Hidayat Nur Wahid: Presidential Threshold Harus Ditinjau Ulang
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta DPR dan pemerintah meninjau ulang pengaturan besaran ambang batas pencalonan presiden atau "presidential threshold" (PT) yang diatur dalam revisi UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta DPR dan pemerintah meninjau ulang pengaturan besaran ambang batas pencalonan presiden atau "presidential threshold" (PT) yang diatur dalam revisi UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Politikus PKS ini menilai, besaran PT yang sebesar 20 persen yang berlaku saat ini dan sudah dipraktikkan pada Pilpres tahun 2014 dan 2019, telah menimbulkan banyak dampak negatif.
-
Kapan Wapres Ma'ruf menjadi Plt Presiden? Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 tahun 2024 tentang penugasan Wakil Presiden untuk melaksanakan tugas presiden hingga 6 Maret 2024.
-
Kapan Hamzah Haz terpilih menjadi Wakil Presiden? Pada hari Kamis, 26 Juli 2001, Hamzah terpilih sebagai Wakil Presiden ke-9 Republik Indonesia.
-
Kapan pengumuman calon wakil presiden Ganjar Pranowo? PDI Perjuangan bersama partai koalisi secara resmi mengumumkan nama bakal calon wakil presiden Mahfud MD untuk mendampingi Capres Ganjar Pranowo, Rabu, 18 Oktober 2023.
-
Kapan pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden? Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 pada 20 Oktober mendatang.
-
Apa yang diusulkan Mentan kepada Presiden? Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengusulkan kepada presiden penambahan kuota pupuk bersubsidi.
-
Siapa yang menunjuk Wapres Ma'ruf sebagai Plt Presiden? Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 tahun 2024 tentang penugasan Wakil Presiden untuk melaksanakan tugas presiden hingga 6 Maret 2024.
"PT yang sangat besar tersebut, pilihan capres yang tersedia semakin terbatas dan terbukti pada Pilpres 2014-2019 hanya dua pasangan calon yang memenuhi syarat bisa maju dalam Pilpres. Sehingga rakyat dipaksa tidak memiliki banyak pilihan, apalagi banyak tokoh Bangsa yang sangat layak memimpin Indonesia, tidak bisa dimajukan dalam kontestasi Pilpres karena tersandung dengan ketentuan tersebut," kata Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Selain itu menurut dia ada lagi masalah serius yang berdampak panjang dengan hanya 2 kandidat maju sebagai capres/cawapres yaitu terjadinya pembelahan di masyarakat sejak dari tingkat rumah tangga hingga ke skala negara. Dia menilai kondisi yang dikhawatirkan akan sangat membahayakan harmoni, keutuhan dan kelanggengan NKRI.
"Memang tidak serta merta sebagaimana dikhawatirkan oleh tokoh yang mengajukan 'judicial review' ke MK agar 'presidential treshold' ditiadakan atau 0 persen, bahwa adanya pembatasan akan hadirkan pembelahan dan tidak adanya alternatif calon kepemimpinan nasional," ujarnya.
Menurut dia, faktanya di Pilpres tahun 2004 dan 2009 sudah diberlakukan "presidential treshold" sebesar 15 persen, dan menghadirkan alternatif calon Presiden yang cukup 5 kandidat di 2004 serta 3 kandidat di 2009.
Dia menjelaskan, setelah dilaksanakan Pilpres tahun 2004 dan 2009, tidak terjadi pembelahan di masyarakat, sebagaimana terjadi pada Pilpres 2014 dan 2019, itu terjadi karena besaran PT disepakati di angka yang proporsional.
"Sekarang dengan perkembangan pengalaman Pilpres dan hasilnya serta tuntutan meluas dari masyarakat untuk hadirkan ketersediaan alternatif kandidat capres/cawapres. Karena itu wajar saja bila batasan syarat pengajuan capres yang lebih bisa mengakomodasi kedaulatan rakyat, semakin menjauhkan mereka dari keterbelahan, dan menguatkan praktik demokrasi di Indonesia," ujarnya.
HNW mengatakan dengan sudah diberlakukan-nya Pilpres serentak bersama dengan Pileg, maka wajar saja apabila Pemerintah dan DPR mempertimbangkan besaran "presidential treshold" sesuai dengan "electoral treshold" yang diberlakukan untuk Pileg seperti di Pileg 2019 sebesar 4 persen, yang kemungkinan akan naik, tapi tidak melebihi 5 persen.
Menurut dia, dengan semangat seperti itu diyakini akan memenuhi harapan rakyat dan terbuka alternatif calon pemimpin yang lebih banyak, sehingga tidak terjadi pengebirian kedaulatan rakyat, dan tidak mengulangi Pilpres yang membelah masyarakat lagi seperti dalam dua Pilpres sebelumnya.
Menurut HNW, pengaturan PT sebesar 4 atau 5 persen itu merupakan "win win solution" dan solusi proporsional yaitu ada pihak yang ingin tetap 20 persen dan ada pihak yang ingin PT dihapuskan sama sekali atau 0 persen.
"Dengan didukung oleh partai yang berada di parlemen dengan minimal 4 persen atau 5 persen kursi, maka capres/cawapres membuktikan bahwa mereka mempunyai dukungan politik yang riil sebagaimana tergambar di parlemen," katanya.
Baca juga:
Dorong PT 0 Persen, Demokrat Tegaskan Bukan Karena Ingin Usung AHY Jadi Capres
Gelora: Ambang Batas Parlemen 4% Saja Hanguskan 15,6 Juta Suara Rakyat
RUU Pemilu: Gerindra Setuju Ambang Batas Parlemen 5%, Pencalonan Presiden 20%
Perludem Ingatkan Pembahasan Revisi UU Pemilu Tak Hanya Fokus Ambang Batas
PAN Ingin Angka Batas Parlemen dan Ambang Batas Capres 4%
Kompetisi 2 Paslon Tak Sehat Bagi Demokrasi, PKS Ingin Ambang Batas Presiden 10%