PBNU Nilai Revisi UU Pilkada Bagian dari Check and Balances
Menurut Gus Yahya, harus dilihat secara rinci terkait DPR RI yang memang memiliki agenda rapat paripurna untuk membahas RUU Pilkada itu.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya menilai revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah atau RUU Pilkada merupakan bagian dari mekanisme "check and balances" atau fungsi sebagai pengawas dan pengimbang.
"Ini sebetulnya mungkin bagian dari mekanisme 'check and balances' antara yudikatif dengan legislatif," kata Gus Yahya tersebut di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (22/8).
- Baleg DPR Tegaskan Sampai saat Ini Tidak Ada UU Pilkada Baru: Yang Berlaku UU Lama dan Putusan MK
- DPR Tunda Pengesahan RUU Pilkada, Ini Alasannya
- PDIP Tak Setuju Revisi UU Pilkada Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan, Ini Alasannya
- Revisi UU Polri: Batas Usia Pensiun Tamtama dan Bintara 58 Tahun, Perwira 60 Tahun
Menurut Gus Yahya, harus dilihat secara rinci terkait DPR RI yang memang memiliki agenda rapat paripurna untuk membahas RUU Pilkada itu.
"Tapi kita masih harus lihat ini apakah betul DPR memang sedang punya agenda ke sana, dan bagaimana kita belum tau semuanya, kita harus cek dulu," ujarnya seperti dilansir dari Antara.
Sebelumnya, pada Rabu (21/8), Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah menyetujui untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.
Persetujuan itu disepakati dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Badan Legislasi DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Terdapat dua materi krusial RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada hari ini.
Pertama, penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada terkait syarat usia pencalonan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung.
Pasal 7 ayat (2) huruf e, disepakati berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.
Kedua, perubahan Pasal 40 dengan mengakomodasi sebagian putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah ketentuan ambang batas pencalonan pilkada dengan memberlakukannya hanya bagi partai non parlemen atau tidak memiliki kursi di DPRD.
Partai yang memiliki kursi di DPRD tetap mengikuti aturan lama, yakni minimal 20 persen perolehan kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah.