KPU Ungkap Jumlah Pemilihan Ulang pada Pemilu 2019 dan 2024, Berikut Data Perbandingannya
Data itu dibeberkan KPU dalam rapat dengan DPR, Bawaslu dan Kemendagri terkait pelaksanaan Pemilu 2024.
Data itu dibeberkan KPU dalam rapat dengan DPR, Bawaslu dan Kemendagri terkait pelaksanaan Pemilu 2024.
- Bawaslu Koordinasi dengan Plt Ketua KPU Terkait Coklit Data Pemilih dan Peta Kerawanan Pilkada 2024
- Perludem Prihatin Sengketa Pemilu di KPU & Bawaslu Papua: Harusnya Provinsi Baru Tak Dibiarkan Sendiri
- KPU: 1.223 TPS Salah Input Data Perolehan Suara Pilpres 2024 di Sirekap
- Hasil Perhitungan Sementara Sirekap KPU: Anies 23,88 Persen, Prabowo 56,71 Persen, Ganjar 19,63 Persen
KPU Ungkap Jumlah Pemilihan Ulang pada Pemilu 2019 dan 2024, Berikut Data Perbandingannya
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membeberkan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) di dalam maupun luar negeri menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) hingga Pemungutan Suara Lanjutan (PAL).
Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari mengatakan, 820.161 TPS di dalam negeri melaksanaan pemungutan suara ulang pada Pemilu 2024. Sementara 2.538 TPS di luar negeri menggelar pemilihan suara ulang dengan metode Kotak Suara Keliling (KSK) dan Kotak Pos.
"Dengan jumlah pemilih di dalam negeri sebanyak 203.056.748 dan jumlah pemilih di luar negeri sebanyak 1.365.433," kata Hasyim dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, Jakarta, Senin (25/3).
Hasyim kemudian merinci Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada Pemilu 2019 dan Pemilu 2024.
Menurut Hasyim, jumlah PSU pada Pemilu 2019 dilakukan di 1.114 TPS.
Kemudian Pemungutan Suara Lanjutan di 2.293 TPS dan Pemilihan Suara Susulan (PSS) di 384 TPS. Jumlah TPS menggelar PSU pada Pemilu 2019 mencapai 3.791 atau 0,48 persen.
Sementara daerah yang melakukan PSU, PSL, dan PSS pada Pemilu 2019 tersebar di 34 Provinsi, dengan rincian 280 Kabupaten/Kota, 592 Kecamatan, dan 770 desa.
Kemudian untuk jumlah Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada Pemilu 2024 sebanyak 738 di TPS, selanjutnya Pemilihan Suara Lanjutan (PSL) 117 di TPS serta Pemilihan Suara Susulan (PSS) 258 di TPS. Jumlah TPS menggelar PSU pada Pemilu 2024 mencapai 1.113 atau 0,13 persen.
"Daerah yang melakukan PSU, PSL, dan PSS tersebar di 38 Provinsi, 225 Kabupaten/Kota, 427 Kecamatan dan 561 Desa/Kelurahan yang dilaksanakan mulai 15-24 Februari 2024," pungkas Hasyim.
Sebelumnya, Komisi II DPR RI menggelar rapat kerja (raker) bersama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Kegiatan ini terkait dengan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Materi hari ini, tentu meminta laporan dari penyelenggara tentang proses dan pelaksanaann pemilu pada tanggal 14 Februari 2024, yang pertama," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PDIP, Junimart Girsang kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/3).
Selanjutnya, dalam rapat tersebut juga pihaknya akan mengkritisi beberapa hal yang menjadi viral di masyarakat seperti Sistem Rekapitulasi (Sirekap).
"Yang kedua, tentang bagaimana para penyelenggara di daerah itu kemudian tidak bisa bersinergi antara KPU dan Bawaslu contohnya ketika Bawaslu meminta C1 Pemilu, KPU tidak bisa memberikan, tapi tidak untuk semua daerah," jelasnya.
Selain itu, diantara penyelenggara Pemilu disebutnya tidak mempunyai sinergi seperti sesama komisioner KPU.
"Contoh ketika anggota komisioner KPU di daerah misalnya Ketua KPU-nya tidak memberikan C1 yang diminta. Mungkin yang paling menarik adalah bagaimana KPU tidak bisa memberikan jawaban tentang masuknya Sirekap yang ternyata error dari daerah, walaupun mereka mengatakan bahwa ada penyalah pengambilan foto itu masuknya Sirekap," ungkapnya.
Selain itu, terkait dengan Sirekap disebutnya membuat sebagian besar masyarakat gelisah. Apalagi, ketika hasil dalam Sirekap itu bukan mengalami kenaikan dan justru malah terjadi penurunan.
"Ini kenapa turun demikian, mengapa aturan dari KPU membuat, maka untuk mengalihkan perhatian bagaimana, kita tunggu nanti KPU untuk memberikan jawaban. Mungkin Bawaslu juga kita kritisi, karena kerja-kerja Panwas di daerah itu, yang mereka tidak menerapkan SOP sebagaimana mustinya," paparnya.
"Contoh misalnya, Panwas itu ketika datang dlm masa kampanye, mereka itu menakut nakuti, para Caleg," tambahnya.
Terakhir, menurutnya berdasarkan fakta di lapangan ketika para Calon Legislatif (Caleg) meminta Form C1 kepada Panwas di Kecamatan. Mereka justru dimintai dana untuk mendapatkan C1 tersebut.
"Ini sudah mengarah kepada transaksional dan kita bukti itu semua, silahkan nanti Bawaslu bagaimana mereka. Apakah masih mempertahankan Panwas yang kita sekarang dalam rangka Pilkada nanti. Kalau saya mengatakan, itu harus kembali dan selektif untuk mendapatkan hasil Pilkada yang betul-betul berintegritas, saya kira itu," pungkasnya.