IDAI Sebut Gula Bisa Sangat Berbahaya pada Anak Karena Kerap Tidak Dianggap Sebagai Ancaman
Ketua PP IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, menyatakan bahwa gula berpotensi berbahaya karena sering kali tidak dianggap sebagai ancaman.
Konsumsi gula pada anak menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan meningkatnya jumlah penyakit tidak menular (PTM) di seluruh dunia. Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso, menjelaskan bahwa gula berbahaya karena sering dianggap tidak berbahaya.
"Kenapa gula ini berbahaya? Karena dianggap tidak berbahaya. Jadi bahayanya gula adalah karena dia tidak dianggap berbahaya. Berbeda dengan rokok, rokok itu dianggap berbahaya, ada tulisannya 'Rokok bisa membunuhmu', tapi gula sampai saat ini kita belum melihat ada peringatan terhadap minuman atau makanan yang mengandung tinggi gula," ungkap Piprim dalam media briefing IDAI secara daring pada Selasa (26/11/2024).
-
Bagaimana cara mengontrol diabetes tipe 2 pada anak? "Pada diabetes tipe 2 fase awal bisa dikontrol dengan memodifikasi gaya hidup agar lebih sehat. Olahraga, mengatur pola makan, kalau sudah remaja bisa dengan intermittent fasting... Intinya gaya hidup yang sehat itu bisa membalikkan diabetes di awal-awal,"
-
Apa itu diabetes tipe 1 pada anak? "Pada anak-anak, diabetes tipe 1 walaupun dia tidak banyak minum pemanis buatan, atau makan karbohidrat biasa saja, dia tidak bisa memetabolisme karbohidrat, jadi perlu suntik insulin,"
-
Apa tanda-tanda diabetes tipe 1 pada anak? Beberapa gejala yang harus diperhatikan meliputi peningkatan frekuensi buang air kecil, rasa haus yang sering, kecenderungan cepat lapar, penurunan berat badan, kelelahan, dan rentan terhadap infeksi yang berulang.
-
Kenapa camilan sehat penting untuk penderita diabetes? Mengutip everydayhealth, makan camilan sehat saat diabetes bisa membantu mengatasi rasa lapar dan mencegah makan berlebihan.
-
Bagaimana cara menangani diabetes tipe 1 agar anak bisa tumbuh normal? Meskipun diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah, namun dengan penanganan yang baik, anak-anak bisa tumbuh dan menjalani kehidupan mereka seperti anak-anak sehat pada umumnya.
Piprim juga menambahkan bahwa ketika anak mengonsumsi gula atau karbohidrat yang cepat diserap, kadar gula darah mereka akan meningkat drastis.
"Terjadi sugar spike, tak lama kemudian kadar gula akan menurun tajam yang dikenal sebagai sugar crush. Sugar crush inilah yang menyebabkan anak merasa lapar, rewel, dan ngamuk, yang hanya akan mereda jika mereka diberikan gula lagi. Siklus ini akan terus berulang, yang kemudian mengarah pada adiksi terhadap makanan yang berkalori tinggi, dan berpotensi menimbulkan berbagai penyakit tidak menular seperti obesitas, diabetes melitus, dislipidemia, serta hipertensi ginjal," jelas Piprim.
Selain itu, adiksi gula pada anak juga didorong oleh kemudahan akses terhadap minuman manis. Piprim memberi contoh, saat memasuki mini market, hanya ada sedikit pilihan minuman yang tidak mengandung pemanis. "Itu mungkin hanya 1 atau dua jenis minuman yang tidak mengandung gula," tambahnya.
98 Persen Minuman di Minimarket Mengandung Gula
Di sisi lain, proporsi produk yang mengandung gula sangat tinggi, mencapai angka 98 persen. "98 persen minuman di sana (mini market) mengandung gula atau sirup fruktosa, sirup jagung tinggi fruktosa, dan pemanis ini luar biasa dahsyatnya dalam merusak kesehatan anak-anak kita apabila diberikan terus-menerus," ujar Piprim. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memberikan perhatian lebih terhadap masalah adiksi gula ini. Hal ini disebabkan karena gula sering kali tidak dianggap sebagai ancaman, padahal dampaknya bisa sangat berbahaya.
Adiksi Gula Sama Berbahayanya dengan Rokok
Piprim mengungkapkan bahwa sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian yang serius terhadap adiksi gula, sama halnya dengan perhatian yang diberikan terhadap adiksi rokok. Ia berpendapat,
- Tak Lagi Galak, Pengusaha Ivan Sugianto Tertunduk Lesu Minta Maaf Usai Paksa Anak SMA Sujud & Gonggong
- Penuh Canda & Sederhana Bikin Anak-anak Papua Bahagia saat Rambutnya Dipotong Prajurit TNI AD
- Datangi Batalyon 512, Kasad Maruli Sambil Gendong Anak Anggota TNI dan Memberikan Pesan yang Begitu Mendalam
- Di Tengah Guyuran Hujan Deras dan Basah Kuyup, Momen Komandan Brimob Beri Pesan Penting Kepada Tamtama dan Bintara
"Sudah saatnya saya kira pemerintah memberi perhatian sebagaimana bahayanya rokok terhadap bahaya gula ini. Misalnya dengan memberi (keterangan) setiap minuman manis itu setara dengan berapa sendok gula pasir misalnya."
Menurutnya, langkah ini penting agar masyarakat, khususnya orang tua, lebih sadar akan kandungan gula yang terkandung dalam makanan dan minuman yang mereka berikan kepada anak-anak. "Atau setiap kue-kue itu setara dengan berapa sendok gula pasir. Sehingga orangtua akan aware dengan apa-apa yang diberikan kepada anak-anaknya," harap Piprim. Dengan memberikan informasi yang jelas, diharapkan orang tua dapat membuat pilihan yang lebih sehat untuk keluarga mereka.
Apa Itu Kecanduan Gula?
Pada kesempatan yang sama, dokter spesialis anak Prof. Siska Mayasari Lubis memberikan penjelasan mengenai kecanduan gula atau sugar addiction. "Kecanduan gula ini dapat menunjukkan perilaku yang mirip dengan kecanduan zat seperti kita jadi makan berlebihan, ada gejala putus zat dan ingin makan lagi atau ingin minum lagi. Serta ada keinginan yang kuat untuk mendapatkan minuman yang manis tersebut," kata Siska.
Lalu, bagaimana fenomena ini dapat terjadi? Menurut Siska, ketika anak mengonsumsi gula, kadar gula dalam darah akan mencapai otak dan merangsang reseptor dopamine serta opioid di dalam otak. "Paparan yang berulang-ulang dengan konsentrasi berlebih ini akan menyebabkan perilaku ketergantungan dan mengurangi kemampuan regulasi pada anak. Jadi, akan ada terus keinginan untuk mengonsumsi gula yang berlebih pada anak," jelas Siska.
Lebih lanjut, Siska menjelaskan bahwa saat anak mengonsumsi gula, kadar gula darah akan meningkat dengan cepat, diiringi oleh pelepasan hormon insulin dan dopamine yang membuat kadar gula darah menurun dengan cepat. "Ketika gula darah menurun dengan cepat ini akan memunculkan rasa ingin minum lagi, nafsu makan menjadi tidak terkontrol dan keinginan untuk mendapatkan atau minum gula berlebih," ucap Siska.