DPR Sebut Pilkada 2020 Bisa Ditunda Lagi Jika Bulan Juni Covid-19 Belum Usai
"Kami optimis, tapi tetap memberi ruang jika pandemi tidak juga terlihat surut pada akhir Mei atau awal Juni,"
Pilkada serentak 2020 disepakati DPR dan pemerintah agar ditunda menjadi 9 Desember 2020. Sejumlah pihak meragukan sebab waktu persiapan yang sempit karena terganggu pandemi Covid-19.
Wakil Ketua Komisi II DPR Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, DPR optimis Pilkada dapat digelar pada Desember 2020. Kendati, DPR juga memberi ruang untuk dimundurkan lagi jika pandemi corona tidak berhenti pada akhir Mei atau awal Juni.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Mengapa Pemilu 2019 di sebut Pemilu Serentak? Pemilu Serentak Pertama di Indonesia Dengan adanya pemilu serentak, diharapkan agar proses pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Apa saja yang dipilih rakyat Indonesia pada Pilkada 2020? Pada Pilkada ini, rakyat Indonesia memilih:Gubernur di 9 provinsiBupati di 224 kabupatenWali kota di 37 kota
"Kami optimis, tapi tetap memberi ruang jika pandemi tidak juga terlihat surut pada akhir Mei atau awal Juni," kata Yaqut kepada wartawan, Rabu (22/4).
Yaqut mengatakan, DPR, pemerintah dan KPU akan menggelar rapat kerja untuk membahas kelanjutan penundaan Pilkada. Jika tak memungkinkan digelar 9 Desember 2020.
Di sisi lain, KPU juga mensyaratkan Pilkada pada Desember hanya memungkinkan jika Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu pada akhir April. Perppu tersebut hingga kini belum terbit.
"Jika nanti setelah April misalnya baru terbit, kita akan tanyakan kembali ke KPU apakah masih sanggup atau ada alternatif lain," kata Yaqut.
Ketua DPP PKB itu memastikan, anggaran penyelenggaraan Pilkada tidak terganggu. Kendati, ada pengalihan oleh daerah untuk penyelesaian Covid-19. Kata Yaqut, sudah ada daerah yang lebih dahulu mencairkan anggaran Pilkada.
"Namun memang sudah ada beberapa daerah yang sudah mencairkan. Nanti skemanya bagaimana, kita akan lihat lagi bersama pemerintah dan KPU," jelasnya.
Perludem berpandangan bahwa penyelenggaraan pilkada serentak pada 9 Desember 2020 baka sulit direalisasikan. Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini membandingkan dengan penyelenggaran Pemilu di Korsel meski sama-sama diterpa bencana covid-19.
"9 Desember dalam situasi seperti saat ini, konteks Indonesia menurut kami di Perludem sangat tidak memungkinkan atau sangat berisiko kalau kita tetap melaksanakan pilkada. Paling memungkinkan di 2021, dengan waktu yang lebih memadai jadi UU mestinya waktu pilihan, dipilih waktu yang paling memadai, paling panjang di 2021, terang dia.
"Juga kewenangan yang diberikan kepada KPU untuk melakukan penyesuaian teknis Pemilu atau pengelolaan tahapan. yang bisa beradaptasi dengan situasi krisis yang kita hadapi. Misalnya dalam analisis KPU ada daerah yang masih krisis bisa saja dalam peraturan yang dibuat KPU itu dilakukan penyesuaian," sambung Titi.
Dia menyebut sejumlah aspek yang menentukan pelaksaan Pilkada tahun ini. Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan pemilu di tengah pandemi Covid-19, kata dia, yakni prinsip pemilu yang bebas dan adil.
Konteks keberhasilan pelaksanaan pemilu di Korsel juga tidak bisa dilepaskan dari keberhasilan pemerintah setempat dalam mengatasi Covid-19. Sebab keberhasilan tersebut, memberikan keyakinan kepada masyarakat.
Kemampuan dan kapasitas kelembagaan penyelenggara pemilu untuk meyakinkan untuk tampil meyakinkan dan membangun kepercayaan publik juga penting. Di Korsel, penyelenggara pemilu mampu meyakinkan pemilih bahwa mereka bisa bekerja profesional dalam menyelenggarakan pemilu. Jadi ada kredibilitas dan kepercayaan publik yang tinggi pada penyelenggara pemilu, bahwa pemilu bisa berjalan dengan baik, dengan protokol yang sejalan, bisa proteksi keselamatan, jelas dia.
Selain itu, ada dukungan perangkat elektoral yang memungkinkan pemilu beradaptasi dengan kondisi emergency seperti pandemi Covid-19. Perangkat elektoral yang dia maksud yakni instrumen hukum yang menjadi dasar pelaksanaan pemilu.
(mdk/ray)