan SDM pejabat biar penegak hukum tidak hanya mengurus kasus-kasus seperti ini," terang Hibnu.
Hal tersebut kemudian baginya perlu ada perombakan integritas serta SDM bagi para pejabat negara, mengingat lamanya penanganan kasus korupsi di Indonesia sehingga hukum dapat ditegakkan dan pengurangan kasus korupsi.
Seperti yang diketahui kasus impor gula terjadi saat Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan periode 2015-2016. Namun, kasus tersebut baru diusut pada tahun 2024.
Hibnu menjelaskan kasus Tom Lembong masih bisa diusut sebelum kedaluwarsa, sesuai dengan aturan dalam pasal 78 KUHP.
Adapun Isi Pasal 78 KUHP Tentang Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana dilansir dari JDIH Mahkamah Agung RI adalah sebagai berikut:
Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa: Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah 1 tahun;
Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama 3 tahun, sesudah 6 tahun;
Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 tahun, sesudah 12 tahun;
Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah 18 tahun.
Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi 1/3.
Reporter Magang : Maria Hermina Kristin