Melihat Kesiapan Indonesia Terapkan E-Voting
Pemerintah mewacanakan penerapan pemungutan suara elektronik alias e-voting. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menginginkan teknologi yang sudah digunakan banyak negara ini diadopsi untuk penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
Pemerintah mewacanakan penerapan pemungutan suara elektronik alias e-voting. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menginginkan teknologi yang sudah digunakan banyak negara ini diadopsi untuk penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
Menurut Johnny, adopsi teknologi digital dalam pemilu memberikan efektivitas dan efisiensi. Meski diakuinya perlu kesiapan masyarakat untuk menjaga tingkat kepercayaan dalam tahapan pemilu.
-
Kapan Pemilu 2024? Sederet petahana calon legislatif (caleg) yang sempat menimbulkan kontroversi di DPR terancam tak lolos parlemen pada Pemilu 2024.
-
Mengapa Pemilu 2024 penting? Pemilu memegang peranan penting dalam sistem demokrasi sebagai alat untuk mengekspresikan kehendak rakyat, memilih pemimpin yang dianggap mampu mewakili dan melayani kepentingan rakyat, menciptakan tanggung jawab pemimpin terhadap rakyat, serta memperkuat sistem demokrasi.
-
Bagaimana Pemilu 2024 diatur? Pelaksanaan Pemilu ini diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024. Regulasi ini diteken KPU RI Hasyim Asyari di Jakarta, 9 Juni 2022.
-
Bagaimana cara pemilih melaksanakan hak pilihnya di Pemilu 2024? Untuk Pemilu 2024, aturan terkait pemilih masih mengacu pada Undang-Undang Pemilu yang berlaku, namun dapat mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan regulasi terbaru. Penting bagi setiap pemilih untuk memperhatikan syarat dan persyaratan yang berlaku pada saat Pemilu 2024 untuk dapat melaksanakan hak pilih dengan baik.
-
Apa saja yang dipilih dalam Pemilu 2024? Pada pemilu kali ini, masyarakat Indonesia akan memilih para wakil rakyat, yaitu yang akan duduk sebagai anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan Presiden serta Wakil Presiden.
-
Apa saja yang menjadi alokasi anggaran Pemilu 2024? Rincian alokasi dana Pemilu sendiri digunakan untuk:1. Perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan2. Pemutakhiran data pemilih3. Pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu4. Penetapan peserta pemilu5. Penetapan jumlah kursi dan penetapan dapil 6. Pencalonan presiden dan wapres serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan kabupaten kota 7. Masa kampanye pemilu8. Masa tenang 9. Pemungutan dan perhitungan suara 10. Penetapan hasil pemilu
Namun, penyelenggara pemilu pesimistis teknologi e-voting bisa diterapkan pada Pemilu 2024. Langkah itu membutuhkan kajian lebih mendalam serta kerangka hukum yang menjadi dasar penerapannya.
"Pengaturan tentang e-voting membutuhkan kerangka hukum UU. Ini dari sisi regulasi," ujar anggota KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi kepada merdeka.com, Jumat (25/3).
Perlu Persiapan Matang
Aturan perundang-undangan untuk mengatur e-voting dinilai sulit untuk dirampungkan dalam waktu dekat. Karena itu, belum memungkinkan untuk mengadopsi teknologi untuk pemungutan suara Pemilu 2024.
Dari segi kesiapan infrastruktur, belum ada kajian matang untuk menerapkan e-voting. Butuh persiapan, energi, dan waktu yang memadai, termasuk membangun kepercayaan publik agar mau menggunakan teknologi untuk memilih.
"Selain itu, aspek teknis (IT), SDM, dan kultur, termasuk kepercayaan publik terhadap e-voting juga penting dikaji. Jadi perlu persiapan, energi, dan waktu yang memadai," jelas Dewa.
Dalam rangka digitalisasi pemilu, KPU tengah fokus untuk mengembangkan aplikasi rekapitulasi alias Sirekap. Sebabnya masalah utama pemilu yang perlu dioptimalkan adalah pada penghitungan suara dan rekapitulasi.
"Diharapkan pengembangan dan optimalisasi Sirekap akan berjalan dengan baik, sehingga bisa lebih cepat, efektif, dan akuntabel. Untuk itu, selain penyempurnaan aplikasinya, maka dukungan ifrastruktur IT termasuk akses internet menjadi kebutuhan yang sangat mendasar dan penting," jelas Dewa.
Infrastruktur Belum Merata
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai penggunaan teknologi dalam pemungutan suara belum diperlukan. Infrastruktur belum merata hingga ancaman keamanan siber bisa menjadi masalah penerapan e-voting di Indonesia.
"Beberapa tantangannya adalah soal infrastruktur, seperti internet, listrik yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Belum lagi kita harus mempersiapkan juga keamanan sibernya," ujar Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati kepada merdeka.com, Jumat (25/3).
Berbagai negara yang sudah menerapkan e-voting pun tidak semuanya berhasil, seperti Jerman dan Filipina. Di Jerman, penggunaan e-voting telah dibatalkan melalui mahkamah konstitusi di Jerman. Penyebabnya terjadi isu kepercayaan terhadap teknologi yang digunakan.
Sementara di Filipina yang menggunakan e-voting sejak tahun 80-an dan ada masa kembali ke pemungutan suara secara konvensional. Alasannya karena ketidakpercayaan publik.
Teknologi Rekapitulasi Lebih Dibutuhkan
Menurut Khoirunnisa, belajar dari dua negara ini, Indonesia belum siap untuk menerapkan e-voting. Di luar masalah infrastruktur, perlu juga mempertimbangkan isu kepercayaan publik terhadap penggunaan teknologi.
"Iya, e-recap lebih pas untuk indonesia," tutur Khoirunnisa.
Selain itu, perlu dipertimbangkan apa yang dibutuhkan dan masih menjadi masalah dalam pemilu di Indonesia. Sejalan dengan KPU, penggunaan teknologi di Indonesia lebih diperlukan dalam hal rekapitulasi penghitungan suara.
"Karena pada tahapan ini masih dilakukan secara manual dan berjenjang dari KPPS hingga pusat. Di sinilah ruang adanya kecurangan, ada potensi suara diperjualbelikan atau digeser-geser, sementara di sisi tahapan pemungutan suara relatif tidak ada masalah," ujar Khoirunnisa.
"Oleh sebab itu yang lebih dibutuhkan adalah instrumen teknologi pada tahapan penghitungan suaranya," pungkasnya.
(mdk/yan)