DPR: Sepanjang 2013 nasib buruh Indonesia masih buram
Bahkan perburuhan di sektor BUMN pun masih terjadi berbagai bentuk pelanggaran.
Sepanjang tahun ini, DPR mencatat masih banyak kasus eksploitasi buruh secara massif dan sistematis di Indonesia, meski konstitusi dan peraturan perundang-undangan (UU) telah menjamin hak buruh untuk hidup secara adil dan layak.
"Namun sepanjang periode 2013 kondisi perburuhan di Indonesia masih diwarnai potret buram yang terjadi baik di sektor BUMN maupun sektor swasta di mana terjadi berbagai bentuk pelanggaran," kata Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Diah Pitaloka, dalam siaran persnya, Kamis (2/1).
Rieke, politisi PDI Perjuangan itu menjelaskan beberapa catatan, di antaranya; perusahaan negara melanggar hukum dan mengeksploitasi pekerjanya serta terjadi PHK sewenang-wenang terhadap sedikitnya 2000-an pekerja outsourcing di BUMN.
Kemudian, sistem perbudakan modern di sektor swasta makin parah. Tahun ini, dia melanjutkan, terbongkar praktik perbudakan terhadap 34 buruh pabrik kuali di Tangerang. Diperkirakan, praktik outsourcing dan kontrak yang melanggar UU juga terjadi terhadap sedikitnya 8 juta buruh Indonesia.
Berikutnya, soal kebijakan Inpres (Instruksi Presiden) Nomor 9 Tahun 2013 yang diterbitkan pemerintah SBY adalah bukti kebijakan pengupahan pemerintah masih berwatak upah murah dan otoriter serta belum berorientasi untuk meningkatkan kesejahteraan buruh.
Begitu juga dengan kebijakan Sistem Jaminan Sosial dan Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Menurut Rieke, kebijakan itu masih belum memberikan perlindungan terhadap buruh.
"Dari sekitar 42,1 juta pekerja formal, hanya 15 persen atau sekitar 13.214.421 juta jiwa tercakup dalam Jamsostek dan dari 237 ribu Perusahaan Swasta hanya sekitar 500 perusahaan yang mempunyai program pensiun," ujarnya.
Masalah lain adalah kekerasan terhadap buruh, seperti pada pemogokan nasional 30 Oktober 2013 lalu, sedikitnya 28 buruh di Bekasi menjadi korban percobaan pembunuhan dan tindak kekerasan oleh preman, dan terjadi pembiaran oleh aparat negara.
Oleh sebab itu Rieke mendesak aparat negara harus melakukan penegakan hukum ketenagakerjaan secara tegas tanpa tebang pilih termasuk terhadap perusahaan BUMN yang melanggar hak normatif pekerja. Rieke juga mendesak agar Inpres Nomor 9 Tahun 2013 dicabut.
Desakan lain, pemerintah juga diminta menghentikan segala bentuk kriminalisasi maupun tindakan represif baik yang dilakukan oleh aparat maupun preman terhadap buruh yang sedang memperjuangkan haknya.
"Likuidasi dan bubarkan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja (PPJP) provider outsourcing tenaga kerja di BUMN dan swasta yang melanggar UU dan status tenaga kerja outsourcing demi hukum hubungan kerjanya beralih menjadi pekerja tetap di perusahaan pemberi pekerjaan yang merupakan pengguna."
Desakan lain, pemerintah diminta menerbitkan 12 peraturan turunan BPJS kesehatan dan 9 peraturan turunan BPJS ketenagakerjaan sesuai dengan amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (termasuk segera selesaikan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 tentang penerima PBI dan PP Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.