Tuah Masjid Jami' Kota Malang
20 tiang yang menopang masjid dahulunya merupakan tempat utama para kiai pendiri masjid memanjatkan doa.
Sejarah Kota Malang tidak bisa lepas dari keberadaan Masjid Jami' yang berdiri megah di sisi barat Alun alun Kota. Keberadaannya di lingkar utama, tidak sekadar bernilai arsitektur tingkat tinggi, tetapi menunjukkan nilai urgensitas terhadap Kota Malang.
Masjid Jami' berhadapan dengan Kantor Pemerintahan yang berada di sisi timur Alun-alun, bersebelahan dengan Gereja Katolik dan kawasan perdagangan Kayutangan. Masjid Jami' juga bukan sekadar simbol tetapi telah hadir membangun mentalitas secara turun-temurun.
Masjid Jami' dalam catatan sejarah dibangun tahun 1875 oleh Raden AA Notodiningrat, Bupati Malang pertama. Kompleks bangunannya menempati tanah Goevermen atau tanah negara seluas 300 meter persegi.
Masjid ini disebut termasuk dalam tiga masjid beryoni (bertuah) di Jawa Timur setelah Masjid Sunan Ampel Surabaya dan Masjid Jami' Pasuruan. Karena itu kekuatannya dalam bentuk banggunan utama dipertahankan hingga saat ini.
"Bangunan utamanya masih dipertahankan, kayu tiang-tiangnya, mimbar dan beberapa aksesoris masih asli," kata Muhammad Efendy, Sekretaris Takmir, Jumat (23/6).
Tiang di bagian dalam berjumlah 20 tiang yang mengambarkan sifat wajib Allah. Sementara empat tiang besar sebagai sifat nabi Muhammad SAW, yaitu Shiddiq (benar), Amanah (dapat dipercaya), Fathonah (Bijaksana) dan Tabliq (menyampaikan).
Prasasti berbahan kayu bertulis Arab Jawa, ornamen tombak dan lampu masih bisa dilihat. Selain itu, bentuk pintu-pintunya masih menunjukkan bentuk seperti semula. Unsur kayunya diperkuat dengan beberapa penambahan.
"Depan saja dipasang marmer sebagai pelapis dari utara ke selatan," katanya.
Berdasarkan cerita, tiang-tiang tersebut menjadi tempat utama untuk memanjatkan doa para pendiri masjid. Setiap tiang dalam pendiriannya diiringi dengan tirakat atau puasa dan doa.
"Saat saya kecil, KH Zaini Amin pernah bercerita tentang keutamaan tiang-tiang ini. Karena saat dibangunnya para pendiri berpuasa dengan khusyuk. Sampai-sampai setelah salat Jumat para sesepuh masjid berebut bersandar di tiang-tiang ini sambil memanjatkan pujian pada Allah SWT," kata alm KH Kamilun, Mantan Ketua Yayasan Masjid Jami, sebagaimana dikutip dalam papan informasi tentang Masjid Jami yang berada di halaman masjid.
Catatan sejarah tertulis, pernah dilakukan perluasan yang dimulai 15 Maret 1903 dan selesai 13 September 1903. Prasasti tersebut ditandatangani oleh Bupati Malang ke IV Raden Bagoes Muhammad Sarib yang menjadi bupati Malang dengan gelar Raden Adipati Ario Soerio Adiningrat Ridder der Office Oranje Nassau menjabat tahun 1898 sampai 1934. Renovasi kembali dilakukan pada tahun 1950, Tahun 1980, Tahun 1992 dan Tahun 2002.
Hingga kini Masjid Jami' bertahan dengan segala fungsinya, bahkan berkembang sebagai fungsi rekreatif. Para pengunjung Alun-alun akan selalu memanfaatkan untuk tempat ibadah.
Letaknya yang berdekatan dengan gereja juga menjadi simbol kerukunan antar umat beragama yang terus dipertahankan. Lantaran jumlah jamaahnya yang terus membludak, saat Lebaran tidak segan menggunakan pelataran gereja-gereja itu sebagai tempat ibadah.