KPU Tutup Mata Laporan PPATK Ada Aliran Dana Trilunan ke Partai Jelang Pemilu 2024
Sementara, terkait sanksi bagi caleg yang tidak melaporkan atau menyerahkan dana kampanyenya tidak akan ditetapkan sebagai calon terpilih jika dia menang.
Hasyim menyatakan, kalau untuk dicoret kemungkinan tidak secara nasional dan sesuai tingkatannya masing-masing.
- KPU Bakal Batasi Biaya Kampanye Paslon di Pilkada Serentak 2024
- KPU Siapkan 3 Rancangan PKPU untuk Pilkada Serentak 2024
- KPU akan Hapus Sanksi Diskualifikasi Calon Kepala Daerah Tak Lapor Dana Kampanye, Ini Alasannya
- Masih Ada 5.681 Caleg Terpilih Masih Belum Laporkan LHKPN, Terancam Gagal Duduk di Parlemen
KPU Tutup Mata Laporan PPATK Ada Aliran Dana Trilunan ke Partai Jelang Pemilu 2024
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari merespons soal laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi dari luar negeri yang mengalir ke rekening bendahara 21 partai politik menjelang pemilu tahun 2024.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan, bahwa untuk KPU RI hanya mengurusi laporan dana kampanye dan kalau dana partai bukan urusan KPU dan kalau ada sliweran informasi dana ke bendahara partai atau rekening partai bukan urusannya KPU.
"Yang diurus KPU adalah rekening dana kampanye. Nah, Apakah dari rekening bendahara, rekening partai menjadi salah satu sumber dana kampanye? Itu kan aliran transaksinya PPATK tahu. Tapi sekali lagi, tugas KPU adalah laporan dana kampanye termasuk rekening dana kampanye. Bukan laporan keuangan partai dan bukan rekeningnya partai," kata Hasyim, usai acara serah terima pinjam pakai Gedung Graha Pemilu Alaya Giri Nata, di Denpasar Barat, Kamis (11/1).
Kemudian, saat ditanya sudah berapa banyak laporan partai politik yang dicoret karena tidak melaporkan rekening dana partai. Hasyim menyatakan, kalau untuk dicoret kemungkinan tidak secara nasional dan sesuai tingkatannya masing-masing.
"Nanti bisa ditanya ke KPU Provinsi Bali, KPU Badung atau kabupaten lain. Kalau yang diurusi KPU Pusat adalah laporan dana kampanye pengurus partai pusat sebagai peserta pemilu untuk anggota DPR RI," imbuhnya.
Sementara, saat ditanya apakah KPU RI tidak khawatir dana kampanye berasal dari uang ilegal. Hasyim menyebutkan, pada intinya dana kampanye itu ada beberapa pembatasan. Pertama, tidak boleh berasal dari sumbangan karena dana kampanye bisa jadi duitnya sendiri dari Calon Legislatif (Caleg) dan juga bisa jadi bersumber dari dananya partai.
"Tapi ada yang bersumber sumbangan. Kalau sumbangan ada batas maksimal. Kalau yang menyumbang korporasi atau perusahaan ada batasnya, yang nyumbang perseorangan juga ada batasnya. Yang dilarang adalah, menyumbang melampaui batas yang ditentukan. Kemudian, dilarang menerima sumbangan dari dana asing, misal bisa berasal dari pemerintah asing, perusahaan asing, dan warga negara asing," ujarnya.
"Dan kami baru bisa memastikan apakah ada pelanggaran atau tidak, apakah taad atau tertib tidak, nanti setelah diaudit oleh kantor akuntan publik yang ditetapkan oleh KPU, sesuai dengan Undang-undang pemilu nanti ada jadwalnya laporan dana kampanye baik penerimaan maupun pengeluaran itu akan diaudit. Itu semua tingkatan," ujarnya.
Kemudian, kapan dilakukan audit nantinya setelah kampanye selesai dan kalau ada pelanggaran itu sudah ada aturannya di Undang-undang,"Di Undang-undang sudah diatur ada macam-macam. Kalau itu melampaui batas yang ditentukan harus dikembalikan ke kas negara," ujarnya.
Sementara, terkait sanksi bagi caleg yang tidak melaporkan atau menyerahkan dana kampanyenya tidak akan ditetapkan sebagai calon terpilih jika dia menang.
"Kalau tidak menyerahkan dana kampanye, sekiranya dia menang, yang bersangkutan tidak ditetapkan sebagai calon terpilih," ujarnya.
Sementara, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja juga ikut menanggapi transaksi dari luar negeri yang mengalir ke rekening bendahara 21 partai politik menjelang Pemilu tahun 2024.
Bagja mengatakan, bahwa soal temuan PPATK itu harus diklarifikasikan dulu apakah itu tindak pidana.
"Pertama, apakah itu bisa diklasifikasikan sebagai tindak pidana?. Kedua, informasi PPATK itu informasi yang sangat rahasia, tidak bisa digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, oleh sebab itu ini merupakan informasi awal kepada Bawaslu tentu akan kami proses juga informasi ini kami sampaikan kepada teman-teman di Sentra Gakummdu," ujarnya.
Kemudian, untuk penemuan tersebut pihaknya tentu akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian, kejaksaan dan tentu PPATK dan pihaknya juga akan menelusuri soal tersebut.
"Untuk koordinasi ke polisi, jaksa dan PPATK yang memberikan informasi. Kalau ada informasi kita telusuri," ujarnya.
Diketahui, PPATK menemukan adanya tren peningkatan pembukaan rekening baru menjelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Tak tanggung-tanggung, tercatat ada 704 juta pembukaan rekening baru.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan acuan pembukaan rekening terlihat dari Customer Identification Form (CIF). Dia menduga pembukaan rekening ini berkaitan dengan kontestasi politik.
"Kita melihat ada total 704.068.458 CIF terbuka di 2022 sampai trimester 3 di 2023 sampai September. Jadi totalnya ada 704 juta rekening baru terbuka. Itu dibuka oleh korporasi 53 juta, lalu oleh individu 650 juta. Ini tidak ada yang salah," ungkap Ivan dalam Konferensi Pers, di Kantor PPATK, Jakarta, dikutip Kamis (11/1/2024).
"Kita lihat saja kecenderungannya ini menaik atau menurun. Kalau menaik, kemudian tujuan dari pembukaan rekening ini apa, kemudian tujuan dari pembukaan account ini apa, lalu kita potret transaksinya," sambungnya.
Dengan momentum menjelang pemilu, Ivan mencoba menangkap hal ini dengan menyandingkanya bersama data anggota dan pengurus partai politik. Walhasil, didapat data ada 6 juta anggota dan pengurus dengan 24 parpol.
"Begitu kita kemudian align-kan ke dalam sistem PPATK, dari 6 juta nama tadi, PPATK menemukan 449 ribu laporan terkait dengan nama pengurus dan anggota parpol. Ini teman-teman bisa lihat, dari Partai A sampai Partai X, 24 parpol," ujarnya.
Ivan mendapat data tambahan yang cukup menarik terkait jumlah transaksi yang dilakukan oleh parpol-parpol tadi. Nominalnya secara agregat tembus hingga Rp 80,6 triliun. Angka paling tinggi untuk satu parpol mencatat transaksi Rp 9,4 triliun.
"Jumlah nominal itu Rp 80.670.723.238.434. Nominal transaksi pengurus dan anggota parpol yang dilaporkan kepada PPATK. Kita tidak bisa sampaikan di dalam sana, tapi ini agregatnya," ujarnya.