Ketua MPR: Penyempurnaan UUD 45 Tidak Boleh Dianggap Tabu
Menurutnya, sebagai konstitusi, UUD 1945 dalam perjalannya telah mengalami banyak perubahan sesuai dengan dinamika yang berkembang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Seperti halnya, ketika masa sebelum dan sesudah reformasi.
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo menyebut, jika Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bukanlah sebuah kitab suci, sehingga bila ada kehendak lakukan perubahan atau amandemen di dalamnya adalah hal lumrah. Sebagaimana yang telah diwacanakan untuk mewadahi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
"Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang bukanlah kitab suci. Karenanya tidak boleh dianggap tabu jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan," katanya dalam pidatonya pada peringatan Hari Konstitusi yang disiarkan chanel youtube @MPRGOID, Rabu (18/8).
-
Siapa yang melaporkan Bambang Soesatyo ke MKD? Laporan dibuat mahasiswa Universitas Islam Jakarta bernama M Azhari terkait terkait pernyataan bahwa semua partai politik setuju untuk melakukan amandemen penyempurnaan UUD 1945.
-
Apa yang dilaporkan oleh M Azhari kepada MKD terkait dengan Bambang Soesatyo? Laporan tersebut terkait pernyataan Bamsoet bahwa semua partai politik setuju untuk melakukan amandemen penyempurnaan daripada UUD 1945 yang telah ada.
-
Siapa yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) pada tahun 1955? Pada tahun 1955, Presiden Soekarno mengangkat Jenderal Mayor Bambang Utoyo sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ke-4.
-
Siapa yang memimpin UNIMUDA Sorong? Hal ini dibenarkan oleh Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir.
-
Kapan Bendungan Jenderal Soedirman diresmikan? Pada tahun 1989, Bendungan Jenderal Soedirman, juga dikenal sebagai Waduk Mrica, diresmikan oleh Presiden Soeharto.
-
Bagaimana UUD 1945 disahkan? Peringatan Hari Konstitusi mengacu pada disahkannya UUD 1945 melalui Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau Dokuritus Junbi Inkai).
Menurutnya, sebagai konstitusi, UUD 1945 dalam perjalannya telah mengalami banyak perubahan sesuai dengan dinamika yang berkembang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Seperti halnya, ketika masa sebelum dan sesudah reformasi.
"Di masa sebelum reformasi Undang-Undang Dasar sangat dimuliakan secara berlebihan. Pemuliaan itu terlihat dari tekad MPR untuk melaksanakannya secara murni dan konsekuen, dan tidak berkehendak untuk melakukan perubahan," ujarnya.
Bahkan, politikus Golkar ini mengungkapkan, apabila muncul kehendak melakukan amandemen terhadap UUD 1945 haruslah melalui referendum dengan pemungutan suara secara luas atas sebuah keputusan, sebagaimana Ketetapan MPR RI Nomor: IV/MPR/1983 tentang Referendum.
"Namun, Seiring dengan datangnya era reformasi pada pertengahan tahun 1998, muncul arus besar aspirasi masyarakat yang menuntut untuk dilakukannya perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945. MPR pun segera menyikapinya dengan terlebih dulu mencabut Ketetapan MPR RI Nomor: IV/MPR/1983 tentang Referendum melalui Ketetapan MPR RI Nomor: VIII/MPR/1998," jelasnya
"Pencabutan Ketetapan MPR tersebut memuluskan jalan bagi MPR hasil pemilihan umum 1999 untuk menindaklanjuti tuntutan masyarakat yang menghendaki perubahan Undang-Undang Dasar. Demikian responsifnya MPR pada masa itu dalam menyikapi arus besar aspirasi masyarakat," lanjut Bambang yang akrab disapa Bamsoet.
Atas hal itulah, dia mengklaim jika saat ini MPR telah menampung banyak masukan dan diminta mengambil langkah responsif dengan melakukan revisi terhadap konstitusi UUD 1945 untuk menghadirkan PPHN.
"Responsifitas yang sama saat ini sedang ditunggu masyarakat, yaitu berkaitan dengan adanya arus besar aspirasi yang berhasil dihimpun MPR, yaitu kehendak menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara," ucapnya.
Sebelumnya, wacana soal amandemen UUD1945 telah disinggung Bamsoet saat pidato di Sidang Tahunan MPR 2021, Senin (16/8) lalu. Dia menyebut amandemen konstitusi hanya akan terbatas dan hanya fokus pada pokok-pokok haluan negara (PPHN), tidak akan melebar pada perubahan pasal lain.
"Perubahan terbatas tidak memungkinkan untuk membuka kotak Pandora, eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (16/8).
Pasalnya, Bamsoet menyebut, PPHN diperlukan untuk memastikan potret wajah Indonesia 50-100 tahun mendatang.
“50-100 tahun yang akan datang, yang penuh dengan dinamika perkembangan nasional, regional dan global sebagai akibat revolusi industri, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi,” ungkapnya.
Keberadaan PPHN, lanjutnya, tidak akan mengurangi kewenangan pemerintah untuk menyusun cetak biru pembangunan nasional baik dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
"PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis. Dengan PPHN, maka rencana strategis pemerintah yang bersifat visioner akan dijamin pelaksanaannya secara berkelanjutan tidak terbatas oleh periodisasi pemerintahan yang bersifat electoral,” tandasnya.
Baca juga:
Demokrat: Tak Ada Jaminan Amandemen UUD 1945 Tidak Melebar ke Pembahasan Lain
NasDem: Amandemen Terbatas UUD 1945 Berpotensi Buka Kotak Pandora
Demokrat Sebut Bamsoet Bohong, Amandemen UUD '45 Belum Pernah Dibahas
Pakar Hukum Nilai Amandemen UUD Butuh Biaya Besar, Berisiko untuk Ekonomi
Ketua MPR: Jokowi Tak Ingin Buka Kotak Pandora Amandemen Masa Jabatan Presiden
Ketua MPR: Amandemen UUD 1945 Tak Mungkin Buka Kotak Pandora
Amandemen UUD 1945, Anggota DPD Minta Pasal Presidential Threshold Dihapus