Bawaslu audit sumbangan kampanye Pilgub Jabar, banyak sumber tak jelas
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jabar mencatat beberapa poin terkait laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK) pasangan calon gubernur Jawa Barat. Bawaslu menemukan adanya penerimaan sumbangan dana kampanye yang tidak jelas dari perorangan maupun perusahaan.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jabar mencatat beberapa poin terkait laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK) pasangan calon gubernur Jawa Barat. Bawaslu menemukan adanya penerimaan sumbangan dana kampanye yang tidak jelas dari perorangan maupun perusahaan.
Hal itu disampaikan oleh Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Jabar, Abdullah saat ditemui di Kantor KPU Jabar, Jalan Garut, Kota Bandung, Jumat (13/7).
-
Apa komitmen PKB terkait Pilgub Jabar? PKB sudah lama berkomitmen mengambil poros yang berlawanan dengan Ridwan Kamil. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKB Syaiful Huda membeberkan bahwa partainya berkomitmen untuk selalu memilih poros yang berlawanan dari Ridwan Kamil.
-
Kenapa Padi Salibu dilirik Pemprov Jabar? Padi dengan teknologi salibu saat ini tengah dilirik Pemprov Jabar sebagai upaya menjaga ketahanan pangan.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Kapan Sepur Kluthuk Jaladara diresmikan? Kereta api uap ini diersmikan pada tahun 2009 oleh Menteri Perhubungan saat itu, Jusman Syafi'i Djamal.
-
Bagaimana PKB ingin membentuk poros yang berlawanan dengan Ridwan Kamil di Pilgub Jabar? "Kami belum ada obrolan sama sekali menyangkut soal sosok Kang Ridwan Kamil gitu, tapi yang sudah ada obrolan malah di Jabar. Kalau Kang RK maju di Jabar kami akan bikin poros di luar Kang RK kan gitu," tutur Huda.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
Jelas dan tidak jelas sumber sumbangan dana kampanye ia sebut mengacu pada pasal 76 UU nomer I tahun 2015 tentang Pilkada. Yakni, penyumbang harus jelas identitasnya termasuk alamat, NPWP dan nomor kontak.
Dia menjelaskan, catatan terkait penyumbang yang tidak jelas ini ada di setiap pasangan calon gubernur Jawa Barat.
Paslon 1, Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum total penerimaan dana kampanye Rp 6,8 miliar. Jumlah itu berdasarkan dari sumbangan paslon Rp 1,6 miliar, parpol Rp 100 juta, sumbangan perseorangan Rp 2,9 miliar dan sumbangan dari perusahaan berbadan hukum Rp 2,2 miliar.
Namun, dari jumlah itu, ada penyumbang yang tidak melengkapi identitas sesuai aturan. Dari 459 sumbangan perseorangan, ada 212 yang tidak menyertakan NPWP.
Lalu, ada satu orang tak menyertakan KTP, 12 penyumbang tidak menyertakan nomor HP, dua orang penyumbang tidak sesuai alamat KTP, 17 penyumbang tidak menyertakan email, empat penyumbang tidak menyertakan jenis pekerjaan, lalu 26 penyumbang merahasiakan pekerjaan serta ada penyumbang yang tidak menyertakan asal perolehan dana.
"Penyumbang ini harus jelas siapa, dari mana anggarannya," kata Abdullah.
Lalu, untuk pasangan calon gubernur nomor urut 2, TB Hasanuddin-Anton Charliyan, total dana kampanye sebesar Rp 2,2 miliar. Jumlah itu berasal dari parpol Rp 750 juta dan perseorangan Rp 1,45 miliar.
"Dari sisi penerimaan untuk paslon nomor urut 2, ada informasi yang tidak lengkap dari 27 penyumbang perseorangan, seperti ketidaklengkapan identitas. Lalu, ada lima orang yang tidak menyertakan asal perolehan dana," jelasnya.
Sementara itu, untuk dana kampanye pasangan calon gubernur nomor urut 3, Sudrajat-Syaikhu sebesar Rp 9,587 miliar. Jumlah itu berasal dari paslon Rp 7,8 miliar, sumbangan parpol Rp 915 juta dan perseorangan Rp 820 juta.
Bawaslu mencatat ada tiga penyumbangan dari parpol yang menyertakan NPWP partai dan akta pendirian partai. Sementara untuk penyumbang perseorangan ada 41 orang yang tidak menyertakan alamat pekerjaan.
Terakhir, Pasangan Calon nomor 4, Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi mempunyai dana kampanye sebesar Rp 10,8 miliar. Jumlah itu berasal dari sumbangan paslon sebesar Rp 8,2 miliar, parpol Rp 1,3 miliar, sumbangan perseorangan Rp 440 juta dan dari badan hukum Rp 750 juta.
"Paslon 4, itu yang kami catat ada dua orang tak menyertakan NPWP, lalu ada satu yang tidak menyertakan alamat kerja dan ada satu penyumbang yang tidak mencantumkan asal perolehan dana. Untuk badan hukum tidak menjelaskan informasi penyumbang dari mana dananya," jelasnya.
Abdullah menjelaskan, catatan laporan dari Bawaslu ini sudah diserahkan kepada KPU untuk ditindaklanjuti sebagai alat pembanding.
"KPU memang sudah mengaudit LPPDK dua hari lalu bersama kantor akuntan publik. Tapi catatan kami penting untuk jadi pembanding," jelasnya.
Abdullah menyebut bahwa catatan ini harus diklarifikasi secara resmi. Jika tidak, sumber dana yang tidak jelas itu harus dikembalikan ke kas negara dalam waktu 14 hari setelah proses audit.
"Konsekuensi jelas, bagi yang tidak mengembalikan, bisa ada pembatalan calon. Artinya ini menjadi hal penting dalam peraturan pilkada. Penting untuk konfirmasi sejak diserahkan hasil temuan bawaslu atas audit KPU bersama akuntan publik. Ini menjadi data pembanding," terangnya.
"Selanjutnya, ini biar ada kewenangan di KPU memberi ruang terhadap peserta pilkada oleh KPU," tambahnya.
Disinggung mengenai total dana dari sumber yang kelengkapan datanya kurang tersebut, Abdullah mengaku belum bisa mengungkap secara resmi.
"Untuk nilainya belum dirangkum," pungkasnya.
Baca juga:
Umumkan pemenang Pilgub Jabar, KPU tunggu gugatan di MK
Jawab keraguan, Iriawan sebut tidak ada masalah soal netralitas ASN di Pilkada
Ridwan Kamil tawarkan Sudrajat jadi 'dubes' Jabar hubungan luar negeri
Jadi gubernur terpilih, Ridwan Kamil siapkan tim transisi dan janji rangkul lawan
Temui Ridwan Kamil, Sudrajat-Syaikhu sampaikan selamat dan titip program
Tak mau disebut kalah di Pilgub Jabar, Sudrajat bangga bisa raih 28 persen suara