Formappi: Amandemen UUD 1945 Buka Peluang Presiden 3 Periode
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, amandemen terbatas UUD 1945 sebuah dagelan dan mengada-ada. Apalagi wacana itu diembuskan saat Indonesia tengah dilanda pandemi covid-19 dan menyongsong Pilpres 2024.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, amandemen terbatas UUD 1945 sebuah dagelan dan mengada-ada. Apalagi wacana itu diembuskan saat Indonesia tengah dilanda pandemi covid-19 dan menyongsong Pilpres 2024.
Lucius menduga, rencana amendemen itu hanya membuka peluang wacana masa jabatan presiden tiga periode. Pandemi pun dijadikan alasan untuk meniupkan pesimistis soal masa depan bangsa demi mendapatkan dukungan atas proyek tiga periode masa jabatan presiden.
-
Bagaimana UUD 1945 disahkan? Peringatan Hari Konstitusi mengacu pada disahkannya UUD 1945 melalui Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau Dokuritus Junbi Inkai).
-
Siapa yang melaporkan Bambang Soesatyo ke MKD? Laporan dibuat mahasiswa Universitas Islam Jakarta bernama M Azhari terkait terkait pernyataan bahwa semua partai politik setuju untuk melakukan amandemen penyempurnaan UUD 1945.
-
Apa isi dari Pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen? Sebelum amandemen, pasal 7 UUD 1945 menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali tanpa batasan periode.
-
Apa yang dilaporkan oleh M Azhari kepada MKD terkait dengan Bambang Soesatyo? Laporan tersebut terkait pernyataan Bamsoet bahwa semua partai politik setuju untuk melakukan amandemen penyempurnaan daripada UUD 1945 yang telah ada.
-
Kapan Monumen Perjuangan 1945 diresmikan? Awalnya berdiri dan diresmikan pada peringatan Hari Pahlawan peresmian 10 November 1984, taman pun direhabilitasi pada tahun 2018.
-
Kenapa Pasal 7 UUD 1945 diubah? Pasal 7 dalam UUD 1945 yang mengatur tentang masa jabatan presiden diubah karena beberapa alasan, antara lain: Untuk menghindari praktik kekuasaan yang otoriter, korup, dan nepotis yang terjadi pada masa Orde Baru, yang memungkinkan seorang presiden menjabat tanpa batas periode. Untuk mendorong regenerasi dan demokratisasi kepemimpinan nasional, yang memberi kesempatan kepada calon-calon presiden lain yang memiliki visi dan misi yang sesuai dengan aspirasi rakyat.
"Menghubungkan pandemi yang berkepanjangan dengan rencana amendemen konstitusi untuk memperpanjang masa jabatan presiden jelas mengada-ada karena wacana amandemen sendiri sudah muncul sebelum pandemi," ujar Lucius saat dihubungi wartawan, Kamis (19/8).
Lucius mengatakan, tak ada alasan yang masuk akal pandemi berkepanjangan akan teratasi melalui perubahan masa jabatan presiden dari 2 periode ke 3 periode. Bayangan pesimistis soal situasi pandemi berkepanjangan yang berdampak pada masalah ketatanegaraan jelas sesuatu yang mengada-ada.
"Seolah-olah dengan itu, bangsa ini tak mampu melakukan perencanaan pemilu dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada," ujar Lucius.
Oleh karena itu, dengan atau tanpa pandemi, wacana amendemen konstitusi merupakan rencana MPR periode ini. Sayangnya wacana amandemen itu sejak awal ditentang publik.
"Sekarang memunculkan alasan baru terkait pandemi. Dikira karena situasi pandemi, publik mungkin bisa berubah dan mendukung rencana amandemen konstitusi," ujar Lucius.
Lucius mengatakan, Ketua MPR Bambang Soesatyo berulangkali menegaskan bahwa amendemen konstitusi hanya untuk mengakomodasi wacana Haluan Negara saja. Meski begitu, selalu ada yang meniupkan harapan agar amendemen juga menyasar wacana terkait masa jabatan Presiden. Apalagi kata Lucius, proses amandemen merupakan proses politik.
"Artinya potensi amandemen bisa menjadi bola liar untuk mengubah banyak hal masih terbuka. Walaupun sejak awal tak direkomendasikan MPR, tetapi kebutuhan sebagian kalangan untuk mendukung penambahan masa jabatan Presiden adalah fakta lain yang mungkin saja bisa terwujud jika amandemen jadi dilakukan,"
Lucius mengatakan, kecurigaan akan motif politik di balik wacana amendemen memang menjadi sesuatu yang paling dikhawatirkan. Motif politik ini jelas tidak mengacu pada kebutuhan nasional atau bangsa.
"Ini hanya urusan para pemburu kekuasaan yang sudah memasang agenda politik demi mempertahankan kekuasaan," ujar Lucius.
Sebelumnya, wacana soal amandemen UUD1945 telah disinggung Bamsoet saat pidato di Sidang Tahunan MPR 2021, Senin (16/8) lalu. Dia menyebut amandemen konstitusi hanya akan terbatas dan hanya fokus pada pokok-pokok haluan negara (PPHN), tidak akan melebar pada perubahan pasal lain.
"Perubahan terbatas tidak memungkinkan untuk membuka kotak Pandora, eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (16/8).
Pasalnya, Bamsoet menyebut, PPHN diperlukan untuk memastikan potret wajah Indonesia 50-100 tahun mendatang.
"50-100 tahun yang akan datang, yang penuh dengan dinamika perkembangan nasional, regional dan global sebagai akibat revolusi industri, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi," ungkapnya.
Keberadaan PPHN, lanjutnya, tidak akan mengurangi kewenangan pemerintah untuk menyusun cetak biru pembangunan nasional baik dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
"PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis. Dengan PPHN, maka rencana strategis pemerintah yang bersifat visioner akan dijamin pelaksanaannya secara berkelanjutan tidak terbatas oleh periodisasi pemerintahan yang bersifat electoral," tandasnya.
(mdk/rnd)