Tutup Gang Dolly, Dinsos Surabaya akan berdayakan warga sekitar
Dinsos akan melakukan pemberdayaan agar warga sekitar lokalisasi tidak terlalu berat merasakan dampak rehabilitasi.
Keseriusan Wali Kota Surabaya, Jawa Timur, Tri Rismaharini yang ingin menciptakan Kota Pahlawan sebagai kota bebas prostitusi, tidak main-main. Target utama Pemkot Surabaya adalah 'membumihanguskan' kawasan Gang Dolly, yang konon lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara.
Konsistensi Pemkot Surabaya merehabilitasi daerah-daerah di Kota Surabaya agar menjadi daerah bebas prostitusi sejauh ini sudah ada tiga lokalisasi yang sudah ditutup, yaitu lokalisasi Tambakasri, Klakah Rejo, dan juga Dupak Bangunsari.
Untuk ke depannya, Pemkot Surabaya berencana menutup lokalisasi Sememi pada Desember 2013 mendatang serta merehabilitasi kawasan lokalisasi Jarak dan Dolly.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya, Supomo mengatakan, saat ini pihaknya sudah melakukan kajian bagaimana rehabilitasi Dolly tersebut. Utamanya tentang bagaimana warga yang terkena dampak langsung secara ekonomi dan sosial sebagai imbas dari rencana rehabilitasi tersebut.
Dinsos akan melakukan pemberdayaan agar warga sekitar lokalisasi tidak terlalu berat merasakan dampak rehabilitasi. Supomo mencontohkan, eks lokalisasi di Klakah Rejo yang kini dialihfungsikan sebagai bangunan Sport Center, sekolahan dan taman.
"Ini kan program kasih sayang. Untuk Dolly belum tahu nanti akan dibangun apa karena kajian di Bappeko masih belum turun. Tetapi yang jelas, prinsip kami, Dolly yes, prostitusi No. Keinginan ini didukung oleh elemen masyarakat seperti organisasi kemasyarakat (Ormas) keagamaan, Ormas kepemudaan, dan juga kemahasiswaan," terang Supomo, Senin (11/11).
Diakui Supomo, transformasi lokalisasi Dolly tidak akan mudah. Tetapi, aturannya sudah jelas. Tiap bangunan di Kota Surabaya, dilarang digunakan untuk tempat asusila. Disebut Supomo, Pemkot Surabaya memiliki fungsi regulator. Hal ini melihat adanya area di Surabaya yang masih harus ditata kembali.
"Prinsipnya, kita selamatkan generasi masa depan, itu lebih utama dari pada kita terus berargumentasi. Kita tahu, penanganan Dolly harus lebih cermat dan teliti. Dan kita sudah melakukan sosialisasi, tidak hanya melalui diskusi juga deklarasi ini. Tentunya juga dengan bantuan pemberitaan dari teman-teman media," sambung mantan Camat Kenjeran itu.
Senada, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini juga mengungkapkan, persoalan di Dolly, Jarak dan lokalisasi lainnya di Surabaya, merupakan masalah klasik yang selalu mengiringi siapa pun yang memimpin Kota Surabaya.
Selain itu, problem sosial lainnya seperti kasus trafficking (perdagangan anak) yang kerap ditangani pihak kepolisian di Kota Pahlawan ini. Menurut wali kota yang juga alumni Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) itu, kasus perdagangan anak yang kian marak tersebut, memiliki benang merah dengan daerah lokalisasi.
Orang nomor satu di Kota Pahlawan ini berharap para orangtua yang tinggal di kawasan lokalisasi, diminta untuk memperhatikan masa depan anak-anak mereka. Sebab, pertumbuhan dan masa depan anak-anak harus menjadi prioritas di atas segalanya, termasuk urusan perut.
"Hendaknya, orangtua jangan hanya memikirkan perut saja, masa depan anak-anak harus jadi prioritas. Jangan karena kepentingan perut, bisa merugikan masa depan anak-anak," tegas Risma.