Pilpres Amerika Serikat dan Pro-Kontra Sistem Electoral College
Di AS, presiden tidak dipilih secara langsung oleh rakyat, melainkan melalui sistem yang dikenal sebagai electoral college.
Amerika Serikat memiliki sistem pemilihan presiden yang berbeda dengan Indonesia. Di AS, presiden tidak dipilih secara langsung oleh rakyat, melainkan melalui sistem yang dikenal sebagai electoral college.
Dalam sistem ini, pemilih memberikan suara kepada sekelompok orang yang disebut elektor, yang mewakili suara mereka di setiap negara bagian. Terdapat 538 elektor yang tersebar di seluruh negara bagian, dan seorang calon presiden harus meraih setidaknya 270 suara elektoral untuk menang.
-
Siapa yang dipilih warga saat pemilu AS? Ketika warga AS memberikan suara dalam pemilihan presiden mendatang, mereka umumnya akan memilih salah satu dari dua kandidat presiden dan wakil presiden, serta memilih anggota elektor atau electoral.
-
Kenapa Electoral College dibentuk? Ketika konstitusi AS disusun pada tahun 1787, pemungutan suara secara nasional untuk memilih presiden dianggap tidak mungkin karena luasnya wilayah negara dan kesulitan dalam komunikasi. Oleh karena itu, para perancang konstitusi menciptakan sistem electoral college, di mana setiap negara bagian memilih sejumlah elektornya.
-
Apa yang terjadi pada hari pemilu AS? Berdasarkan laporan dari Sky News pada Rabu (22/10/2024), pada siang hari pemilu, para pemilih akan datang ke tempat pemungutan suara untuk memberikan suara mereka. Namun, menurut NBC News, diperkirakan sekitar setengah dari pemilih yang terdaftar sudah memberikan suara sebelum tanggal 5 November.
-
Apa itu konversi suara di Pemilu? Dalam pemilihan legislatif, konversi suara digunakan untuk mengonversi perolehan suara partai politik menjadi jumlah perolehan kursi legislatif.
-
Apa saja faktor yang mempengaruhi hasil pemilu? Hasil pemilu dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks dan bervariasi tergantung pada konteks politik suatu negara. Beberapa faktor yang umumnya dapat memengaruhi hasil pemilu meliputi: 1. Kandidat dan Partai Politik, 2. Isu Pemilu, 3. Faktor Ekonomi, 4. Media Massa, 5. Partisipasi Pemilih, 6. Sistem Pemilu, 7. Peraturan Pemilu, 8. Sentimen Publik, 9. Dukungan Elektoral, 10. Perubahan Demografis.
-
Siapa yang menentukan hasil pemilu? Nah, kombinasi dari faktor-faktor ini dan dinamika unik setiap pemilihanlah yang akan membentuk hasil akhir pemilu suatu negara.
Setiap negara bagian memiliki jumlah elektor yang berbeda, biasanya proporsional dengan populasi. Misalnya, negara bagian dengan populasi besar seperti California memiliki lebih banyak suara elektoral dibandingkan negara bagian kecil seperti Wyoming.
Hal ini menciptakan dinamika yang unik dalam pemilihan presiden, di mana suara dari negara bagian kecil bisa memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan negara bagian besar.
Argumen Pendukung dan Penentang Electoral College
Sistem electoral college memiliki pendukung dan penentang yang kuat. Pendukungnya berargumen bahwa sistem ini dirancang untuk menghindari kekuasaan yang terlalu besar dari satu cabang pemerintahan.
Pakar politik dari Universitas Illinois Urbana-Champaign, Arya Budi menjelaskan bahwa para pendiri negara ingin memastikan pemilihan presiden tidak hanya bergantung pada suara langsung rakyat, tetapi juga melibatkan perwakilan yang dianggap lebih terdidik. Hal ini diyakini membantu menjaga keseimbangan kekuatan politik di seluruh negara bagian.
Namun, ada juga kritik terhadap sistem ini. Joshua Holzer, lektor ilmu politik di Westminster College, Missouri, menyoroti bahwa meskipun negara bagian dengan populasi besar mendapatkan lebih banyak suara elektoral, sistem ini bersifat proporsional degresif.
Artinya, pemilih di negara bagian kecil memiliki lebih banyak pengaruh dibandingkan pemilih di negara bagian besar. Ini menciptakan ketidakadilan dalam representasi suara.
Kontroversi dan Tantangan dalam Electoral College
Salah satu kontroversi utama dalam sistem electoral college adalah mekanisme 'winner-takes-all'. Dalam sistem ini, jika seorang kandidat unggul tipis dalam pemungutan suara, ia dapat mengambil semua suara elektoral dari negara bagian tersebut.
Hal ini menyebabkan situasi di mana calon presiden yang mendapatkan suara populer terbanyak tidak selalu terpilih. Ricky Suyono, pemilih diaspora Indonesia di Florida, mengungkapkan dukungannya terhadap sistem suara populer karena semua suara pemilih diakui. Namun, ia juga mengakui efektivitas sistem electoral college saat ini.
Riri Sastro, pemilih diaspora lainnya, juga mengekspresikan pandangannya. Ia kurang mendukung mekanisme 'winner-takes-all', tetapi menyadari bahwa sistem ini adalah bagian dari proses pemilihan yang ada.
“Kita tidak bisa marah. Itulah sistemnya,” ungkapnya dilansir VOA, Rabu (6/11/2024).
Kesulitan dalam Mengubah Sistem Pemilihan
Selama lebih dari dua abad, banyak proposal telah diajukan untuk mereformasi atau menghapus sistem electoral college. Namun, proses politik di Amerika Serikat membuat perubahan ini sulit dilakukan.
Arya Budi mencatat bahwa dukungan yang tipis terhadap sistem ini menunjukkan bahwa banyak warga ingin perubahan, tetapi partai politik yang solid membuat reformasi menjadi tantangan.
Menurut survei Pew Research Center, hanya 35 persen warga yang ingin mempertahankan sistem ini, sementara survei Gallup menunjukkan angka 39 persen.
Joshua Holzer menambahkan bahwa untuk mengatasi masalah ini, warga Amerika Serikat harus membuka diri terhadap kandidat dari berbagai partai. Dengan tidak terikat pada satu partai saja, semua kandidat akan berusaha meraih suara elektoral dari setiap negara bagian, sehingga kebutuhan masyarakat dapat diperhatikan dengan lebih baik.