Sekjen DPR klaim organisasi buruh setuju pembangunan alun-alun demokrasi
Sekjen DPR Ahmad Djuned mengatakan pembangunan alun-alun demokrasi dibutuhkan karena Indonesia belum memiliki tempat khusus untuk memfasilitasi masyarakat melakukan unjuk rasa.
Kesetjenan DPR tengah memprioritaskan pembangunan dua proyek penataan kawasan Parlemen, yakni pembangunan alun-alun demokrasi dan gedung baru DPR. Sekjen DPR Ahmad Djuned mengatakan pembangunan alun-alun demokrasi dibutuhkan karena Indonesia belum memiliki tempat khusus untuk memfasilitasi masyarakat melakukan unjuk rasa.
"Kita prioritaskan pembangunan alun-alun demokrasi. Karena di negara kita belum ada sarana menampung aspirasi rakyat atau unjuk rasa. Di depan Istana enggak disediakan tempat, di Bundaran HI juga tidak," kata Djuned dalam kegiatan seminar rencana pengembangan kawasan parlemen di Komplek DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/9).
Djuned mengklaim organisasi-organusasi buruh telah setuju dengan pembangunan alun-alun demokrasi. Sikap tersebut disampaikan saat pertemuan antara Kesetjenan DPR, organisasi buruh dan Kapolri Tito Karnavian saat masih menjabat Kapolda Metro Jaya.
"Kami diundang Pak Tito waktu masih Kapolda Metro. Semuanya organisasi buruh dan sebagainya setuju kalau DPR bangun sarana untuk tampung pengunjuk rasa yang jumlahnya ribuan," tuturnya.
Pembangunan alun-alun demokrasi kemungkinan akan mulai berjalan pada tahun 2018. Kementerian Keuangan telah mengalokasikan anggaran pembangunan alun-alun itu.
Jumlah anggaran yang dialokasikan untuk proyek pembangunan gedung dan alun-alun demokrasi sekitar Rp 600 miliar dari total anggaran DPR tahun 2018 sebedar Rp 5,7 triliun.
"Kami sampaikan insya Allah tahun depan. Dan 2016 Kemenkeu anggarkan. Perubahan kebijakan untuk perpus dan museum. Jadi bila anggaran enggak digunakan sesuai peruntukan pasti akan kita kembalikan ke Kemenkeu," tandasnya.
Terkait gedung DPR, Djuned kembali menjelaskan gedung lama yang ditempati anggota dewan telah melebihi kapasitas. Gedung Nusantara I yang dibangun pada tahun 1997 dibuat untuk menampung 800 orang baik anggota DPR dan staf ahli mereka.
Sementara, saat ini gedung itu kelebihan kapasitas untuk menampung 560 anggota DPR, dengan 5 tenaga ahli dan 2 orang staf administrasi untuk masing-masing anggota. Jika ditotal, gedung itu sekarang menampung lebih dari 5000 orang. Ruangan anggota DPR tergolong kecil hanya sekitar 28 meter persegi.
"Sekarang dengan perkembangan jumlah DPR akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk. Dengan 560 anggota DPR dengan 7 staf anggota, 5 TA dan 2 untuk staf administrasi, maka yang duduki tempati DPR sekarang sudah lebih dari 5 ribu orang," ujar Djuned.
Oleh karena itu, Kesetjenan DPR mendorong pembangunan gedung baru yang bisa menampung seluruh anggota DPR dan 7 staf ahli mereka. Nantinya, ruangan anggota DPR memiliki luas 117 meter persegi seperti lembaga-lembaga negara lain seperti BPK, MK dan MA.
Ukuran itu merupakan standar bangunan untuk pejabat negara eselon satu. Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011.
"Kami sudah studi banding ke lembaga-lembaga ke BPK, MK, MA, mereka bangun luasan sesuai dengan 117 m2. Maka kami beranggapan, seandainya kami bangun lebih dari 117 kami salah. Tapi kalau disediakan luasan 28 m2 kami juga langgar aturan UU," tutup Djuned.