UNHCR Blak-blakan Buka Suara soal Penyelundupan Rohingya di Aceh
Satu orang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus penyelundupan Rohingya ke Aceh.
Satu orang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus penyelundupan Rohingya ke Aceh.
- Tiga Pengungsi Rohingya di Banda Aceh Kabur, Satu Orang Pakai Gelang UNHCR
- Penyelundupan Pengungsi Rohingya ke Aceh, Polisi Tetapkan Dua Tersangka Baru
- Tiga Warga Rohingya Jadi Tersangka Penyelundupan Manusia di Aceh Timur
- Heboh UNHCR Minta Pulau Kosong untuk Tampung Pengungsi Rohingya, Cek Faktanya
UNHCR Blak-blakan Buka Suara soal Penyelundupan Rohingya di Aceh
Satu orang ditetapkan sebagai tersangka penyelundupan etnis Rohinga ke Aceh.
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai pihak yang bertanggung jawab perihal keberadaan etnis Rohingya memberikan pejelasannya.
Menyikapi temuan itu, Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi atau UNHCR membantu menyediakan penerjemah Kepolisian Indonesia untuk mengungkap kasus penyelundupan Rohingya.
Protection Associate UNHCR Indonesia, Faisal Rahman di Banda Aceh, Rabu, mengatakan pihaknya mengapresiasi Polresta Banda Aceh yang pada awal pekan ini mengungkap kasus dugaan penyelundupan orang dengan menetapkan seorang warga etnis Rohingya bernama Muhammed Amin (MA) sebagai tersangka.
"Kalau yang (tersangka) Amin ini, kita 100 persen bekerja sama dengan kepolisian. Saya meminta dari kantor UNHCR memberi dukungan untuk penerjemah, karena kesulitannya sejauh ini (polisi) tidak ada penerjemah sehingga ada satu orang penerjemah sampai kemarin (kasus) Amin gelar perkara."
Kata Faisal.
@merdeka.com
Faisal mengatakan, pengungkapan kasus penyelundupan maupun perdagangan orang tersebut perlu mendapat dukungan penuh karena yang turut jadi korban adalah para pengungsi.
"Artinya kita UNHCR sangat mau membongkar ini juga bahwa praktik ini jadi masalah bagi pengungsi. Ini terbongkar, berarti proteksi kepada pengungsi akan semakin meningkat karena mereka dimanfaatkan."
Kata Faisal
@merdeka.com
Dia mengatakan, UNHCR tidak akan melindungi setiap pencari suaka maupun pengungsi yang melanggar hukum di negara tempat mereka ditampung sementara.
Dalam kasus di Banda Aceh, lanjutnya, sejauh ini UNHCR belum melakukan pendampingan hukum karena belum ada permintaan dari tersangka Amin.
"Ketika dia terlibat masalah hukum di negara-negara di mana dia ditampung, baik itu di Indonesia, Malaysia, Thailand dan di negara-negara manapun, maka mereka tunduk kepada hukum yang berlaku di sana," ucapnya.
Seperti diketahui, tersangka bertugas menjadi pencari orang, pengumpul uang, penghubung dengan jaringan di Indonesia, dan pengemudi kapal yang dibantu oleh saksi AH dan HB.
Dari hasil pemeriksaan, setiap orang dalam rombongan tersebut bisa keluar dari kamp di Bangladesh menuju ke Indonesia setelah membayar 100-120 ribu taka atau sekitar Rp14-16 juta per orang.
Hasil pemeriksaan polisi juga terungkap bahwa tersangka Amin pada tahun 2022 pernah tinggal di pengungsian Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, selama lebih kurang 3-4 bulan.
Pada tahun itu juga Muhammed Amin kabur dari penampungan di Aceh Utara, menuju Kota Dumai, Provinsi Riau, lalu menyeberang ke negara Malaysia untuk mencari pekerjaan.
Di negeri jiran, Malaysia, Amin sempat bekerja sekitar tujuh bulan, kemudian kembali ke kamp pengungsian Cox's Bazar di Bangladesh dan menghimpun para warga Rohingya yang ingin keluar dari pengungsian menuju ke Indonesia. Demikian dikutip dari Antara.