Benarkah Tidur Bersama dengan Anak Bisa Pengaruhi Perkembangan Psikologinya?
Tidur bersama anak apakah sebenarnya berdampak baik atau buruk bagi psikologis mereka?
Tidur bersama anak atau bed-sharing adalah praktik umum di kalangan orang tua terutama di Indonesia. Walau begitu, di negara-negara luar terutama negara seperti Amerika Serikat, kebiasaan adalah anak tidur sendiri dan tidak sekasur dengan orangtua.
Dilansir dari Psychology Today, beberapa ahli memperingatkan bahaya kematian mendadak pada bayi (SIDS) akibat praktik ini, terutama pada bayi berusia kurang dari 6 bulan. Namun, ada juga pakar yang berpendapat bahwa bed-sharing memiliki potensi manfaat bagi perkembangan psikologis anak (Ball, Hooker, & Kelly, 1999; McKenna & McDade, 2005; Moon et al., 2022).
-
Kenapa tidur siang penting untuk anak? Hal ini dikarenakan tidur siang baik untuk pembelajaran dan perkembangan anak. Balita yang tidur siang secara rutin lebih mudah mengingat apa yang sudah dipelajari.
-
Kenapa waktu tidur yang cukup sangat penting bagi anak? Tidur yang cukup dan berkualitas sangat penting bagi perkembangan dan kesehatan anak. Kurangnya tidur dapat memengaruhi konsentrasi, mood, dan kesehatan fisik anak. Oleh karena itu, menciptakan rutinitas tidur yang baik sangat diperlukan untuk memastikan anak-anak mendapatkan istirahat yang mereka butuhkan.
-
Bagaimana cara menjaga kesehatan tubuh dengan tidur? Waktu tidur yang ideal bagi orang dewasa adalah 7-8 jam per malam untuk menjaga kesehatan tubuh.
-
Mengapa tidur yang cukup sangat penting untuk pertumbuhan tinggi anak? Selama tidur, tubuh melepaskan hormon pertumbuhan yang esensial untuk pertumbuhan tinggi badan. Anak-anak memerlukan waktu tidur yang cukup setiap malam untuk memastikan bahwa hormon pertumbuhan bekerja secara efektif.
-
Gimana cara membiasakan anak tidur siang? Mulailah membiasakan anak tidur siang sejak dini dan berusaha untuk tetap konsisten dengan jadwal tidur tersebut, seperti setelah makan siang.
-
Kenapa tidur yang cukup dan berkualitas penting untuk kesehatan jantung? Kurang tidur atau tidur yang terganggu dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, obesitas, dan diabetes, yang semuanya merupakan faktor risiko penyakit jantung.
Bagi sebagian orang tua, bed-sharing menjadi satu-satunya cara untuk mengatasi kelelahan dan frekuensi bangun malam bayi yang tinggi. Namun, hingga saat ini, belum banyak bukti ilmiah yang kuat mengenai dampak psikologis bed-sharing pada anak.
Dampak Bed-Sharing pada Perkembangan Psikologis Anak
Sebuah penelitian terbaru (Bilgin et al., 2024) bertujuan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Penelitian ini menggunakan data dari UK Millennium Cohort Study, yang mengamati 16.599 anak sejak usia 9 bulan hingga 11 tahun.
Para orang tua melaporkan apakah mereka melakukan bed-sharing dengan bayi mereka pada usia 9 bulan. Mereka juga diminta untuk melaporkan apakah mereka melihat tanda-tanda depresi dan kecemasan (disebut "gejala internalisasi") serta agresivitas dan hiperaktivitas (disebut "gejala eksternalisasi") pada anak mereka di usia 3, 5, 7, dan 11 tahun.
Penelitian ini mampu memperhitungkan dampak beberapa variabel penting yang mungkin terkait dengan bed-sharing. Variabel tersebut antara lain tekanan psikologis ibu, status sosial ekonomi orang tua, keyakinan pola asuh, pemberian ASI, dan frekuensi bangun malam bayi.
Para peneliti mengamati perubahan gejala internalisasi dan eksternalisasi anak dari usia 3 hingga 11 tahun. Hasilnya menunjukkan empat kategori:
- Mengapa Tidur yang Cukup Sangat Penting untuk Kesehatan Fisik dan Mental?
- Mengapa Anak Mengalami Kesulitan Tidur? Berikut Strategi Efektif untuk Mengatasi Masalah Tidur Anak di Malam Hari
- Cara Mengatasi Anak yang Sering Tidur Larut Malam, Ketahui Penyebabnya
- Apakah Anak Bayi Kita Tidur Terlalu Lama? Ini Cara Mengetahuinya
56,4% memiliki tingkat gejala internalisasi dan eksternalisasi yang rendah dan tetap rendah.
27,2% memulai dengan gejala internalisasi yang rendah kemudian meningkat dan gejala eksternalisasi yang moderat kemudian menurun seiring waktu.
7,5% memiliki gejala internalisasi dan eksternalisasi moderat yang menurun seiring waktu.
8,9% memiliki gejala berat dan kronis: awalnya gejala internalisasi rendah kemudian meningkat dan gejala eksternalisasi tinggi yang tetap stabil seiring waktu.
Penelitian ini tidak menemukan hubungan antara bed-sharing pada usia 9 bulan dengan gejala internalisasi atau eksternalisasi pada masa kanak-kanak. Sebaliknya, karakteristik lain yang terkait dengan bed-sharing, seperti pendidikan orang tua yang rendah dan tekanan psikologis ibu, dikaitkan dengan lintasan gejala tersebut. Artinya, kemungkinan masuk dalam kategori gejala internalisasi dan eksternalisasi lebih ditentukan oleh faktor lain yang terkait dengan bed-sharing daripada bed-sharing itu sendiri.
Temuan ini menjadi kabar baik bagi orang tua yang khawatir tentang bagaimana bed-sharing dapat memengaruhi perkembangan psikologis anak mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa bed-sharing tidak memengaruhi pembentukan keterikatan ibu-anak yang aman (Bilgin & Wolke, 2022).
Penting untuk disadari bahwa bed-sharing mungkin menjadi pilihan yang disukai oleh sebagian orang tua karena berbagai alasan. Selama dilakukan dengan aman, bed-sharing kemungkinan kecil akan memengaruhi perkembangan emosional dan perilaku anak.