Pemilu serentak mengabaikan keberlangsungan pilkada
Putusan MK tentang pemilu serentak sulit diharapkan untuk menciptakan pemerintahan efektif.
Putusan MK yang meminta penyelenggaraan pemilu serentak pada Pemilu 2019 mengabaikan keberlangsungan pilkada. MK menutup mata terhadap penyelenggaraan pilkada yang muncul pasca-Perubahan UUD 1945.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Perludem Didik Supriyanto dalam diskusi buku Menata Ulang Jadwal Pilkada: Menuju Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah, yang digelar oleh Perludem, Minggu (26/1), di Jakarta.
Menurut Didik, Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013 yang dibacakan pada Kamis (23/1) lalu, semata-mata hanya mempertimbangkan keberadaan pemilu legislatif dan pemilu presiden. MK tidak menyebut-nyebut pilkada.
Hal ini bisa dimengerti karena gugatan yang diajukan Effendi Ghazali dkk itu hanya mempersoalkan pasal-pasal dalam undang-undang pemilu presiden, yang dikaitkan dengan penyelenggaraan pemilu legislatif. Gugatan ini bertumpu pada Pasal 22E ayat ayat (2) UUD 1945: Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, serta DPRD.
Padahal pasca-Perubahan UUD 1945 Indonesia mengenal pilkada sebagai penafsiran dari Pasal 18 ayat (4): Gubernur, bupati dan walikota masing-masing sebagai kepada daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
"Dalam banyak putusannya, MK mengakui kebenaran pilkada sebagai tafsir dari kepala daerah dipilih secara demokratis itu. Makanya, mengherankan jika putusan MK dalam pemilu serentak mengabaikan keberlangsungan pilkada," kata Didik.
Jika pilkada tidak masuk dalam kerangka pemilu serentak, berarti pilkada harus diselenggarakan di luar pemilu legislatif dan pemilu presiden.
"Padahal pemisahan pilkada dari pemilu legislatif dan pemilu presiden itulah yang menjadi pangkal masalah politik selama ini," tegas Didik.
Menurut Didik, pemisahan pilkada dari pemilu legislatif dan pemilu presiden, menyebabkan proses penyelenggaraan pemilu menjadi mahal.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Mengapa Pemilu 2019 di sebut Pemilu Serentak? Pemilu Serentak Pertama di Indonesia Dengan adanya pemilu serentak, diharapkan agar proses pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.
-
Apa yang dimaksud dengan Pemilu? Pemilu adalah proses pemilihan umum yang dilakukan secara periodik untuk memilih para pemimpin dan wakil rakyat dalam sistem demokrasi.
-
Apa arti Pemilu? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pemilu atau Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
-
Apa itu Pemilu? Pemilihan Umum atau yang biasa disingkat pemilu adalah suatu proses atau mekanisme demokratis yang digunakan untuk menentukan wakil-wakil rakyat atau pemimpin pemerintahan dengan cara memberikan suara kepada calon-calon yang bersaing.
"Penyelenggaraan pemilu memikul beban berat, pemilih bingung oleh banyaknya calon legislatif, partai politik sibuk mengurus pencalonan kepala daerah."
Sementara itu jika dilihat dari hasilnya, pilkada yang berserakan waktunya menciptakan pemerintahan terputus. Contoh pemerintahan terputus adalah presiden dari Partai Demokrat, gubernur Jawa Tengah dari PDIP, dan bupati Pekalongan dari Partai Golkar.
"Dalam pemerintahan terputus seperti itu, tidak mungkin pemerintahan berjalan efektif. Mereka bisa saja punya program yang sama, tetapi implementasinya sulit berjalan baik, karena masing-masing punya kepentingan sendiri," kata Didik.
"Di sinilah pentingnya pilkada dimasukkan dalam kerangka pemilu serentak, guna menciptakan pemerintahan efektif. Apalah artinya pemilu demokratis jika pemerintahan yang dihasilkan tidak bisa bekerja dengan baik," tegas Didik.