DPR usulkan e-KTP digunakan di Pilkada 2018 dan Pemilu 2019
Komisi II DPR mendorong agar PKPU dan Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu) bisa mengatur perekaman e-KTP rampung. Nantinya, e-KTP akan digunakan sebagai acuan pendataan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan menjadi syarat untuk ikut dalam pemungutan suara di Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
Komisi II DPR mendorong agar Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dan Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu) bisa mengatur perekaman e-KTP rampung. Nantinya, e-KTP akan digunakan sebagai acuan pendataan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan menjadi syarat untuk ikut dalam pemungutan suara di Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
"Oleh karena itu ini Pilkada terakhir maka Perbawaslu dan PKPU harus mendorong progresnya sampai penerapan 100 persen e-KTP," kata Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PKB Lukman Edy di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/8).
Lukman mengingatkan, seharusnya perekaman e-KTP bisa rampung 100 persen pada akhir Desember 2018. Ketentuan itu merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada Pasal 200 A.
Dengan kata lain, masyarakat yang ikut serta dalam pemungutan suara tidak perlu lagi menggunakan surat keterangan (suket) dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di setiap daerah.
Pilkada yang akan digelar Juni 2018, kata Lukman, bisa menjadi ajang untuk mengukur kesiapan dari teknis pengawasan menggunakan e-KTP, meski nantinya perekaman belum rampung 100 persen.
"Nah ini kan harus tergambar dalam Pilkada 2018 nanti bulan Juni bagaimana caranya supaya Pilkada 2018 sudah paling tidak mekanisme pengawasan sudah mekanisme 100 persen e-KTP," terangnya.
Kendati demikian, Lukman mengaku memahami kendala dari Kemendagri sehingga perekaman e-KTP terhenti. Salah satu faktornya adalah kematian penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merek L-1 untuk proyek e-KTP, Johannes Marliem.
Tewasnya Johannes meninggalkan tagihan chip e-KTP kepada negara yang belum tentu bisa dibayarkan. Imbasnya, muncul persoalan karena perekaman e-KTP memiliki batas waktu.
"Kita khawatir software yang dibuat tutup tak bisa direkam apa antisipasinya. Ini kan menyangkut mungkin jutaan pemilih yang tak bisa kerekam terutama anak-anak pemilih baru yang akan berusia 17 tahun di bulan ini. Itu enggak bisa direkam lagi," ujarnya.
Menjawab permintaan itu, Staf Ahli Bidang Pemerintahan Kemendagri, Suhajar Diantoro menuturkan 90 persen masyarakat yang telah wajib KTP telah melakukan perekaman.
Suhajar menjelaskan, awal pengadaan memang lisensinya hanya untuk merekam sebanyak 172 juta penduduk. Namun, seiring berjalannya waktu pemerintah dan penyedia chip e-KTP menyetujui untuk menambah sebanyak 10 juta penduduk.
"Insya Allah itu nggak ada masalah. Sebab uang itu sudah ada. Sekitar 10 juta (penduduk) sebab kan kita sudah ada 172 juta. sementara sekarang kami perkirakan e-KTP semua ada 182 juta. Itu yang termasuk diantisipasi anak SMA yang tadi (yang baru umur 17 tahun)," klaimnya.
Pihaknya telah mengetahui amanat UU bahwa e-KTP harus menjadi satu-satunya data untuk ikut serta Pemilu paling lambat Desember 2018. Namun, Suhajar menyebut Suket masih bisa digunakan dalam Pilkada 2018 karena perekaman e-KTP belum 100 persen.
"Memang sekarang kan ada suket, seperti yang sekarang kita gunakan ini yang akan berlaku sampai 2018 Desember. artinya di Pilkada Serentak 2018 yang akan berlangsung Juli, masih bisa gunakan suket," tambahnya.
Kemendagri terus berupaya menjalankan amanat UU Pilkada agar perekaman bisa selesai sesuai jadwal yang ditentukan. Dia juga memastikan ketersediaan blanko e-KTP di sejumlah daerah sudah tidak lagi menjadi persoalan.
"Nah tadi yang dilakukan oleh kawan-kawam kan soal blanko yang kurang sudah saya jawab. Sudah cek tadi ke Makassar, Kota Makassar tidak laporkan kekurangan blanko," tutupnya.
Baca juga:
Mendagri akui stres urus e-KTP
Menteri Tjahjo targetkan distribusi e-KTP selesai pada akhir 2017
Puluhan orang terjaring razia KTP elektronik di CBD Bintaro
Tjahjo bantah minta warga Ahmadiyah bersyahadat untuk dapatkan e-KTP
Ombudsman sebut jutaan warga masih belum punya KTP elektronik
-
Mengapa Pemilu 2019 di sebut Pemilu Serentak? Pemilu Serentak Pertama di Indonesia Dengan adanya pemilu serentak, diharapkan agar proses pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Kapan Pemilu 2019 diadakan? Pemilu terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah pemilu 2019. Pemilu 2019 adalah pemilu serentak yang dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan DPD.
-
Kapan pemilu 2019 dilaksanakan? Pemilu 2019 merupakan pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Apa yang diraih Partai Gerindra di Pemilu 2019? Pada Pemilu 2019, perolehan suara Partai Gerindra kembali naik, walau tidak signifikan. Partai Gerindra meraih 12,57 persen suara dengan jumlah pemilih 17.594.839 dan berhasil meraih 78 kursi DPR RI.