Eks Komisioner Sebut Perppu Penundaan Pilkada Buat Kerja KPU Lebih Berat
"Padahal itu (Perppu Pilkada) dibuat untuk kondisi darurat," jelas dia.
Mantan Komisioner KPU Pusat Hadar Nafis Gumay mengatakan Perppu Pilkada membuat tugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi lebih berat. Selain itu juga membuat proses pelaksanaan pilkada menjadi lebih berisiko.
"Tentu banyak sekali yang harus dilakukan apalagi ini dalam kondisi bencana wabah Covid-19. Dengan adanya kan itu ada empat tahapan penyusunan daftar pemilih, masih harus coklit, harus ke rumah-rumah mengecek para pemilih," kata dia kepada merdeka.com, Rabu (6/5).
-
Kenapa Pilkada itu penting? Pilkada artinya singkatan dari Pemilihan Kepala Daerah, adalah salah satu momen krusial dalam sistem demokrasi kita.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Kenapa Pilkada tahun 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pilkada di tahun tersebut dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan peserta dan pemilih.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Kenapa Pilkada 2024 penting? Pemilihan kepala daerah serentak ini menjadi ajang untuk menilai kembali kinerja para pejabat yang sedang menjabat, sekaligus kesempatan bagi calon baru untuk menawarkan visi dan misi mereka dalam membangun daerah masing-masing.
"Tahapan pencalonan, yang masih harus mengecek dukungan para calon perseorangan dan itu harus menemui mengecek semua pendukung dari para calon perseorangan, kemudian pembentukan dan pelantikan PPS yang sebagian Sudan sebagian masih belum belum lagi ada kampanye. Jadi kerjanya harus langsung bertemu dengan banyak orang," sambung Hadar.
Pelaksanaan tahapan-tahapan tersebut, kata dia, mengharuskan interaksi dengan banyak orang. Pertanyaannya apakah langkah-langkah itu bisa dilakukan seperti dalam keadaan normal. "Apakah itu bisa kita lakukan seperti biasanya," ujar dia.
Menurutnya tentu ada persiapan tambahan yang harus dilakukan KPU. Dengan begitu, pelaksanaan tahapan pilkada dapat sejalan dengan protokol keselamatan dan kesehatan yang telah ditetapkan, seperti pengaturan teknis pelaksanaan kegiatan. Juga sarana kesehatan penunjang. Sebut saja hand sanitizer dan lainnya.
"Kan kertas-kertas itu harus dibersihkan, disterilkan dulu sebelum diserahkan ke masyarakat," ungkapnya.
Jika tidak demikian, maka ada kemungkinan kegiatan tahapan pilkada yang dilakukan justru menjadi sumber penyebaran Covid-19. Hal ini tentu sangat ingin dihindari oleh semua pihak. "Jangan sampai, mudah-mudahan tidak, wilayah yang melakukan pemilihan juga menjadi klaster penyebaran Covid-19," tegas dia.
Atas dasar itulah, Perppu Pilkada justru berlawanan dengan upaya pemerintah untuk menekan penyebaran Covid-19. Karena di satu sisi pemerintah ingin memutus mata rantai penularan Covid-19.
Di sisi lain, tahapan pilkada yang mensyaratkan pertemuan fisik harus dijalankan sebagai persiapan menyambut Pilkada yang telah ditetapkan akan dilaksanakan pada Desember 2020.
"Padahal itu (Perppu Pilkada) dibuat untuk kondisi darurat," jelas dia.
Risiko kesehatan yang mengancam para petugas KPU dan masyarakat juga menjadi perhatian Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan Perppu 2/2020 membuka risiko pada kesehatan masyarakat dan petugas KPU.
"Bila KPU tidak mampu menyiapkan teknis pemilihan yang kompatibel dengan protokol penanganan Covid-19," kata dia.
Oleh karena itu, tegas dia, KPU harus mampu merumuskan berbagai peraturan teknis pilkada yang tidak bertentangan dengan protokol penanganan Covid-19, khususnya soal interaksi petugas dengan pemilih maupun peserta pemilihan.
"Misalnya verifikasi faktual syarat dukungan bakal calon perseorangan, coklit data pemilih, maupun kampanye, yang notabene mestinya sejalan dengan kebijakan jaga jarak untuk pencegahan penyebaran Covid-19," tandasnya.
(mdk/ray)